Bolesław mulai memerintah pada dekade terakhir di abad ke-11, ketika pemerintah pusat Polandia melemah. Władysław I Herman jatuh di bawah ketergantungan politik Comte PfalzSieciech, yang menjadi penguasa negara yang sesungguhnya. Didukung oleh ayahanda mereka, Bolesław dan saudara tirinya Zbigniew akhirnya mengusir Sieciech dari negara pada tahun 1101, setelah beberapa tahun bertempur. Setelah kematian Władysław I Herman pada tahun 1102, dua negara mandiri yang dibuat diperintah oleh Bolesław dan Zbigniew.
Bolesław berusaha untuk mendapatkan Pommern yang menyebabkan konflik bersenjata di antara kedua bersaudara tersebut, dan mendesak Zbigniew untuk melarikan diri dari negara dan mencari bantuan militer dari raja Jerman, Heinrich V. Bolesław menghukum Zbigniew dengan membutakan matanya. Tindakan ini menimbulkan kemarahan para pendukung Zbigniew, yang mengakibatkan krisis politik di Polandia. Bolesław sekali lagi memperoleh bantuan dari rakyatnya dengan penebusan dosa di depan umum, dan melakukan ziarah ke biara pelindungnya, Gilles di Hungaria.
Bolesław, seperti juga Bolesław II, menjaga hubungan baik dengan tetangganya, Hungaria dan Rus Kiev untuk kebijakan luar negerinya, dengan siapa ia menjalin hubungan yang kuat melalui pernikahan dan kerjasama militer untuk mematahkan ketergantungan politik di Jerman dan vasalnya, Raja Bohemia, yang pada saat-saat kelemahan Polandia dipaksa untuk membayar upeti di Silesia. Aliansi tersebut memungkinkan Bolesław untuk membela negaranya dari serangan pada tahun 1109. Beberapa tahun kemudian, Bolesław dengan terampil mengambil keuntungan dari perselisihan dinastik di Bohemia untuk memastikan perdamaian di perbatasan barat-selatan.
Bolesław mengabdikan paruh kedua pemerintahannya untuk menaklukkan Pommern. Pada tahun 1113 ia menaklukkan benteng utara di sepanjang Noteć, yang memperkuat perbatasan dengan Pommern. Pada tahun-tahun berikutnya, ia mengambil langkah-mangkah ke arah penaklukan Pommern. Resolusi konflik dengan Kekaisaran Romawi Suci mengijinkan Bolesław untuk mencaplok Pommern Barat dan menyatukannya dengan Pommern Gdańsk. Beberapa ekspedisi militer dilakukan di dalam tiga tahap, yang berakhir pada tahun 1120-an dengan kesuksesan militer dan politik. Integrasi wilayah baru yang baru dicaplok memperbolehkan Bolesław membangun gereja-gereja dan mulai memproses kristenisasi Pommern. Uskup Otto dari Bamberg memastikan Kristenisasi dari tahun 1123 seterusnya.
Pada tahun 1130-an Bolesław berpartisipasi di dalam sengketa dinastik di Hungaria. Setelah suatu kekalahan yang tidak terduga, ia dipaksa untuk membuat kesepakatan dengan Jerman. Kongres Merseburg pada tahun 1135 membahas masalah Pommern, Silesia (mungkin juga Polandia) kedaulatan dan supremasi Keuskupan Agung Magdeburg atas Gereja Polandia.
Bolesław menikah dua kali. Pernikahan pertamanya adalah dengan seorang putri Kiev, Zbysława yang memberinya alasan untuk ikut campur di dalam urusan militer dalam negeri Rusia. Setelah kematian istri pertamanya, Bolesław menikahi seorang bangsawan wanita berkebangsaan Jerman, Salomea dari Berg, yang di dalam beberapa cara menyebabkan perubahan kebijakan luar negeri Polandia, di paruh kedua pemerintahannya, Pangeran berusaha untuk memulihkan hubungan diplomatik dengan tetangganya di barat.[3] Tindakan terakhirnya diduga adalah tindakannya yang paling penting, yaitu wasiatnya yang dikenal sebagai "Undang-undang Suksesi" dimana ia membagi negara di antara putra-putranya, yang mengarah ke fragmentasi feodal Kerajaan Polandia selama hampir 200 tahun.
Bolesław III telah diakui oleh historiografi sebagai simbol aspirasi politik Polandia hingga memasuki abad ke-19.[4] Ia juga menjunjung tinggi kemandirian Keuskupan Gniezno, meskipun gagal untuk sementara pada tahun 1130-an. Meskipun keberhasilannya tidak diragukan, ia melakukan kesalahan politik yang serius, terutama terhadap Zbigniew, saudara tirinya. Kejahatan terhadap Zbigniew dan hukumannya menunjukkan ambisi besar Bolesław serta kemampuannya untuk berkompromi di dalam politik.[5]
Masa kecil
Situasi Polandia pada tahun 1080-an
Pada tahun 1086 penobatan Vratislav II sebagai Raja Bohemia, dan keselarasan dengan László I, Raja Hungaria, mengancam posisi penguasa Polandia, Pangeran Władysław I Herman.[6][7] Oleh karena itu, pada tahun yang sama Władysław I dipaksa untuk mengingat pengasingan Hungaria putra tunggal Bolesław II yang Dermawan dan ahli waris yang sah atas takhta Polandia, Mieszko Bolesławowic. Sekembalinya, Bolesławowic muda menerima pengalihan wewenang pamandanya dan menyerahkan tuntutan warisannya atas mahkota Polandia dan sebagai gantinya ia akan ditempatkan di urutan pertama untuk menggantikannya.[8] Sebagai imbalannya, Władysław I Herman menyerahkan distrik Kraków kepada keponakannya.[9] Situasi semakin rumit bagi Władysław I Herman karena kurangnya ahli waris laki-laki yang sah, putra sulungnya, Zbigniew bukan keturunan yang sah dan diaku oleh gereja.[10][11] Dengan kembalinya Mieszko Bolesławowic ke Polandia, Władysław I menetralkan hubungan dengan kerajaan Hungaria serta Rus Kiev (pernikahan Mieszko Bolesławowic dengan seorang putri Kiev yang diatur pada tahun 1088).[12] Tindakan-tindakan ini memperkuat kekuasaan Herman dan mengurangi ketegangan selanjutnya di dalam urusan internasional.[13]
Kelahiran Bolesław, nama, dan julukan
Namun kurangnya ahli waris yang sah, tetap menjadi keprihatinan Władysław I dan pada tahun 1085 ia dan istrinya Judith dari Bohemia mengirimkan hadiah-hadiah besar, diantaranya adalah sebuah patung berukuran seorang anak yang terbuat dari emas, kepada BenediktinGilles[14] di Saint-Gilles, Provence untuk memohon keturunan.[15][16] Para utusan Polandia dipimpin oleh paderi pribadi adipati wanita Judith, Piotr.[17]
Tanggal lahir Bolesław terkait erat dengan kematian ibundanya, Judith. Kenyataan ini dibuktikan dengan sumber-sumber modern:
Gall Anonim di dalam Cronicae et gesta ducum sive principum Polonorum menyatakan bahwa adipati wanita Judith melahirkan Bolesław pada hari Santo Stefanus[18] (yang hari peringatannya sejak abad ke-11 jatuh pada tanggal 20 Agustus). Namun kesehatan adipati wanita tersebut tidak pernah pulih dari melahirkan dan meninggal pada malam natal[18] (yaitu 24–25 Desember). Gall tidak menulis tanggalnya di dalam babadnya.
Cosmas dari Praha menulis dengan bahasa Latin di dalam Chronica Boëmorum ("Chronicle of Bohemians") bahwa Bolesław lahir tiga hari sebelum kematian Judith, yang meninggal pada VIII Kalends Januari (25 Desember) tahun 1085.[19]
Kalendarz krakowski menyatakan bahwa adipati wanita Judith meninggal pada tanggal 24 Desember 1086,[20] dan hanya menunjuk bahwa kelahiran Bolesław jatuh pada tahun yang sama.[21]
Daftar kematian Biara Saint-Gilles melaporkan kematian Judith pada tanggal 24 Desember 1086.[22]
Rocznik kapituły krakowskiej (terkait erat dengan Kalendarz krakowski) yang menempatkan kematian Judith pada tanggal 24 Desember 1086.[23]
Sejarahwan August Bielowski menyatakan Bolesław dilahirkan oada tanggal 26 Desember 1085 dan kematian ibundanya dua hari kemudian, pada tanggal 28 Desember. Menurutnya, Gall Anonim telah membuat dua kesalahan. Pertama, bukan hari Minggu setelah hari raya Natal yang dituliskan salah di dalam hari Minggu Natal. Kedua, ia keliru hari Santo Stefanus (26 Desember) dengan perayaan Raja István dari Hungaria (20 Agustus). Kedua koreksi ini menyebabkan tanggal kelahiran Bolesław pada tanggal 26 Desember. Teori ini didukung oleh fakta bahwa pada tahun 1085, 28 Desember jatuh pada hari Minggu.[24]
Oswald Balzer membantah teori Bielowski dan menunjuk bahwa kematian Judith adalah di suatu malam di antara tanggal 24–25 Desember 1086, dan kelahiran Bolesław terjadi empat bulan sebelumnya, pada tanggal 20 Agustus. Menurutnya, jika Judith meninggal pada tanggal 24-24 Desember mungkin membedakan penentuan tanggal yang tepat dari kejadian tersebut. Seluruh sumber yang diketahui memiliki kebenaran dari catatan kematian Judith. Gall menulis bahwa Judith meninggal tak lama setelah melahirkan seorang putra. Sumber-sumber kemudian menafsirkan ini sebagai kematian di saat melahirkan dan Cosmas dari Praha mengikuti fakta ini, meskipun ia bukan yang pertama-tama menerima informasi tersebut. Oleh karena itu, kesalahannya berada di titik ini. Sebaliknya, hak yang dinyatakan oleh Gall, tanggal kelahiran Bolesław adalah 20 Agustus. Di dalam tradisi abad pertengahan setiap tahun yang dimulai pada tanggal 25 Desember. Dalam hal ini, laporan-laporan dari Cosmas harus disimpulkan bahwa Bolesław belum lahir pada tahun 1085. Namun informasi ini bertentangan dengan laporan dari Kalendarz krakowski, yang memberi tahun 1086. Judith menurut para penulis Kalendarz bergelar "regina Polonia" (Ratu Polandia di dalam bahasa Latin), dan gelar ini dapat dikaitkan dengan penobatan ayahandanya sebagai Raja Bohemia dan Polandia pada tanggal 15 Juni 1086 (menurut Cosmas).[25][26] Karol Maleczyński membantah argumen-argumen Balzer, yang menerima tanggal penobatan Vratislav II yang diberikan oleh Cosmas.[19] Namun sebagian besar peneliti menunjukkan bahwa penobatan itu berlangsung pada tanggal 15 Juni 1085, sehingga Judith dapat disebut sebagai Ratu setahun sebelumnya.[6][7]
Karol Maleczyński menetapkan bahwa kematian Judith terjadi di suatu malam pada sekitar tanggal 24–25 Desember 1085, dan Bolesław dilahirkan empat bulan sebelumnya, pada tanggal 20 Agustus. Para peneliti menemukan bahwa tanggal yang diberikan oleh Rocznik kapituły krakowskiej (24 Desember 1086) pendirian yang sama oleh Cosmas (25 Desember 1085). Perbedaan tahun dapat dijelaskan ke dalam berbagai gaya dari tanggal yang diikuti oleh Cosmas, yang memulai tahun menurut Kalender Julius pada tanggal 1 Januari dan hari raya Natal (Nativitate di dalam bahasa Latin) pada tanggal 25 Desember. For Maleczyński, Kazimierz Jasiński not consider this calendar difference who occurs only during the period 25–31 December.[27]
Arkeolog Wojciech Szafrański mengambil kembali teori Bielowski: Judith dari Bohemia meninggal pada tanggal 28 Desember 1085, dan Bolesław dilahirkan dua hari sebelumnya, pada tanggal 26 Desember. Menurut Szafrański Cosmas menggunakan VIII Kalends Januari, tanpa tanggal tertentu. Namun di dalam babad Gall harus dibaca bahwa Judith meninggal pada hari raya Natal, tetapi pada hari Minggu Octave Natal.[24] Menggunakan seperti perluasan hari, penyidik menentukan kelahiran Boleslaw pada hari peringatan Santo Stefanus (26 Desember).[28] Untuk alasan-alasan ini, tanggal 1085 yang diberikan oleh Bielowski benar menurutnya. Namun Jasiński menunjukkan kelemahan argumen dari Szafrański karena Gall menulis tentang Octave, tetapi secara khusus mengenai malam Natal, tetapi penyidik tidak mempertimbangkan semua sumber-sumber lain, serta hasil-hasil penelitian di dalam silsilah.[24]
Marian Plezia berpendapat bahwa Bolesław dilahirkan pada tanggal 2 September 1085 atau 1086.[29] Menurut Gall, hari raya Raja István dari Hungaria juga diperingati pada tanggal 2 September.[30] Jasiński menganggap teori ini tidak beralasan. Di Polandia hari raya Raja István dari Hungaria ditunjuk oleh Kalendarz krakowski dan kalendarz Kodeksu Gertrudy pada tanggal 20 Agustus. Selain itu, jika Bolesław dilahirkan pada tanggal 2 September, Gall mungkin akan dicatat bahwa ini adalah hari setelah perayaan Santo Gilles (1 September), yang berkaitan dengan perantara kelahirannya.[29]
Kazimierz Jasiński menempatkan kematian Judith pada suatu malam sekitar tanggal 24–25 Desember 1086[31] dan kelahiran Bolesław empat bulan sebelumnya, pada tanggal 20 Agustus.[32] Dalam hal ini, ia setuju dengan penemuan Balzer. Ia mendukung pandangannya dengan argumen-argumen tambahan: Seluruh sumber yang berbasis di dalam Rocznika kapituły krakowskiej yang hilang, dan teks yang dikenal berikutnya sumber ini mengacu pada peristiwa pada tahun 1086.[33] Cosmas, menulis babadnya beberapa dekade kemudian, yang mungkin diambil dari tradisi lisan dan dapat terjadi kesalahan ketika ia menempatkan tahun. Laporan-laporannya yang menempatkan kelahiran Bolesław tiga hari sebelum kematian ibundanya dilambangkan dengan waktu yang cukup singkat.[34]
Hari ini pandangan baik dari Jasiński dan Balzer paling banyak diakui, bahwa Bolesław kemungkinan besar lahir pada hari peringatan Raja István dari Hungaria, tanggal 20 Agustus 1086.[35]
Menurut Cosmas, Bolesław dinamakan seperti pamandanya, Bolesław II. Władysław I Herman tidak punya alasan untuk menunjuk putra pertamanya yang sah setelah kakandanya, tetapi mungkin dengan cara ini ia mencoba untuk menenangkan mantan sekutu pendahulunya.[36]
Julukan Bolesław adalah "bermulut mencong" (bahasa Polandia: Krzywousty) yang muncul dari sumber-sumber Polandia dan Latin abad ke-13: Genealogii płockiej (Criwousti)[37] dan Roczniku świętokrzyskim młodszym (Crzyvousti). Asal julukan ini diduga berasal dari abad ke-12 dan berhubungan dengan beberapa karakteristik fisik penguasa Polandia, yang tampak pada saat pemerintahannya.[36] Mungkin ia mulai dijuluki demikian setelah tahun 1114, karena Gall Anonim di dalam babadnya tidak pernah menyinggung hal tersebut.[38] Di dalam Kronice książąt polskich dan Kronice polsko-śląskiej Bolesław memenuhi syarat dari curvus, yang kepentingannya masih belum jelas. Menurut Kroniki o Piotrze Włostowicu di abad ke-14, Pangeran itu bungkuk (bahasa Latin: gibbosus) atau bermulut mencong.[36][39] Penulis kronik dari abad ke-15, Jan Długosz menulis:
Ia memiliki mulut yang mencong di satu sisi dan untuk itu ia disebut Bermulut mencong; namun ini tidak jelek melainkan menambahkan beberapa pesona di wajahnya.[40]
Pada tahun 1974, di Katedral Płock, dimana Bolesław dimakamkan menurut tradisi, sebuah proyek penelitian arkeologi dilakukan. Sebuah peti mati ditemukan mengandung tulang dari 16 orang laki-laki dan perempuan. Salah satu dari tengkorak tersebut, terdapat tengkorak seorang pria yang berusia 50 tahun yang cacat mandibula Mandibular Condylar Hyperplasia. M. Spórna, P. Wierzbicki: Słownik władców Polski i pretendentów do tronu polskiego, p. 66.</ref> Terdapat hipotesis bahwa tengkorak itu adalah Bolesław. Penentang teori ini menunjukkan bahwa ada seorang Pangeran dengan nama serupa bertahun-tahun setelah kematiannya, dan kontemporer Gall tidak menyebutkan cacat fisik di dalam babadnya. Pembela dari hipotesis ini berpendapat bahwa karya Gall memiliki karakteristik Panegirik untuk menghormati Bolesław, karena penuli sejarah tidak menyebutkan kelemahan fisiknya. Juga dispekulasikan bahwa kerusakan tulang terjadi sebagai akibat dari komplikasi-komplikasi persalinan, yang menyebabkan kematian ibundanya beberapa bulan kemudian.[41]
Julukan Boleslaw juga dijelaskan dengan cara lain. Menurut legenda, Boleslaw menghantam wajahnya ke dinding setelah menyaksikan sikap tunduk ayahandanya kepada Jerman dan Ceko.[42] Menurut Jan Długosz, Pangeran di masa mudanya menderita penyakit maag, yang menyebabkan perubahan bentuk wajahnya.[43] Menurut historiografi kuno, ia mendapat julukan Bermulut mencong atas sumpah palsunya.[44][45]
Tahun-tahun awal
Setelah kelahiran Bolesław, iklim politik di negara itu berubah. Posisi Bolesław sebagai ahli waris terancam oleh kehadiran Mieszko Bolesławowic, yang telah berusia tujuh belas tahun saat itu dan terlebih lagi, dengan perjanjian Władysław I Herman sendiri, yaitu urutan pertama yang menjadi ahli waris. Di dalam segala kemungkinan situasi ini yang diambil sang pangeran dengan kematian muda Mieszko pada tahun 1089.[46] Pada tahun yang sama, putra pertama Wladyslaw I Herman, Zbigniew dikirim ke biara Quedlinburg, Sachsen.[47] Hal ini menunjukkan bahwa Wladyslaw I Herman bermaksud untuk menyingkirkan Zbigniew dengan menjadikannya seorang biarawan, dan oleh karena itu menghalanginya dari kesempatan suksesi.[48][49] Hal ini menghilangkan dua penuntut takhta Polandia, dan mengamankan warisan Bolesław muda serta mengurangi oposisi Wladyslaw I Herman di kalangan bangsawan.[50] Namun tak lama setelah kenaikan takhtanya, Władysław I Herman dipaksa oleh para baron untuk menyerahkan wewenang de facto kepada Comte Palatinus Sieciech. Peristiwa ini mungkin terjadi karena Herman berutang takhta kepada para baron yang paling berkuasa yang berasal dari Sieciech.[51][52]
Pada sekitar waktu itu, Władysław I Herman menikah lagi. Mempelainya adalah Judith-Maria, putri Kaisar Heinrich III dan janda Raja Salamon, Raja Hungaria, yang setelah menikah mengganti namanya menjadi Sophia untuk membedakan dirinya dari istri pertama Władysław I Herman. Melalui pernikahan tersebut Bolesław mendapatkan tiga atau empat saudari tiri, dan ia tetap menjadi putra tunggal yang sah dan ahli waris. Diyakini bahwa adipati wanita yang baru dengan aktif membantu Sieciech di dalam rencananya untuk mengambil alih negara dan bahwa ia menjadi kekasihnya.[51][53]
Posisi Sieciech di Polandia
Pada tahun 1090 tentara Polandia di bawah komando Sieciech berhasil menguasai Pommern Gdańsk, meskipun untuk waktu yang singkat. Kota-kota besar yang ditempatkan oleh tentara Polandia, dan sisanya dibakar untuk menggagalkan perlawanan di masa depan. Beberapa bulan kemudian, pemberontakan elit pribumi menyebabkan restorasi kemerdekaan wilayah tersebut dari Polandia.[54] Tahun berikutnya sebuah ekspedisi hukuman diselenggarakan, demi memulihkan Pommern Gdańsk. Kampanye diputuskan di pertempuran Sungai Wda, dimana para ksatria Polandia menderita kekalahan meskipun dibantu pasukan Bohemia.[55]
Masa kecil Pangeran Bolesław terjadi pada saat migrasi politik besar-besaran dari Polandia berlangsung,[56] karena represi politik Sieciech ini.[57][58] MSebagian besar elit yang menjadi pengungsi politik menemukan sebuah tempat berlindung yang aman di Bohemia. Konsekuensi lain dari penganiayaan politik Sieciech adalah penculikan Zbigniew oleh musuh Sieciech dan kembalinya dari luar negeri pada tahun 1093.[58] Zbigniew mengungsi ke Silesia, sebuah kubu sentimen negatif baik bagi Sieciech serta pelindung nominalnya, Władysław I Herman.[58][59] Dengan absennya Sieciech dan Bolesław, yang ditangkap oleh Hungaria dan dijadikan tawanan, Pangeran Władysław I kemudian melakukan ekspedisi pidana ke Silesia, yang tidak berhasil dan kemudian mewajibkannya mengakui Zbigniew sebagai seorang ahli waris yang sah.[58] Pada tahun 1093 Władysław I menandatangani UU Legitimasi yang menjamin Zbigniew hak-hak keturunan dari garisnya. Zbigniew juga diberikan hak atas takhta. Setelah Sieciech dan Bolesław melarikan diri dari Hungaria, sebuah ekspedisi melawan Zbigniew dilancarkan oleh Comte Palatinus. Tujuannya adalah untuk menghapuskan UU Legitimasi tersebut. Para kontestan yang bertemu di pertempuran Gopło pada tahun 1096, dimana pasukan Sieciech memusnahkan para pendukung Zbigniew. Zbigniew sendiri ditawan, tetapi ia dibebaskan setahun kemudian pada bulan Mei 1097, atas campur tangan dari para uskup.[60][61] Pada saat yang sama hak-haknya yang dijamin oleh UU Legitimasi dipulihkan.[62]
Bersamaan dengan itu migrasi besar bangsa Yahudi dari Eropa Barat ke Polandia dimulai pada sekitar tahun 1096, di sekitar waktu terjadinya Perang Salib Pertama. Aturan toleran Władysław I Herman menarik bangsa Yahudi yang mengizinkan untuk menetap di seluruh kerajaan tanpa batas. Pangeran Polandia memiliki perhatian besar terhadap Ibrani Diaspora, karena ia memahami pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi negara.[63] Warga Yahudi yang baru segera mendapatkan kepercayaan bangsa kafir di masa pemerintahan Bolesław III.
Masa muda
Pembagian negara
Mengingat ketidaksetujuan ayahandanya, dan setelah mengetahui rencana-rencana Sieciech dan Adipati wanita Judith-Sophia untuk mengambil alih negara Zbigniew memperoleh sekutu di diri pangeran muda Bolesław. Kedua saudara itu menuntut kendali pemerintahan harus diserahkan kepada mereka. Namun sulit untuk dipercaya bahwa Bolesław membuat keputusan mandiri pada saat itu karena ia hanya berusia dua belas tahun. Hal ini hanya dijadikan sebagai alasan bahwa di tahap ini ia hanyalah sebuah pion dari perebutan kekuasaan Baron. Namun Władysław I Herman, setuju untuk membagi wilayah di antara saudara,[64] masing-masing diberikan provinsi sendiri-sendiri sedangkan sang Pangeran – Władysław I sendiri – terus mengendalikan Mazovia dan ibu kotanya di Płock. Władysław juga mempertahankan kendali satu kota yang paling penting yaitu Wrocław, Kraków dan Sandomierz.[65][66] Provinsi Zbigniew mencakup Polandia Besar termasuk Gniezno, Kuyavia, Tanah Łęczyca dan Tanah Sieradz. Bolesław’s territory included Polandia Kecil, Silesia dan Tanah Lubusz.[67]
Pembagian negara dan tunjangan Bolesław dan Zbigniew untuk memimpin bersama-sama sangat mengkhawatirkan Sieciech, yang kemudian mulai mempersiapkan untuk membuang saudaranya. Sieciech mengerti bahwa pembagian negara akan melemahkan posisinya.[68] Ia memulai penyelesaian masalah militer dan mendapat dukungan sang pangeran untuk itu.[69] Posisi Władysław I dipandang sebagai ambigu karena ia memilih untuk mendukung Sieciech bukan putra-putranya.[70]
Perang melawan Sieciech
Menanggapi persiapan-persiapan Sieciech ini Bolesław dan Zbigniew membuat aliansi. Peristiwa ini berlangsung di sebuah majelis populer atau Veche yang diselenggarakan di Wrocław oleh seorang raja yang bernama Skarbimir dari keluarga Awdaniec. Disana diputuskan untuk menghapus wali Bolesław, seorang bangsawan yang bernama Wojslaw yang merupakan kerabat Sieciech, dan mengatur ekspedisi melawan Palatinus. Selanjutnya, pada tahun 1099, tentara Comte Palatinus dan Pangeran Herman bertemu dengan pasukan Zbigniew dan Bolesław di dekat Żarnowiec di Pilica. Disana kekuatan pasukan Bolesław dan Zbigniew mengalahkan pasukan Sieciech, dan Władysław I Herman terpaksa menghapus Sieciech dari posisi Comte Palatinus untuk selamanya.[68] Pada tahun yang sama, pada hari raya Natal, Bolesław menyimpulkan perdamaian berumur pendek dengan Bohemia. Perjanjian tersebut disimpulkan di Žatec.[71] Menurut Cosmas, Bolesław mengangkat Miecznik (pembawa pedang) pamandanya Bretislav II dari Bohemia. Selain itu, pangeran muda akan membayar sejumlah 100 keping perak tipis dan 10 talenta emas setiap tahun sebagai penghormatan kepada Bohemia (di sekitar tanah Silesia, yang upetinya ia bayar kepada Władysław I).[72]
Pasukan pemberontak kemudian selanjutnya mengarah ke Sieciechów,[73] dimana Palatinus berlindung. Pada titik ini, Pangeran memutuskan untuk menggulingkan ayahanda mereka. Oposisi mengirim Zbigniew dengan kontingen bersenjata ke Mazovia, dimana ia mengambil kekuasaan dari Płock, sementara Bolesław diarahkan ke Selatan. Tujuannya adalah mengepung ayahanda mereka, Pangeran Władysław I. Pangeran memprediksikan manuver ini dan mengirim pasukannya kembali ke Mazovia. Di lingkungan Płock pertempuran itu akhirnya digabungkan dan pasukan Władysław I dikalahkan. Pangeran itu kemudian dipaksa untuk mengasingkan Sieciech dari negara tersebut.[74] Palatinus meninggalkan Polandia pada sekitar tahun 1100/1101.[68] Ia dikenal sebagai orang asing di tanah Jerman. Ia akhirnya kembali ke Polandia namun tidak memainkan peran politik lagi. Ia diduga telah dibutakan.[52]
Tahun-tahun pertama pemerintahan
Perjuangan untuk supremasi (1102–06)
Władysław I Herman meninggal pada tanggal 4 Juni 1102.[75] Negara itu dibagi menjadi dua provinsi yang masing-masingnya dikelola oleh salah satu putra mendiang pangeran. Luas masing-masing provinsi yang diberikan sang pangeran sangat menyerupai wilayah-wilayah yang diberikan oleh ayahanda mereka tiga tahun sebelumnya, satu-satunya perbedaan adalah bahwa Zbigniew juga mengendalikan Mazovia dengan ibu kotanya di Płock, memerintah bagian utara kerajaan, sedangkan adik tirinya, Bolesław memerintah di bagian selatan.[76] Dengan cara ini dua negara yang hampir terpisah telah diciptakan.[77] Menurut beberapa sejarawan, Zbigniew mencoba untuk memainkan peran princeps atau maharaja,[78] karena pada saat itu Bolesław hanya berusia 16 tahun. Karena ia masih belum berpengalaman memerintah langsung wilayah-wilayahnya, bangsawan lokal berkumpul di sekelilingnya dan mengambil pengaruh besar di dalam urusan politik, termasuk gurunya, Skarbimir dari Wangsa Awdaniec.[79]
Mereka melaksanakan kebijakan yang terpisah secara internal maupun eksternal. Mereka masing-masing mencari aliansi dan kadang-kadang musuh satu sama lain. Begitu pula yang terjadi dengan Pommern, dimana Bolesław mengarahkan ambisinya. Zbigniew, yang negaranya berbatasan dengan Pommern, ingin menjaga hubungan baik dengan tetangganya di utara. Bolesław, ingin memperluas kekuasaannya dan ia menyelenggarakan beberapa serangan ke Pommern dan Prusia.[75] Pada musim gugur tahun 1102 Bolesław mengatur sebuah pesta perang ke Pommern dimana pasukannya dijarah di Białogard.[80]
Sebagai balasannya, Suku Pommern mengirim pasukan perang ke wilayah Polandia, tetapi karena Pommern berbatasan dengan wilayah Zbigniew, razia tersebut melanda tanah sang pangeran yang tidak bersalah. Oleh karena itu, untuk mendesak Bolesław, Zbigniew bersekutu dengan Bořivoj II dari Bohemia, dengan siapa ia berjanji untuk membayar upeti atas bantuannya.[79] Dengan menyelaraskan diri dengan tetangga selatan Bolesław, Zbigniew berharap dapat memaksa Bolesław untuk menghentikan serangan ke dalam Pommern. Di sisi lain, Bolesław, bersekutu dengan Rus Kiev dan Hungaria. Pernikahannya dengan Zbysława, putri Sviatopolk II dari Kiev Iziaslavich pada tahun 1103, adalah untuk menyegel aliansi diantaranya dengan pangeran Kiev.[81] Namun langkah diplomatik pertama Bolesław adalah untuk mengakui Paus Paskalis II, yang menjadikannya oposisi yang kuat dengan Kekaisaran Romawi Suci. Kunjungan kemudian wakil paus Gwalo, Uskup Beauvais yang membawa urusan-urusan Gereja ke dalam ordo, juga turut meningkatkan pengaruh Bolesław.[82]
Zbigniew menolak untuk menghadiri pernikahan Bolesław dan Zbyslava. Ia melihat ikatan ini dan aliansi dengan Kiev sebagai sebuah ancaman serius. Berkat sebuah suap,[83] oleh karena itu ia membujuk sekutunya, Bořivoj II dari Bohemia untuk menyerang provinsi Bolesław, seolah-olah untuk menuntut mahkota Polandia.[84] Bolesław membalas dengan ekspedisi-ekspedisi ke Moravia pada tahun 1104–05, yang membuat pangeran muda bukan hanya menjarah namun juga menghancurkan aliansi Suku Pommern dan Zbigniew.[85] Ketika pasukan kembali, satu bagian yang dipimpin oleh Żelisław dikalahkan oleh Bohemia. Bolesław, yang memimpin bagian lainnya tidak dapat mengalahkan mereka. Skarbimir, berkat suapan bisa menghentikan Bořivoj II. Dengan sejumlah besar uang, penguasa Bohemia itu kembali ke tanah airnya dan menyimpulkan perdamaian yang seumur jagung dengan Bohemia. Kemudian Bořivoj II mengakhiri aliansinya dengan Zbigniew.[83] Dalam rangka untuk melumpuhkan aliansi Pommern dan kakandanya, Bolesław melakukan beberpaa serangan di wilayah bagian utara pada tahun 1103 (pertempuran Kołobrzeg, dimana ia menang[86]), dan pada tahun 1104–05, berakhir dengan kesuksesan.[87]
Ikut campur Bolesław di dalam sengketa dinastik di Hungaria membawanya ke dalam situasi politik yang sulit. Awalnya, ia mendukung pembela Almoš, dan berbaris ke Hungaria untuk menolongnya. Namun selama pengepungan Abaújvár pada tahun 1104, Álmos berubah pikiran dan percakapan perdamaian dibuat dengan saudara dan saingan Raja Kálmán, yang pada titik ini adalah sekutu Zbigniew. Bolesław kemudian menarik pasukannya dari Hungaria dan pada tahun 1105 membuat sebuah perjanjian dengan Kálmán. Diputuskan kemudian bahwa Bolesław tidak mendukung Álmos melawan aliansi Kálmán-Zbigniew. Selain itu, Raja Hungaria memutuskan perjanjiannya dengan Kerajaan Bohemia.[88] Sengketa dinasti di Praha di antara Bořivoj II dan sepupunya Svatopluk menyebabkan campur tangan Bolesław dan sekutunya Raja Kálmán yang mendukung Svatopluk, dengan tujuan utama untuk menempatkannya di atas takhta Bohemia.[89] Namun pemberontakan baru Álmos memaksa Kálmán dan pasukannya kembali ke Hungaria. Bolesław juga memutuskan untuk mundur. Svatopluk mencoba untuk menguasai kota seorang diri, tetapi menderita kekalahan berat; upayanya untuk merebut kekuasaan di Bohemia tidak berhasil.[90]
Juga pada tahun 1105, Bolesław mengadakan perjanjian dengan saudara tirinya, dengan cara yang sama seperti beberapa tahun sebelum membuatnya dengan ibu tiri mereka Judith-Sophia (yang di dalam pertukaran dari Oprawa wdowia yang berlimpah (mahar tanah), yang menjamin netralitasnya di kontes politik Bolesław dengan Zbigniew[87]). Perjanjian yang ditandatangani di Tyniec, adalah sebuah kompromi dari kedua bersaudara di dalam kebijakan luar negeri; namun tidak ada kesepakatan mengenai Pommern yang ditetapkan disana.[91] Setahun kemudian, perjanjian tersebut berakhir ketika Zbigniew menolak untuk membantu saudara tirinya di dalam perjuangannya melawan Pommern. Ketika berburu, Bolesław mendadak di serang oleh mereka. Di dalam pertempuran, pangeran muda itu hampir kehilangan nyawanya. Bohemia menggunakan keterlibatan Bolesław di dalam urusan-urusan Pommern sebagai alasan untuk menyerang Silesia. Sang pangeran mencoba kembali untuk mendirikan aliansi dengan saudara tirinya tanpa keberhasilan.[92] Efek dari penolakan ini adalah pemulihan hubungan dengan Kerajaan Bohemia pada tahun 1106. Bolesław berhasil menyuap Bořivoj II dan membuatnya bergabung di dalam timnya untuk melawan Zbigniew dan segera bersekutu dengan Kálmán dari Hungaria. Dengan bantuan sekutu-sekutu Kiev dan Hungaria, Bolesław menyerang wilayah Zbigniew dan memulai perang saudara untuk kekuasaan tertinggi di Polandia.[93] Pasukan sekutu Bolesław dengan mudah menguasai kota yang paling penting termasuk Kalisz, Gniezno, Spycimierz dan Łęczyca,[94] pada dasarnya mengambil setengah wilayah Zbigniew. Melalui mediasi Baldwin, Uskup Kraków, sebuah perjanjian damai ditandatangani di Łęczyca,[95] dimana Zbigniew dengan resmi mengakui Bolesław sebagai Pangeran Agung di seluruh Polandia. Namun ia diizinkan untuk mempertahankan Mazovia sebagai sebuah perdikan.[96]
Penguasa tunggal Polandia
Ekspedisi pertama ke Bohemia dan pengasingan Zbigniew
Pada tahun 1107 Bolesław III bersama dengan sekutunya Raja Kálmán dari Hungaria menyerang Bohemia untuk membantu Svatopluk memperoleh takhta Ceko. Ikut campur di dalam suksesi kerajaan Ceko dimaksudkan untuk mengamankan kepentingan Polandia selatan.[97] Ekspedisi itu sangat sukses: pada tanggal 14 Mei 1107 Svatopluk dilantik sebagai Adipati Bohemia di Praha.[98]
Kemudian pada tahun itu Bolesław melakukan sebuah ekspedisi untuk menghukum saudaranya, Zbigniew. Alasan untuk ini adalah bahwa Zbigniew tidak mematuhi perintahnya dan telah menolak untuk membakar salah satu benteng di Kurów di dekat Puławy.[99] Alasan lainnya adalah bahwa Zbigniew tidak melakukan tugasnya sebagai seorang vasal dengan tidak memberikan bantuan militer kepada Bolesław untuk kampanye melawan suku Pommern. Pada musim dingin tahun 1107–08 dengan bantuan sekutu-sekutu Kiev dan Hungaria, Bolesław memulai kampanye akhir untuk melepaskan diri dari Zbigniew. Pasukannya menyerang Mazovia dan dengan cepat mendesak Zbigniew untuk menyerah. Setelah itu Zbigniew dibuang dari negara itu dan dengan para pengikutnya mengungsi di Praha, dimana ia mendapat dukungan dari Svatopluk.[100] Sejak saat itu, Bolesław menjadi penguasa tunggal di wilayah Polandia,[94][101] meskipun ia mulai memimpin sesungguhnya pada tahun 1107 ketika Zbigniew membayar penghormatan kepadanya.[95]
Pada tahun 1108 keseimbangan kekuasaan di Eropa berubah. Svatopluk memutuskan untuk memberi penghormatan kepada Kaisar Heinrich V sebagai imbalan penobatan resmi Bohemia. Di saat yang sama, Raja Kálmán dari Hungaria diserang oleh pasukan gabungan Kekaisaran Romawi Suci dan Bohemia. Svatopluk juga mengarahkan serangan ke Polandia; di dalam ekspedisi ini Zbigniew dan para pengikutnya ambil bagian. Bolesław menghindari konfrontasi langsung karena ia disibukkan oleh Pommern. Sekarang koalisi Hungaria-Polandia memutuskan untuk memberikan bantuan dan melindungi Bořivoj II.[100] Belakangan pada tahun itu, Bolesław dan Kálmán melaksanakan ekspedisi baru ke Bohemia. Ekspedisi ini dipicu oleh sernagan koalisi Jerman-Bohemia ke Hungaria (pengepungan ke Kastil Pozsony)[102] dan fakta bahwa Svatopluk yang berutang Bolesław takhtanya, tidak menghormati janjinya dimana ia mengembalikan kota-kota Silesia yang disita dari Polandia (antara lain Racibórz, Kamieniec, Koźle) dengan para pendahulunya.[103] Bolesław kemudian memutuskan untuk memulihkan Bořivoj II ke atas takhta Bohemia. Upaya ini tidak berhasil[95] karena serangan suku Pommern. Bolesław terpaksa membawa pasukannya ke utara, dimana serangan dapat ditolak. Karena situasi tersebut terjadi, Bořivoj II gagal merebut kembali takhtanya.[102]
Perang Polandia-Jerman tahun 1109
Menanggapi agresifnya kebijakan luar negeri Bolesław, raja Jerman dan Kaisar Romawi SuciHeinrich V melaksanakan sebuah ekspedisi untuk menghukum Polandia pada tahun 1109.[104] Di dalam pertempuran ini, Heinrich V dibantu oleh para ksatria Bangsa Ceko yang disediakan oleh Svatopluk dari Bohemia. Alasan perang tersebut diduga karena pengeksilan Zbigniew dan restorasinya. Bolesław menerima ultimatum dari raja Jerman: ia akan mengabaikan ekspedisi tersebut hanya jika Zbigniew dipulihkan dengan setengah wilayah Polandia sebagai pemimpin, pengakuan resmi Kekaisaran Romawi Suci sebagai tuan dan bayaran sebesar 300 keping perak tipis sebagai upetinya.[105] Bolesław menolak. Selama negosiasi di antara Jerman dan Polandia, dan penguasa Polandia di tengah-tengah peperangan melawan Pommern. Di sisi barat Sungai Oder, Polandia, Heinrich V buru-buru mengumpulkan para ksatrianya untuk ekspedisinya melawan Polandia.[105] Sebelum pertempuran berkahir di Pommern, pasukan Jerman hampir mencapai Głogów.[106]
Operasi militer tersebut terutama terjadi di barat daya Polandia, di Silesia, dimana pasukan Heinrich V mengepung benteng-benteng utama Głogów, Wrocław dan Bytom Odrzański. Pada saat ini bersama dengan pertahanan kota, Bolesław melakukan perang gerilya melawan Kaisar Romawi Suci dan sekutu-sekutunya. Ia dilaporkan mengalahkan ekspedisi di Pertempuran Hundsfeld pada tanggal 24 Agustus 1109,[105][107] meskipun keberadaan pertempuran ini diragukan oleh para sejarawan karena pertama kali dicatat pada sekitar seabad kemudian.[108][109]
Ekspedisi kedua ke Bohemia
Pada tahun 1110 Bolesław melaksanakan sebuah ekspedisi militer yang gagal melawan Bohemia. Tujuannya adalah untuk menempatkan ahli waris lainnya ke atas takhta Ceko, Soběslav I,[110] yang mencari perlindungan di Polandia. Selama kampanye kemenangan yang menentukan melawan Ceko di Pertempuran Trutina pada tanggal 8 Oktober 1110;[111] namun setelah pertempuran ini ia memerintahkan pasukannya untuk mundur dari serangan lebih lanjut terhadap Bohemia. Alasan untuk ini dispekulasikan karena ketidakpopuleran Soběslav I di antara bangsa Ceko dan juga karena keengganan Bolesław untuk memperburuk hubungan dengan Kekaisaran Romawi Suci. Pada tahun 1111 gencatan senjata di antara Polandia dan Kekaisaran Romawi Suci ditandatangani yang menyatakan bahwa Soběslav I dapat kembali ke Bohemia dan Zbigniew dapat kembali ke Polandia.[112] Bolesław mungkin juga setuju saudara tirinya kembali akibat dari tekanan dari banyak pendukung pangeran yang diasingkan pada tahun 1108, yang menurut laporan Gallus Anonymus dikelilingi oleh penasihat-penasihat buruk (di dalam kelompok ini yang paling tidak disukai Bolesław mungkin adalah Martinus, Uskup Agung Gniezno[113]). Setelah berada di Polandia, Zbigniew dapat menuntut kedaulatan atas wilayah sebelumnya atas dorongan dari kelompok ini. Langkah pertama dari tahap ini adalah kehadirannya di dalam upacara Adven (yang dilarang oleh Bolesław setelah mengakuinya sebagai tuan di Łęczyca pada tahun 1107),[114] yang hanya diperuntukkan bagi para penguasa. Zbigniew tiba dengan dikelilingi oleh para pejabat, yang sebelumnya disambut dengan pedang. Tindakan ini dapat dianggap oleh Boleslaw sebagai tindakan pengkhianatan[115] dan menyebabkan pelanggaran definitif di dalam hubungan mereka, dimana Zbigniew adalah vasal dan Boleslaw penguasa.[116] Mungkin faktor-faktor ini mempengaruhi keputusan Bolesław untuk menghukum Zbigniew: setahun kemudian, pada tahun 1112, ia dibutakan atas perintah Bolesław.[117]
Ekskomunikasi
Pembutaan Zbigniew menimbulkan reaksi negatif yang kuat di antara pengikut-pengikut Bolesław. Tidak seperti pembutaan di timur, pembutaan di abad pertengahan Polandia tidak dilakukan dengan membakar mata keluar dengan tongkat besi panas merah atau pisau, melainkan dengan teknik yang jauh lebih brutal yang menggunakan sebuah tang khusus. Korbannya kemudian dibuat untuk membuka matanya dan jika mereka tidak melakukannya, maka kelopak mata mereka juga akan dicungkil.
Sumber kontemporer tidak memberikan informasi yang jelas jika Bolesław memang dikecualikan dari komunitas Gereja.[118] Umumnya dipercaya bahwa Uskup Agung Marcin dari Gniezno (seorang pendukung kuat Zbigniew) mengekskomunikasikan Bolesław atas tindakannya terhadap saudara tirinya itu.[119] Ekskomunikasi itu membebaskan seluruh pengikut Bolesław dari sumpahnya untuk taat. Sang pangeran dihadapkan dengan kemungkinan nyata pemberontakan yang mengasingkan Bolesław. Melihat situasi yang genting ini Bolesław mencari penebusan dosa adat yang akan mendamaikan imamat tinggi. Menurut Gall Anonim, Bolesław pertama-tama berpuasa selama empat puluh hari dan memberikan hadiah-hadiah kepada masyarakat miskin:
(...)Ia tidur di atas abu dan pakaian berkabung, di antara aliran air mata dan isak tangis, karena ia meninggalkan persekutuan dan percakapan dengan rakyat.[120]
Terdapat kemungkinan bahwa Bolesław memutuskan untuk mengadakan upacara penebusan dosa publik sebagai akibat dari respon publik yang negatif terhadap pembutaan Zbigniew. Niatnya adalah untuk membangun kembali kekuasaannya melemah dan mendapatkan penilaian baik dari para pendukung Zbigniew.[121] Hukuman membutakan digunakan di Eropa pada abad pertengahan untuk para bangsawan yang memberontak. Tindakan Bolesław melawan saudara tirinya dapat diterima oleh masyarakat Polandia sebagai pelanggaran prinsip solidaritas di antara anggota wangsa yang berkuasa, menerima dasar dari ketertiban umum.[122]
Menurut Gall, Bolesław juga mencari dan menerima pengampunan dari saudara tirinya. Selanjutnya untuk menebus dosanya, sang pangeran berziarah ke Hungaria ke biara-biara Santo Gilles di Somogyvár dan Raja Santo Stefanus di Székesfehérvár. Ziarah ke Biara Santo Gilles juga memiliki tujuan politik; Bolesław memperkuat hubungan persahabatan dan aliansi dengan Wangsa Árpád.[123] Setelah kembali ke Polandia, Bolesław bahkan pergi ke Gniezno untuk membayar penebusan dosa lebih lanjut di makam Santo Adalbertus, rakyat miskin dan ulama menerima banyak hadiah-hadiah mahal dari sang pangeran.[124] Hanya setelah ekskomunikasi itu akhirnya dicabut.[125] Tindakan penyesalan pangeran Polandia membuat komitmen jelas untuk Gereja.[126]
Tidak ada informasi yang selamat mengenai kematian Zbigniew. Di dalam obituari biara Benediktin di Lubiń tanggal 8 Juli 1113 dilaporkan kematian seorang biksu di Tyniec yang disebut saudara Zbigniew. Para sejarawan percaya bahwa ia adalah saudara tiri Bolesław. Informasi menandakan bahwa tempat pemakamannya berada di biara Benediktin di Tyniec.[127]
Pemisahan Pommern pada masa pemerintahan Kazimierz I Odnowiciel melemahkan negara Polandia, dan penguasa berikutnya di paruh kedua abad ke-11 tidak mampu menyatukan seluruh wilayah yang dulunya adalah milik Mieszko I dari Polandia dan Bolesław I sang Pemberani. Seluruh upaya yang dilakukan untuk merebut kembali wilayah itu gagal. Hanya setelah mengalahkan Zbigniew dan memukul mundur tuntutan-tuntutan Bohemia melawan Silesia pada tahun 1109, Bolesław III mampu mengarahkan ekspansi ke Barat, yang diinginkannya kembali ke Polandia.[128]
Memperkuat perbatasan Polandia-Pommern
Isu penaklukan Pommern menjadi kejaran seumur hidup Bolesław III. Tujuan-tujuan politiknya yang dua kali lipat; pertama – untuk memperkuat perbatasan Polandia di sisi sungai Noteć, kedua – untuk menundukkan Pommern dengan menguasai politik Polandia tanpa benar-benar menggabungkannya[129] dengan pengecualian Pommern Gdańsk dan sabuk selatan utara sungai Noteć yang diserap oleh Polandia. Pada tahun 1113 perbatasan utara telah diperkuat. Kota-kota benteng di perbatasan termasuk: Santok, Wieleń, Nakło, Czarnków, Ujście dan Wyszogród. Beberapa sumber melaporkan bahwa perbatasan dimulai dari mulut sungai Warta dan Oder di barat, lalu di sepanjang sungai Noteć sampai ke Sungai Vistula.[130]
Sebelum Bolesław III mulai berkembang di Pommern Gdańsk (Pomerelia), ia menormalisasi hubungan politiknya dengan Bohemia. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1114 pada sebuah konvensi besar di perbatasan sungai Nysa Kłodzka river.[103] Selain itu Bolesław juga membantu pangeran-pangeran Bohemia dari garis Premyslid: Vladislav I, Otto II dan Soběslav I. Pakta itu disegel oleh pernikahan Bolesław (seorang duda sejak istrinya Zbyslava meninggal[131]) dengan saudari ipar Vladislaus I dan Otto II, seorang wanita bangsawan Jerman yang bernama Salomea.[132]
Penaklukan Pommern Gdańsk
Setelah menormalisasi hubungan dengan Bohemia, Bolesław mengarahkan upayanya melawan Prusia, dan pada tahun 1115 ia berhasil memenangkan sebuah ekspedisi, dengan menjarah tanah suku mereka. Akibatnya, perbatasan timur-utara menjadi damai, yang memungkinkannya dengan bebas mempersiapkan serangan ke Pommern Gdańsk.[133] Penaklukan bagian dari tanah Pommern (yang dibuat pada tahun 1115–19), menobatkan perjuangan penguasa Polandia dengan waktu yang panjang. Hasilnya adalah penggabungan lengkap wilayah di Sungai Vistula, termasuk kastelan Nakło, ke Polandia.[134][135] Perbatasan-perbatasan utara mendirikan keadipatian Polandia yang diduga di sepanjang jalur sungai-sungai Gwda dan Uniesta (di kemudian hari kali arus sungai ini adalah batas di antara Pommern dan Slavik Oder). Terdapat kemungkinan bahwa perbatasan itu berada di sepanjang Łeba.
Para penguasa lokal yang ditaklukkan di Gdańsk dan Słupsk disingkirkan dari kekuasaan dan digantikan oleh bangsawan-bangsawan Polandia. Bolesław juga memperkenalkan organisasi ulama Polandia, yang dibuat untuk melindungi kepentingannya di wilayah tersebut. Namun wilayah tersebut menolak untuk mengikuti organisasi gereja. Penggabungan ke Gereja Polandia hanya terjadi selama tahun 1125–26 pada saat kunjungan wakil paus Gilles, Kardinal Tusculum.
Pemberontakan Skarbimir
Selama kampanye di Pommern, Bolesław dihadapkan dengan sebuah pemberontakan yang dilakukan oleh seorang Comte Palatinus Skarbimir yang berasal dari Wangsa Awdaniec. Pemberontakan tersebut ditumpas oleh sang pangeran pada tahun 1117[136] dan bansgawan yang memberontak itu dibutakan sebagai hukumannya. Konflik di antara Bolesław dan Wangsa Awdaniec sulit untuk dijelaskan karena sumber yang kurang memadai. Penyebabnya diduga karena pengaruh pertumbuhan keluarga, ambisi dan kecemburuan dari Skarbimir terhadap Bolesław dan poplaritasnya yang meningkat.[137] Faktor kemungkinan lain adalah keinginan untuk menempatkan Władysław II, putra pertama Bolesław, sebagai penguasa tunggal setelah kematiannya atau juga karena kekhawatiran Boleslaw akan kehilangan posisinya, seperti di dalam konflik dengan Sieciech.[137] Juga diduga bahwa Skarbimir berhubungan dengan suku Pommern dan Volodimer II Monomakh, Pangeran Agung Rus Kiev.[138] Historiografi abad pertengahan juga mengaitkan pemberontakan dengan Hukum Suksesi yang dikeluarkan oleh Boleslaw. Masalah dengan prinsip pewarisan muncul di antara tahun 1115 dan 1116 (setelah kelahiran putra keduanya, Leszek, putra pertama dari pernikahan keduanya). Menurut suatu hipotesis Skarbimir menolak menerima undang-undang yang mengubah kebiasaan-kebiasaan suksesi tradisional Polandia.[139] Di dalam penumpasan pemberontakan yang memainkan peran utama adalah Piotr Włostowic dari Wangsa Labedz, yang menggantikan Skarbimir sebagai Comte Palatinus.[137] Skarbimir yang dikalahkan hanya menerima hukuman ringan dari Bolesław.[140] Pemberontakan Skarbimir juga menenangkan kepentingan penaklukkan Pommern Gdańsk.[141]
Mungkin di dalam pemberontakan Skarbimir penguasa Rurikid, Vladimir II Monomakh dan putra-putranya ikut campur. Pada tahun 1118 Monomakh memasukkan Volhynia ke dalam wilayah-wilayahnya dan mengusir penguasanya, Yaroslav Sviatopolkovich,[141] yang mencari perlindungan pertama-tama di Hungaria,[142][143] dan kemudian di Polandia.[144] Di tempat Yaroslav ini, Monomakh menempatkan putranya Roman sebagai seorang penguasa di Volhynia, dan setelah kematian awalnya pada tahun 1119, menggantikannya dengan putranya yang lain, Andrew, yang pada tahun 1120 menyerang wilayah Polandia dengan bantuan Suku Kipchak. Setahun kemudian, Bolesław dengan Yaroslav yang dieksil (yang adalah saudara iparnya),[145] melaksanakan ekspedisi pembalasan ke Czermno.[142][146] Setelah ini, selama beberapa tahun Bolesław ikut campur di dalam sengketa-sengketa Wangsa Rurik.[141]
Selama tahun 1120-an pangeran-pangeran Kiev melanjutkan ekspedisi-ekspedisi mereka melawan Polandia. Netralitas kerajaan tetangga Kerajaan Peremyshl menyebabkan Comte Palatinus Piotr Włostowic,[147] yang pada tahun 1122 menangkap Pangeran Volodar.[148] Setahun kemudian Bolesław ikut campur lagi di Volhynia, dimana ia ingin memulihkan Yaroslav. Sebuah ekspedisi (yang dibantu oleh pasukan-pasukan Bohemia, Hungaria, Peremyshl dan Terebovl) gagal karena kematian Yaroslav dan perlawanan keras dari Volodymyr-Volynskyi yang dikepung, yang dibantu oleh para pendukung Skarbimir. Kegagalan ekspedisi militer ini menyebabkan gangguan hubungan Polandia-Hungaria-Halych.[141][146][149]
Penaklukkan Pommern Barat
Pada tahun 1121 (atau 1119[150]) Adipati-adipati Pommern Warcisław I dan Świętopełk I dikalahkan oleh pasukan Bolesław di pertempuran Niekładź di dekat Gryfice.[151] Pasukan Polandia menjarah Pommern, menghancurkan benteng-benteng aslinya, dan memaksa ribuan suku Pommern bermukim jauh ke dalam wilayah Polandia.[152] Ekspansi Bolesław lebih lanjut diarahkan ke Szczecin (1121–22). Ia sadar bahwa kota ini dipertahankan dengan baik oleh Sungai Oder dan benteng-bentengnya yang dibangun dengan baik, seperti Kołobrzeg. Satu-satunya cara untuk mendekati dinding itu adalah melalui perairan beku rawa di dekatnya. Dengan memanfaatkan elemen ini, Bolesław meluncurkan serangannya tepat ke arah itu, dan mengambil alih kota tersebut. Banyak dari penduduk yang dibunuh dan bagi yang selamat dipaksa untuk memberikan upeti kepada penguasa Polandia.[153]
Langkah lebih lanjut yang diambil diduga adalah berjuang di dalam pertempuran di sisi barat Sungai Oder, dimana Boleslaw telah menujukan wilayah ke Danau Morzyce (wilayah yang sekarang bahasa Jermannya adalah Müritz). Wilayah-wilayah tersebut berada di luar lingkup suku Pommern. Sejalan dengan ekspansi penguasa Polandia ke barat dilanjutkan dengan penaklukkan wilayah-wilayah ini oleh Lothar II, Kaisar Romawi Suci. Menurut sumber-sumber modern, pasukan Sachsen mendekati dari atas Sungai Elbe ke arah wilayah yang sekarang adalah Rostock. Mereka menaklukkan Warini, Sirsipania, Kesinia dan bagian dari suku-suku Tollenser.[154] Ekspansi yang dipimpin oleh dua penguasa ini mungkin hasil dari perjanjian yang tidak diketahui sebelumnya. Ini adalah langkah pertama untuk Kristenisasi kemudian tanah-tanah Pomern.[155]
Pada tahun 1122 Bolesław akhirnya menaklukkan Pommern Barat, yang menjadi perdikan Polandia. Adipati Warcisław I dipaksa untuk memberikan penghormatan kepada penguasa Polandia, dengan membayar upeti tahunan sebesar 500 marek perak tipis[156] dan kewajiban untuk memberikan bantuan militer ke Polandia atas permintaan Bolesław.[157][158] Pada tahun-tahun berikutnya, upeti dikurangi menjadi 300 marek.[159] Keberhasilan ini membuat Bolesław menaklukkan lebih lanjut. Pada tahun 1123 pasukannya bahkan mencapai Rügen, tetapi tidak menguasai wilayah-wilayah tersebut.[153]
Menurut historiografi modern, Bolesław mulai membayar upeti kepada Kaisar Heinrich V, setidaknya dari tahun 1135. Diduga bahwa jumlah sebesar 500 marek perak tipis pertahunnya. Tidak diketahui mengapa Bolesław mulai memberi penghormatan kepada Heinrich V, karena sumber-sumber tidak menyebutkan referensi mengenai penguasa Polandia menjadi negara pembayar upeti Kekaisaran Romawi Suci selama tahun 1121–35.[160]
Kristianisasi Pommern Barat
Di dalam rangka untuk memperkuat hubungan Polandia dan Pommern, Bolesław menyelenggarakan misi untuk mengkristenisasikan wilayah yang baru diperolehnya. Raja Polandia mengerti bahwa mengkristenisasi wilayah yang ditaklukkan akan menjadi sarana yang efektif untuk memperkuat kekuasaannya disana. Pada saat yang sama ia ingin menggabungkan Pommern ke Keuskupan Gniezno. Sayangnya upaya-upaya pertama yang dilakukan tidak mengalami kemajuan yang diinginkan.[161] Upaya lain yang secara resmi disponsori oleh Bolesław dan dipimpin oleh Bernard the Spaniard, yang melakukan perjalanan ke Wolin pada tahun 1122–23, berakhir dengan kegagalan lainnya.[162] Dua misi berikutnya yang dilakukan pada tahun 1124–25 dan 1128 oleh Uskup Otto dari Bamberg (yang disebut Rasul Pommern). Setelah berkonsultasi dengan Bolesław, Uskup Otto menetapkan tahap pertama kristenisasi wilayah tersebut pada tahun 1124. Di dalam misinya Otto menetap awalnya di istana Bolesław, dimana ia dilengkapi dengan peralatan yang sesuai, api dan beberapa ulama untuk perjalanannya ke Pommern.
Uskup yang didampingi seluruh misinya oleh penguasa Pommern, Warcisław I, yang menyambutnya di perbatasan wilayah-wilayahnya, di dalam lingkungan kota Sanok.[163] Di Stargard pangeran pagan itu menjanjikan Otto bantuannya selama perjalanan. Ia juga menugaskan 500 orang ksatria berlapis baja yang akan bertugas sebagai penjaga untuk melindungi uskup,[158] dan memperoleh pembaptisan para tetua pemimpin suku.[164] Kegiatan misionaris terutama diarahkan ke Pyrzyce,[158] kemudian kota-kota Kamień, Wolin, Szczecin dan sekali lagi Wolin.[153][165] Pada dua kota pertama, Kristenisasi dilaksanakan tanpa perlawanan. Di Kamień tugas itu dilakukan dengan perantaraan istri dan pejabat-pejabat Warcisław I.[164] Di Szczecin dan Wolin, yang merupakan pusat-pusat penting Mitologi Slavik, oposisi terhadap konversi sangat kuat di antara para imam pagan dan penduduk setempat. Konversi tersebut akhirnya diterima hanya setelah Bolesław merendahkan upeti tahunan yang dikenakan pada Suku Pommern.[159] Empat kuil besar pagan dirobohkan dan gereja-gereja dibangun di tempat mereka.[153] Misi Otto pada tahun 1124 berakhir dengan pelantikan keuskupan di Lubusz untuk Pommern Barat dan di Kruszwica untuk Pommern Timur (Gdańsk), yang tunduk pada Keuskupan Agung Gniezno.[166]
Pada tahun 1127 pemberontakan pagan pertama mulai berlangsung. Hal ini terjadi karena kedua upeti besar yang dikenakan oleh Polandia serta wabah yang terjadi di Pommern yang menyalahkan Kristiani.[159] Pemberontakan-pemberontakan itu sebagian besar dipicu oleh imam-imam tua pagan, yang tidak datang untuk berdamai dengan keadaan baru mereka. Warcisław I berhasil memadamkan beberapa pemberontakan tersebut namun tidak mampu mencegah serangan gerilyawan ke wilayah Polandia. Karena ini Bolesław mempersiapkan ekspedisi hukuman besar yang mungkin akan merusak semua prestasi pekerjaan misionaris Uskup Otto sebelumnya.[167] Berkat diplomasi Otto konfrontasi langsung dapat dihindari dan pada tahun 1128 ia memulai misi lain ke Pommern. Warcisław I menyambut Otto di Demmin dengan beberapa ksatria Polandia. Kali ini beberapa tekanan dilakukan terhadap wilayah-wilayah barat Sungai Oder, antara lain Usedom, Wolgast dan Gützkow,[168] yang tidak berada di bawah kekuasaan raja Polandia.[169][170] Tahap akhir misi ini kembali ke Szczecin, Wolin dan Kamień.[153]Kristenisasi Pommern dianggap sebagai salah satu prestasi terbesar dari kebijakan Pommern Bolesław ini.
Pada tahun 1129 Bolesław beraliansi dengan Niels, Raja Denmark yang diarahkan melawan Warcisław I dan upaya-upaya Lothar III, Raja Jerman untuk menundukkan Pommern Barat. Sebagai balasan atas serangan di Płock oleh Warcisław I pada tahun 1128, pasukan Denmark-Polandia mengambil kepulauan Pommern Barat Wolin dan Usedom.[171]
Pada akhir tahun 1120-an Bolesław mulai menerapkan sebuah organisasi gerejawi Pommern. Pommern Gdańsk ditambahkan ke Keuskupan Włocławek, yang dikenal pada saat itu sebagai Keuskupan Kuyavia. Sebuah strip perbatasan utara Noteć dipecah di antara Keuskupan Gniezno dan Keuskupan Poznan. Bagian besar Pommern itu membuat Keuskupan Pommern yang mandiri (yang uskup pertamanya merupakan salah satu peserta di dalam ekspedisi misionaris dan mantan pendeta kerajaan Polandia, Adalbert[172][173]), yang didirikan di wilayah Kadipaten Pommern pada tahun 1140, dan setelah Bolesław meninggal pada tahun 1138 kadipaten tersebut terbebas dari Polandia.[169]
Proyek Uskup Agung Norbert dari Magdeburg
Selama tahun 1130-an sebuah proyek dirancang oleh Norbert, Uskup Agung Magdeburg, dimana Pommern akan dibagi di antara dua keuskupan subordinasi ke Keuskupan Agung Magdeburg. Di saat yang sama, ia membangkitkan tuntutan lama mengenai kedaulatan gerejawi Magdeburg atas seluruh Polandia. Bulla pertama telah disiapkan pada tahun 1131, tetapi tidak pernah diberlakukan.[174] Meskipun kesulitan, Norbert melanjutkan tindakannya menundukkan Gereja Polandia selama tahun 1132–33. Untuk para uskup Polandia, sebuah panggilan dibuat di Kuria.[175]
Para uskup Polandia tidak muncul sebelum Paus Innosensius II, yang mengakibatkan terbitnya BullaSacrosancta Romana[176] pada tahun 1133, yang menegaskan kedaulatan Keuskupan Agung Magdeburg atas Gereja Polandia dan Keuskupan Pommern. Privilegium maius yang resmi adalah puncak dari upaya Norbert ini.[177] Bolesław mencoba menyelamatkan upaya masa lalunya di dalam politik Pommern, yang memilih untuk tunduk di Merseburg pada tahun 1135.[178]
Penaklukan Rügen dan aliansi dengan Warcisław I
Untuk menguatkan kekuasaannya atas Pommern, Bolesław pada tahun 1130 melakukan sebuah ekspedisi ke pulau Rügen. Untuk tujuan ini, ia menyimpulkan sebuah aliansi dengan adipati Denmark, Magnus Nielsen (menantunya[179]) yang memberinya armada sebagai pertukaran atas dukungan di dalam upaya-upayanya untuk mendapatkan takhta Swedia. Armada Magnus mengangkut tentara Polandia ke pantai pulau Rügen. Namun pertempuran yang dimaksud tidak terjadi di pulau tersebut, karena Rani saat melihat pasukan gabungan Polandia-Denmark mengakui kemaharajaan Bolesław.[180]
Setelah serangan sukses ke ibu kota Denmark, Roskilde pada tahun 1134 Bolesław membentuk aliansi dengan Warcisław I dari Pommern melawan Raja Erik II Emune (sekutu Kaisar Lothar III). Peran pangeran Polandia terbatas hanya untuk membantu Wangsa Gryfici, bukan karena kepentingan sesungguhnya di dalam urusan-urusan Denmark. Bangsa Denmark, setelah memukul mundur serangan pertama, sebagai balasan mengirim sebuah ekspedisi yang menyebabkan ekspansi mereka ke tanah Pommern.
Kongres Merseburg
Latar belakang politik
Pada tahun 1125 Heinrich V, Kaisar Romawi Suci dan Raja Jerman, meninggal. Ahli warisnya, Lothar II, Kaisar Romawi Suci, terlibat di dalam sengketa warisannya. Untuk mahkota kerajaan, ia terlibat di dalam urusan Kepausan. Pada tahun 1130 terdapat pemilihan ganda untuk takhta Apostolik. Lothar mendukung Paus Innosensius II, berharap dengan cara ini dapat mengamankan penobatannya sendiri.[181] Bertentangan dengan apa yang diharapkan, penobatan kerajaan Lothar tidak mengakhiri sengketa melawan pesaing takhta Jerman.[182]
Pada tahun 1130 Bolesław menguasai wilayah yang terletak di tepi kiri sungai Oder di pulau Rügen. Jerman juga ingin mengendalikan tanah ini, tetapi situasi politik dalam negeri dan keterlibatan di dalam perang sipil di Hungaria tidak memungkinkan konflik bersenjata. Bulla Sacrosancta Romana pada tahun 1133 memberikan Keuskupan Agung Magdeburg hak berdaulat atas keuskupan Pommern yang dilembagakan oleh Bolesław.
Kematian Raja István II dari Hungaria pada tahun 1131 menjadikan negara tersebut jatuh ke dalam perang saudara di antara dua penuntut takhta: Béla si Buta (putra Álmos) dan Borisz (diduga putra Raja Kálmán). Borisz meminta bantuan dari penguasa Polandia, yang berharap memiliki hubungan lebih dekat dengan Hungaria dan kerjasama dengan pangeran Kiev Rus (Borisz adalah putra dari putri Volodimer II Monomakh). Namun, Bolesław melebih-lebihkan kekuatannya melawan Béla, yang bergantung pada dukungan dari seluruh negaranya. Tentara Polandia menghadapi pasukan gabungan dari Hungaria, Bohemia, Austria dan Jerman di dalam Pertempuran sungai Sajó (22 Juli 1132), dimana koalisi mendapatkan kemenangan penuh atas pangeran Polandia yang terpaksa mundur.[181]
Sukses di Hungaria digunakan oleh penguasa Bohemia, Soběslav I, seorang vasal kerajaan, yang selama tahun 1132–34 berulang kali memimpin serangan-serangan ke Silesia.[148] Masalah atas properti Silesia menjadi sasaran keputusan Lothar III.
Persiapan Kongres
Pada bulan Februari 1134 Soběslav I dari Bohemia dan pejabat-pejabat Raja Béla II dari Hungaria, bersama dengan Uskup Piotr dari Székesfehérvár pergi ke Altenburg, dimana mereka diberikan tuduhan-tuduhan mereka terhadap penguasa Polandia. Mereka meminta campur tangan Kekaisaran Romawi Suci (permintaan-permintaan awal yang terjadi dua tahun sebelumnya). Lothar III menerima permintaan tersebut dan bertindak sebagai arbiter di dalam sengketa dinasti di Eropa Tengah.[183]
Pada waktu yang sama, Béla II dan Pangeran Volodymyrko Volodarevych melakukan ekspedisi militer melawan Polandia. Pasukan gabungan tersebut menduduki Polandia Kecil, mencapai Wiślica. Tak lama setelah itu, Bolesław menerima surat panggilan ke istana kerajaan di Magdeburg pada tanggal 26 Juni 1135. Namun ia hanya bermain dengan waktu dengan hanya mengirim deputi-deputi. Kaisar mengirim delegasi lain dan meminta kehadiran pribadi penguasa Polandia, yang menetapkan tanggal baru pada tanggal 15 Agustus 1135, kali ini di Merseburg.[184] Bolesław menyadari bahwa tanpa kesepakatan dengan Lothar III ia tidak dapat mempertahankan kendali atas tanah baru yang ditaklukkan di sisi barat Oder dan pulau Rügen.[181]
Bahkan sebelum Kongres Merseburg dilakukan, Bolesław membujuk salah satu penguasa pangeran dari Pommern Barat, Racibor I untuk melakukan sebuah ekspedisi melawan Denmark. Hal ini jelas-jelas mengekspresikan kesombongan Kaisar Lothar III karena Raja Denmark merupakan salah satu vasal Jerman. Armada yang dibentuk sebanyak 650 kapal (dengan 44 orang ksatria dan 2 kuda) menyerang kota pelabuhan Norwegia yang kaya, Kungahälla (yang sekarang Kungälv di Swedia).[185]
Ketentuan Kongres
Kongres itu berlangsung pada tanggal 15 Agustus 1135. Di dalam upacara tersebut, Kaisar Lothar III mengakui hak-hak penguasa Polandia atas Pommern. Di dalam retribusi, Bolesław setuju untuk membayar upeti untuk tanah-tanah Pommern dan Kerajaan Rugia,[186] dengan bayaran 6000 keping perak tipis dari tanah-tanah ini ke Kekaisaran Romawi Suci; namun ia tetap sebagai penguasa yang mandiri sepenuhnya dari wilayah utamanya, Polandia. Dengan kematian Bolesław pada tahun 1138, otoritas Polandia atas Pommern berakhir,[187] yang memicu persaingan dari Kekaisaran Romawi Suci dan Denmark atas wilayah.[169] Konflik dengan Hungaria juga berakhir, dengan Bolesław mengakui pemerintahan Béla II. Kesepakatan itu disegel dengan pertunangan putri Bolesław, Judyta dengan Béla II Géza (pernikahan ini tidak pernah terjadi). Di dalam kasus sengketa mediasi kerajaan Bohemia-Polandia gagal. Bolesław berpendapat bahwa ia harus diperlakukan sebagai penguasa yang berdaulat, yang tidak berlaku pada kasus Soběslav I, seorang vasal kerajaan. Lothar III, tidak dapat mencapai kesepakatan dengan penguasa Polandia, yang mengusulkan untuk membahas masalah ini di dalam negosiasi-negosiasi berikutnya.
Kongres tersebut berakhir dengan upacara gereja, dimana Bolesław membawa pedang kekaisaran. Hal ini merupakan suatu kehormatan yang diberikan hanya untuk penguasa berdaulat.[185] Tujuan langsung diplomasi Polandia adalah pembatalan sukses dari Bulla Kepausan pada tahun 1133 dan pengakuan hak-hak metropolitan dari Keuskupan Gniezno di Sinode, Pisa pada tahun 1135. Pada tanggal 7 Juli 1136 mengeluarkan para proteksionis Bulla[188]Ex commisso nobis a Deo[189] yang oleh Paus Innosensius II menegaskan kedaulatan yang dipertanyakan dari Keuskupan Gniezno atas keuskupan Polandia.[190][191]
Tahun-tahun terakhir dan kematian
Normalisasi hubungan dengan tetangganya
Setelah masuk ke dalam lingkup pengaruh kekaisaran, Polandia menormalisasi hubungan dengan Bohemia di Kongres Kłodzko pada tanggal 30 Mei 1137 (yang disebut Perdamaian Kłodzko), tetapi rincian perjanjian ini tidak diketahui.[192] Perjanjian ini telah dikonfirmasikan di kota Niemcza, dimana Władysław, putra sulung Bolesław, hadir sebagai ayah angkat di dalam upacara pembaptisan Václav II, putra Soběslav I.[193]
Pada tahun-tahun terakhir hidupnya, perhatian utama Bolesław adalah untuk mengatur pernikahan politik bagi anak-anaknya demi memperkuat hubungan dengan negara-negara tetangga. Pada tahun 1137 Bolesław memperkuat hubungannya dengan Rus Kiev dengan menikahkan putranya Bolesław IV dengan Putri Viacheslava, putri Vsevolod, Pangeran Pskov. Sebaliknya, pada tahun kematiannya, akhirnya menormalisasi hubungan dengan Hungaria melalui pernikahan putranya, Mieszko dengan Putri Elżbieta, putri Raja Béla II.[192]
Kematian
Bolesław III meninggal pada tanggal 28 Oktober 1138, kemungkinan di kota Sochaczew.[194] Tidak ada catatan mengenai sebab kematiannya. Sumber-sumber dari abad ke-12 tidak menyediakan informasi mengenai lokasi pemakamannya. Barulah pada abad ke-15, ketika Jan Długosz mencatat bahwa makam sang Pangeran terletak di Katedral Płock. Namun ia tidak menunjukkan darimana informasi ini diambil. Agaknya penulis sejarah yang mengambil laporan ini dari Rocznik mazowiecki yang hilang. Wawrzyniec Wszerecz, Kanon Płock dari abad ke-16 dan 17, menulis bahwa Bolesław ditempatkan di dalam sebuah peti mati biasa di Katedral, dimana ayahandanya, Władysław I Herman dan beberapa penguasa Piast Masovia juga dimakamkan.[195]
Pernikahan dan keturunan
Bolesław menikah dua kali:
Zbyslava (skt. 1085/90 – skt. 1114[196]), istri pertamanya, berasal dari keluarga Dinasti Rurik. Ia adalah putri Sviatopolk II Iziaslavich, Pangeran Polotsk (1069–71), Novgorod (1078–88), Turov (1088–93) dan Pangeran Agung Kiev (1093–1113). Pernikahan tersebut mungkin dilaksanakan pada tahun 1103[197] dengan tujuan untuk memperoleh bantuan militer di masa depan dari Kiev di dalam memerangi Zbigniew. Ikatan ini juga terkenal membatasi serangan dari para pangeran Galisia dan Terebovlia melawan Polandia. Sampai kematian Zbyslava hubungan di antara Polandia dan Kerajaan Galisia–Volhynia tetap bersahabat.[198]
Salomea (skt. 1093/1101 – 27 Juli 1144), istri keduanya, adalah seorang bangsawan Jerman. Ia adalah putri Heinrich dari Berg-Schelklingen, Comte Berg. Pernikahan dilangsungkan pada bulan Januari atau Februari 1115.[199] Ikatan ini dimotivasikan oleh situasi politik di saat itu, pada kesempatan penandatanganan perjanjian damai di antara Polandia dan Bohemia. Salomea berasal dari keluarga yang berkuasa dan berpengaruh, yang setelah kematian Kaisar Heinrich V pada tahun 1125, sebagai hasil dari dukungan oposisi di Jerman, kehilangan pengaruh politik mereka di istana Lothar III.[200]
Di dalam historiografi kuno, Adelaide, putri Kaisar Heinrich IV, disalahdugakan sebagai istri lain Bolesław. Informasi mengenai hal ini tercatat bahwa setelah kematian Zbyslava, Bolesław menikahi di Bamberg pada tahun 1110. Laporan ini dibuat oleh Jan Długosz dan Archdiacon Sulger. Pandangan ini ditentang oleh Oswald Balzer.[201]
Keturunan Zbyslava dari Kiev
Władysław II (1105 – 30 Mei 1159), putra Bolesław dan Zbyslava, adalah Pangeran Kraków, Silesia, Sandomierz, Polandia Besar timur, Kuyavia, Pommern Barat dan Pommern Gdańsk (1138–46).[202] Gallus Anonymous menulis bahwa ahli waris takhta Polandia lahir di musim dingin tahun 1107–08, tetapi jenis kelamin dan nama anak tersebut tidak diketahui. Rocznik świętokrzyski dan Rocznik kapitulny merekam kelahiran Władysław pada tahun 1105.[203][204]
Seorang putri, [Judith?][205] (skt. 1112 – setelah 1124), menikah pada tahun 1124 dengan Vsevolod Davidovich, Pangeran Murom. Filiasinya diragukan, karena penulis sejarah Rusia hanya mencatat bahwa istri Vsevolod datang dari Polandia;[206][207] ia mungkin adalah putri Bolesław atau Zbyslavaatau anggota keluarga Wangsa Awdaniec sebagai putri Skarbimir.[208]
Historiografi yang lebih tua mengaitkan anak lain yang lahir dari pernikahan Bolesław dan Zbyslava. Selain Władysław II dan seorang putri yang tidak bernama juga ditambahkan putra kedua yang tidak bernama. Gallus Anonymous menulis bahwa putra tersebut lahir pada sekitar tahun 1107–08.[209] Menurut Oswald Balzer, ia meninggal tak lama setelah dilahirkan.[210] Namun, Karol Maleczyński percaya bahwa ia tidak pernah ada, menunjuk bahwa mungkin sumber yang tersedia pada tahun 1105 sebagai tanggal kelahiran Władysław II (Rocznik świętokrzyski dan Rocznik kapitulny) dapat membuat kesalahan.[211]
Keturunan Salomea dari Berg
Leszek (1115/16 – 26 Agustus sebelum tahun 1131), putra sulung Bolesław dan Salomea. Ia mungkin meninggal sewaktu bocah.[211][212]
Ryksa (1116 – setelah 25 Desember 1156), putri sulung Bolesław dan Salomea, pada tahun 1127 ia menikah dengan pangeran Denmark, Magnus I, calon raja Västergötland. Ikatan ini dibuat untuk mendapatkan dukungan Denmark untuk Polandia di dalam perang melawan Jerman, tetapi pada tahun 1134 Denmark berpihak pada Jerman di dalam konflik. Setelah kematian Magnus pada tahun 1134, Ryksa kembali ke Polandia. Kemudian ia menikah dengan Volodar Glebovich, Pangeran Minsk dan Hrodno; pernikahan ini disimpulkan untuk mendapatkan sekutu di dalam perang Polandia melawan Hungaria. Pernikahan ketiganya adalah dengan Raja Swærkir I dari Swedia.[213][214]
Seorang putri (sebelum 1117/22 – setelah 1131),[215] dijodohkan atau menikah[216] pada tahun 1131 dengan Konrad, Comte Plötzkau dan Markgraf Nordmark.[217]
Kazimierz, dikenal di historiografi sebagai si Tua (9 Agustus 1122 – 19 Oktober 1131), menurut sumber-sumber (seperti Rocznik kapituły krakowskiej), ia meninggal pada usia 9 tahun.[213][218] Jan Długosz di dalam sejarahnya menulis bahwa ia lahir dari pernikahan Bolesław dan Adelaide,[219] yang diduga adalah istri kedua sang pangeran.
Gertruda (1123/24 – 7 Mei 1160), seorang suster di Zwiefalten (1139).[220]
Bolesław IV (skt. 1125 – 5 Januari 1173), Pangeran Masovia dan Kuyavia (1138–46), dari Kraków, Gniezno dan Kalisz (1146–73), dari Sandomierz (1166–73),[221] menikah pada usia 12 tahun dengan Viacheslava, putri Vsevolod, Pangeran Pskov.[222][223] Jan Długosz melaporkan ulang tahunnya pada tahun 1127 sebagai putra kedua yang dilahirkan dari Bolesław dan Adelaide.[224]
Mieszko III Stary (1126/27 – Kalisz, 13 Maret 1202), Adipati Polandia Besar (1138–1202), dari Kraków (1173–77, 1190, 1199–1202), dari Kalisz (1173–1202), dari Pommern Gdańsk Hulu (1173–1202) dan Kuyavia (1195–98),[225] pada sekitar tahun 1136 menikah dengan Elżbieta, putri Raja Béla II dari Hungaria. Pernikahan itu disimpulkan sebagai salah satu ketentuan Kongres Merseburg.[223]
Dobroniega (1129 – 1160), setelah kematian ayahandanya ia dijodohkan oleh ibundanya Salomea[226] pada sekitar tahun 1141–42 dengan Dietrich I,[227] yang kemudian menceraikannya.[223]
Judyta (1130 – 8 Juli 1175), dijodohkan pada tahun 1136 dengan Pangeran Géza, putra Raja Béla II dari Hungaria; namun pernikahan itu tidak pernah dilangsungkan dan pada tahun 1148 ia menikah dengan Otto I dari Brandenburg.[228][229]
Henryk (1131 – 18 Oktober 1166), Adipati Sandomierz (1146–66),[230] menurut Jan Długosz ia dilahirkan pada tahun 1132. Selanjutnya ia disebutkan membuat thariknya pada tahun 1139, yang menggambarkan pembagian negara di kabupaten.[231] Karol Maleczyński menempatkan kelahirannya di antara tahun 1127 dan 1131. Selama ayahandanya masih hidup, Henryk tidak memainkan peran politik yang penting. Ia meninggal pada tahun 1166 di dalam perang melawan Prusia, ia tidak menikah dan tidak memiliki keturunan.[223]
Agnieszka (1137 – setelah 1182), pada sekitar tahun 1140–41 ia menjadi salah satu calon mempelai yang akan dijodohkan dengan putra-putra Pangeran Agung Vsevolod II Olgovich. Ikatan ini adalah untuk memastikan dukungan dari Kiev di dalam sengketa di antara putra-putra Salomea dan Władysław II, saudara tiri mereka.[232] Pada akhirnya, pernikahan tersebut tidak pernah dilangsungkan dan ia menikah pada sekitar tahun 1149–51 dengan Mstislav II, Pangeran Pereyaslavl dan Pangeran Agung Kiev sejak tahun 1168.[233][234]
Kazimierz II Sprawiedliwy (1138 – 5 Mei 1194), Adipati Wiślica (1166–73), dari Sandomierz (1173–94) dari Kraków (1177–94), dari Masovia dan Kuyavia (1186–94),[235] untuk waktu yang lama dianggap sebagai anak yang telah meninggal, dan alasan ini tidak termasuk di dalam wasiat ayahandanya.[228]
Historiografi yang lebih tua mengaitkan dua putri dari pernikahan Bolesław dan Salomea: Adelaide dan Sophia.[236] Adelaide (skt. 1114 - 25 Maret sebelum 1132), adalah istri pertama Adalbert II yang Saleh, putra sulung Luitpold III dari Austria. Para sejarawan modern menyangkal bahwa ia adalah putri Bolesław.[212][237][238] Sophia (meninggal 10 Oktober 1136), diduga adalah ibunda Mateusz, Uskup Kraków.[239][240]
Pengalamannya sendiri di masa mudanya mungkin memotivasi Bolesław untuk membuat pembagian wilayahnya di antara putra-putranya. Pada ketentuan-ketentuannya wali yang diangkat adalah pejabatnya yang setia Comte Palatinus, Piotr Włostowic. Di dalam upaya untuk menjaga kesatuan negara dan mencegah perebutan kekuasaan di antara putra-putranya, Bolesław menciptakan sebuah undang-undang yang dikenal sebagai Prinsip Senioral di dalam wasiatnya.[241] Peraturan mengenai suksesi ini mulai berlaku setelah kematian Bolesław, meskipun tanggal pasti pendiriannya tidak diketahui.[242] Dipercaya bahwa ciptaannya dibuat pada tahun 1115 atau 1116, setelah kelahiran seorang putra yang bernama Leszek, atau setelah pemberotakan Skarbimir diredakan (pada tahun 1117).[243] Beberapa sumber menunjukkan bahwa dokumen asli mengenai suksesi didirikan pada tahun 1137. Undang-undang tersebut dibatalkan pada tahun 1180 namun dikembalikan oleh Paus Innosensius III pada tahun 1210 setelah sebuah petisi dari para penguasa Silesia;[244] namun para sejarawan menentang persetujuan dari undang-undang tersebut oleh Paus karena absennya informasi lain.[241]
"Prinsip Senioral" menetapkan bahwa anggota tertua dari dinasti itu memiliki kekuasaan tertinggi atas sisanya dan juga untuk mengendalikan secara terpisah "bagian senioral": satu strip wilayah yang luas yang membentang di selatan-utara Polandia, dengan Kraków sebagai ibu kotanya.[245] Hak-hak prerogatif Senior juga termasuk wewenang atas Pommern, perdikan dari Kekaisaran Romawi Suci. Sumber-sumber menunjukkan perbedaan di dalam hal kekuatan yang dilakukan oleh Adipati Senior. Paus Innosensius III berbicara mengenai anak sulung, dan Wincenty Kadłubek mengacu baik Senioritas dan Primogenitur. Kadłubek menggabungkan satu kalimat di dalam dua sistem, yaitu pewarisan kekuasaan tertinggi pada masing-masing wilayah, dimana Primogenitur berlaku. Di antara para sejarahwan, terdapat pandangan bahwa Bolesław tidak menciptakan Senioritas, tetapi Primogenitur yang berlaku secara eksklusif kepada Władysław II dan keturunannya.[246] Fakta yang mendukung hipotesis ini adalah cakupan dan sifat kekuasaan yang dilakukan oleh Bolesław IV pada tahun 1146.[247]
Divisi negara Polandia
Bolesław membagi wilayahnya ke dalam provinsi-provinsi berikut:
Salomea dari Berg, janda Bolesław, menerima Łęczyca atau Sieradz-Łęczyca[257] sebagai Oprawa wdowia atau kedudukan janda. Setelah kematiannya, wilayah-wilayah tersebut dimasukkan ke dalam Provinsi Seniorate.
Kazimierz II, putra bungsu Bolesław, tidak dimasukkan ke dalam wasiat, karena ia dilahirkan setelah kematian ayahandanya atau tak lama sebelumnya.[253]
Di antara sejarawan abad pertengahan terdapat pandangan bahwa undang-undang hanya menyediakan warisan keturunan-keturunan Bolesław pada generasi pertama (yaitu putra-putranya). Setelah kematian mereka, wilayah-wilayah mereka dimasukkan ke dalam Provinsi Seniorate. Namun, perkelahian kemudian di antara mereka menjadikan provinsi berubah menjadi wilayah turun-temurun.[258]
"Prinsip Senioral" segera pecah, yang mengarah ke masa hampir 200 tahun disintegrasi Polandia,[259] juga dikenal sebagai fragmentasi feodal, fenomena umum pada abad pertengahan di Eropa.[260] Negara-negara lain yang terkena dampak ini adalah Rusia, Hungaria, dan Jerman. Masa ini merupakan masa perjuangan internal yang menyebabkan melemahnya negara Polandia dan pertumbuhan besar dari pengembangan dalam, budaya dan meningkatkan situasi luas massa penduduk. Distribusi hak-hak pangeran kemudian oleh historiografi modern juga memiliki sisi baik, yang meliputi: rekonstruksi sistem politik pada fundamental ekonomi baru dan meningkatkan tanggung jawab atas nasib negara ditempatkan di atas tingkat kekuasaan tingginya.[261]
Organisasi negara Polandia di masa pemerintahan Bolesław
Mustahil untuk mengetahui perincian mengenai organisasi internal negara Polandia pada abad ke-12, karena tidak tersedianya dokumen dari periode ini dan laporan penulis sejarah menunjukkan masalah tentang pengetahuan nyata manajemen kerajaan ini.
Bolesław membagi wilayah-wilayahnya ke dalam provinsi-provinsi, kabupaten-kabupaten dan gord (sejenis kota benteng atau kastelan). Di dalam mereka tinggal Opole.[263] Lingkup wilayah provinsi yang berhubungan dengan yang kemudian Dzielnica. Diyakini bahwa 6–7 provinsi yang diciptakan adalah: Masovia, Silesia, Polandia Besar, Kraków, Sandomierz, Kalisz-Łęczyca[264] dan Pommern (dari wilayah Pommern Gdańsk).[265] Selama upaya-upaya di masa pemerintahan Bolesław dibuat untuk mengatur perbatasan mengkuti model Jerman. Di antara batasan-batasan yang dikautkan di dalam sumber-sumber yang tersedia adalah: Głogów, Gdańsk dan mungkin Lubusz.[266] Mungkin Bolesław memiliki sejumlah terpelihara dengan baik istana yang bertugas di bidang politik, ekonomi dan administrasi.
Sifat negara di masa Wangsa Piast adalah patrimonial. Istana keadipatian (bahasa Latin: curia ducis) adalah pusat kekuasaan, yang menjadi milik keluarga yang memerintah (bersama dengan istana terpisah oleh adipati wanita), setelah mereka masuk sekuler dan pejabat-pejabat gereja dan pengikut-pengikut, di samping para pejabat yang lebih rendah, ksatria dan pangeran istana dan pastor-pastor.[267] Kantor yang paling penting di istana Władysław I Herman dan Bolesław adalah Comte Palatinus (juga dikenal sebagai Voivode).[268] Comte palatinus (Latin: comes palatinus) termasuk jabatan utama dari ekspedisi militer (sebagai ganti pemimpin), pertahanan negara, pengawas administrasi (sebagai kepala istana adipati), wewenang dan pelantikan kepala-kepala kastelan dan pelaksanaan istana. Kantor compte palatinus dihapuskan pada tahun 1180.[264] Selama pemerintahan Mieszko II Lambert menyaksikan perkembangan aparat birokrasi Polandia. Pemungut (bahasa Latin: camerarius), mengatur ekonomi di istana adipati. Kantor khusus lain di istana adipati Cześnik (pembawa cangkir), Stolnik (tuan yang terhormat), Strażnik (pengawal), Miecznik (pembawa pedang), Koniuszy (Master Kuda) dan Łowczy (Master Berburu). Di masa pemerintahan Bolesław muncul kantor Kanselir, yang memimpin pekerjaan kantor-kantor istana dan kapel adipati[269] (Latin: capella), yang terdiri dari sekelompok tugas sekuler dan agama.[270]Michał Awdaniec adalah kanselir pada saat itu. Juga milik pemerintah pusat Bendahara, Master Pencetak Uang dll.[265] Juga pada masa pemerintahan Bolesław struktur negara terkait erat dengan organisasi Gereja Polandia. Gereja itu tunduk pada penguasa, yang memiliki hak Investiture.[271]
Istana adipati telah melakukan kontak dengan pengikut-pengikut melalui para kastelan, yang dikelola oleh Naczelnik atau Kepala Kota (bahasa Latin: princeps terrae). Ia memiliki kedaulatan atas kastelan-kastelan atau Grodd (bahasa Latin: comes),[264] sedangkan kastelan-kastelan (penguasa Grodd) harus melaksanakan wewenang sipil setempat, mendapatkan manfaat dari umum, mengatur pertahanan dan mungkin mengatur istana. Di bawah kewajiban langsung dari penguasa adalah Baillis, Żupan (Gastald), para pencetak uang, Celnik (pemungut pajak) dan pemungut-pemungut.[265] Seluruh fungsi penting di dalam kerajaan itu dipegang oleh kaum bangsawan.[272] Kastelan milik kelompok bangsawan, pejabat dan menteri-menteri. Beberapa bekerja langsung kepada penguasa, lainnya memegang kantor, sementara peran lain dari kekurangan pangan.[270] Para markgraf (yang bertanggung jawab atas wilayah perbatasan) bawahan langsung penguasa Polandia dan memiliki kekuatan yang elbih besar daripada kepala provinsi.[266]
Pada akhir abad ke-11 organisasi pangeran ini berkurang dan digantikan dengan pasukan model Eropa Barat yang terdiri dari ksatria. Istilah latin milites, yang digunakan untuk menentukan tentara kemudian disebut kategori ksatria-ksatria dan pejuang-pejuang yang mampu menjaga kuda.[273] Agnkatan bersenjata Polandia di masa Bolesław ini terdiri dari tiga jenis: tentara pangeran (Oddziału nadwornego), tentara tuan-tuan (Drużyny możnowładców) dan militia (Pospolite ruszenie), terdiri dari cabang-cabang tuan-tuan feodal kecil dan petani-petani[274] (menurut pandangan lainnya pasukan-pasukan ajudan milisi kuat dan juga disusun oleh ulama dan awam[275]).
Tentara pangeran terdiri dari bangsawan-bangsawannya-pada akhir abad ke-11, yang disebut "Masyarakat Baru" (bahasa Polandia: Nowi Ludzie): kepala-kepala suku, para pemimpin lokal dan penguasa opolne yang bercita-cita untuk berpartisipasi di dalam pemerintahan, mengirim putra-putra mereka ke istana adipati, dimana ia mendampingi penguasa.[276] Pengawal pribadi Bolesław mungkin dipilih olehnya sendiri, dengan menggunakan permohonan yang tertulis di dalam Babad Gallus Anonymous:
Seorang anak muda, dengan tata krama yang hebat dan kelahiran tinggi, yang berada di sisiku terus menerus di dalam pertempuran, denganku terbiasa dengan kesulitan![277]
para bangsawan mengatur tentara mereka sendiri, yang terdiri dari ksatria miskin yang didukung oleh para petani. Mereka juga bertanggung jawab untuk persenjataan mereka. Di antara peralatan yang digunakan oleh mereka adalah senjata-senjata kayu (seperti tombak), senjata-senjata tumpul (seperti pentungan), senjata-senjata pemotong (seperti pedang) dan senjata-senjata sendawa (seperti busur bersilang, busur dan panah, umban), dan yang disebut alat pelindung (perisai, helm, baju baja).[278] Tentara-tentara ini dari waktu ke waktu menjadi lebih besar daripada pangeran, contoh yang paling terkenal dari ini adalah Sieciech.[279] Selama konflik-konflik berkelanjutan pada awal abad ke-12, bangsawan-bangsawan memanggil milisi, terutama wilayah-wilayah yang terancam punah. Seluruh milisi dibagi menjadi cabang, yang diberi nama-nama kabupaten asli mereka (misalnya Kruszwiczan hordes[280]). Di dalam kasus konflik bersenjata dengan senjata yang lebih besar yang disebut cabang mandiri yang disusun oleh para petani (misalnya, pada tahun 1109).[275]
Selain para bangsawan (yang terkait dengan penguasa dan istananya) dan prajurit masyarakat Polandia di masa Bolesław juga terdiri dari petani bebas dan pegawai (yang melekat ke tempat tinggalnya). Sebuah kelompok sosial yang berbeda adalah orang-orang bebas, yang disebut tamu-tamu (bahasa Latin: hospites) -yang tidak memiliki properti-, para prajurit (bahasa Latin: milites gregarii) yang memiliki peternakan dan dihitung ke dalam masyarakat biasa. Di akhir skala sosial adalah budak-budak (perang brańcy, atau keturunan mereka). Terdapat sedikit perbedaan di antara mereka dan petani bebas, tetapi tugas mereka terhadap penguasa mereka lebih tinggi.[281] Populasi yang tidak bebas juga digunakan untuk layanan pribadi atau untuk bekerja di wilayah demi penguasa.[282]
Semua aspek kehidupan di negara yang diatur oleh hakim adipati (bahasa Latin: ius ducale). Ia menutupi semua hak adipati, di dalam kaitannya dengan bawahan-bawahan atau propreti, penegakan berbagai manfaat, iuran dan kementrian.[283] Aparatur negara diperluas dan gereja dikelola oleh manfaat dari populasi memproduksi barang-barang material. beban utama dari pajak terletak pada kelas sosial terendah: kaum tani (bahasa Latin: heredes, rustici ducis, possesores).[284] Tergantung mereka yang menyerahkan pungutan-pungutan tertentu, persepuluhan, dan bentuk pajak lainnya seperti Podworowe (di dalam bentuk sapi, yang terdiri dari seluruh desa), Podymne (untuk setiap rumah), Poradlne (untuk setiap bagian dari wilayah), Narzazu (untuk babi merumput di hutan), Stacji atau Stanu (yang memungkinkan pemeliharaan istana adipati) dan posług komunikacyjnych, yang mengatur cara-cara transportasi di negara ini dan dibagi ke dalam tiga pajak utama: Przewód ("kabel"), Powóz ("kereta") dan Podwód ("gerobak"). Pajak kecil lainnya yang terlibat berburu, militer, penjaga-penjaga (yang menjaga Grodd), pajak-pajak regalia dan hukuman pidana. Selain itu, warga diminta untuk memperbaiki jalan, jembatan-jembatan, konstruksi dan pemeliharaan kastil-kastil.[265][283]
Segel dan koin
Dari lima segel yang diawetkan dari para penguasa Polandia, empat yang ditemukan di berbagai tempat pada tahun 2002–06, sedangkan yang satu lebih dari 100 tahun yang lalu.[285] Arkeolog Polandia menemukan lebih lanjut di Głębokie, Gniezno (2002), di Ostrów Tumski (2005), di Gniezno (2005) dan di sebuah lokasi yang dirahasiakan di desa Susk di dekat Sierpc, 32 km. from Płock (2006).[286][287]Studi pendahuluan pertama menyatakan bahwa segel itu diduga adalah milik Bolesław III. Segel itu terbuat dari timbal, bahan yang tahan lama dengan diameter 36–40 mm.[286] Segel-segel memimpin digunakan pada saat itu di istana-istana Eropa dan dari semacam Bulla.[288] Segel-segel dikenal di dalam perintah-perintah kota dan militer. Terkadang, di dalam dokumen yang paling penting (tindakan-tindakan) menggunakan bulla emas.[289]
Bulla-bulla yang ditemukan dari pemerintahan Bolesław jatuh ke dalam dua jenis utama, yang dibedakan di dalam bentuk tulisan:
Tipe I: diperpanjang disimpan pada bagian depan genetif, dengan kata Latin sigillum.
Tipe II: pendek dan di sekitar bulla tersebut.
Salah satu contoh dari kedua jenis segel itu yang berkaitan dengan Santo Adelbertus, dimana ia menekankan pengakuan kepausan (di dalam tipe I) dan di tongkat uskup, dengan sikap pengenaan tangan, terlihat jelas di segel itu setelah restorasi (di dalam tipe II).[287] Penggunaan segel genetif di Polandia berasal dari abad ke-12, sebuah fenomena (yang belum pernah terjadi sebelumnya), yang setara hanya dengan yang kemudian moneter di denarius dengan legenda Latin: Denarivs ducis Bolezlai.[290][291] Pada akhir pemerintahan Bolesław ini kembali dicetak prasasti dengan legenda Latin: Dvx Bolezlavus. Menurut S. Suchodolski bulla-bulla yang digunakan untuk mensahkan dokumen pangeran seperti surat-surat, hak istimewa, penilaian, dll.,[292] dan oleh T. Jurek, mereka juga dapat digunakan untuk mengamankan pengaturan bisnis (seperti membeli pintu, lemari, peti).[287]
Pada bulan Oktober 2006, PTPN memastikan bahwa mereka menemukan bulla-bulla selama 2002–05 milik Bolesław III.[289]
Di dalam pemerintahan Bolesław muncul sebuah denarius dua sisi, yang berdenominasi mata uang asing (bahasa Polandia: monetą obcą). Denarius pertama yang diketahui dari masa ini berisi legenda Latin Bolezlav. Untuk koin yang lain yang paling umum digunakan menyandang inskripsi Latin Bolezlavs, denarivus, dicis Bolezlai dengan Santo Adalbertus di baliknya. Tipe lain dari koin itu tidak memiliki legenda. Perbedaan mereka sebagian besar berasal dari berat: lebih terang, dan ditempa murni untuk tujuan ekonomi.[293]
Saat itu juga dimodelkan terutama pada teknik Magdeburg, sebuah Bractea, yang merupakan salah satu yang tertua di Eropa. Terdapat dua jenis bractea yang berasal dari pemerintahan Bolesław:
Tipe II menunjukkan di kedua sisi pada Bolesław dan Santo Adalbertus, yang menempatkan tangannya di atas penguasa dalam gerakan melindungi. Legenda itu menunjukkan inskripsi Latin Bolezlaus Adalbertus. Bractea ini awalnya dianggap sebagai cara penebusan dosa Bolesław atas pembutaan Zbigniew.[294] Mungkin dicetak di Kraków pada sekitar tahun 1127.[295]
Tipe I kurang sering. Menunjukkan Santo Adalbertus di dalam jubah uskup, memegang tongkat uskup dan Injil. Legenda koin ini menentukan bentuk Uskup Agung Gniezno.[296] Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa koin itu dicetak di antara periode Kongres Merseburg (1135) dan kematian Bolesław (1138). Ini sekarang disebut pelindung, karena menggambarkan perlindungan Santo Adalbertus kepada penguasa Polandia, yang setelah penghormatan kepada Kekaisaran Romawi Suci pada tahun 1135 hanya mengakui santo sebagai pelindungnya. Ini merupakan salah satu dari beberapa contoh propaganda politik di dalam legenda koin.[297] Menurut A. Schmidt ini adalah koin Uskup Agung yang dicetak di Gniezno, mungkin pada tahun 1135.[297]
Selain dua bractea dari Bolesław ada satu yang sekarang dianggap sebagai yang tertua di dalam numismatik. Bractea ini ditemukan di Brzeg (di Gmina Pęczniew) dan diawetkan hampir 2/3 bagian dari seluruh berat 0.61 g dan diameter 27 mm. Koin itu menunjukkan sosok penguasa dengan mahkota, pedang di tangan dan dengan tangan yang terentang. Awalnya diduga bahwa koin itu menunjukkan Władysław II. Penelitian selanjutnya, termasuk oleh A. Mikolajczyk, yang mengenali gambar ini sebagai Bolesław III. Namun di antara peneliti saat ini, terdapat perbedaan mengenai penguasa yang tergambar di dalam koin, karena inskripsi yang diawetkan tidak lengkap.[297]
Pencetakan uang pangeran sebagian besar berlokasi di Wrocław, Płock, Gniezno dan Kraków. Pada saat itu juga terdapat percetakan-percetakan pribadi, seperti Sieciech Palatinus, yang berlokasi di Sieciechów dan di dekat Kraków.[293]
Yayasan-yayasan Gereja
Kegiatan keagamaan besar merupakan sebuah adat di antara keluarga penguasa yang memerintah di abad ke-12 seperti sumbangan-sumbangan untuk kepentingan Gereja. Tujuan utamanya adalah untuk menyebarkan agama Kristen. Hal ini adalah untuk menyertakan acara penguasa agama di hadapan Tuhan, hierark gereja, ulama dan masyarakat. Bolesław tidak terkecuali, dan ia bukan hanya seorang prajurit predator, seorang politikus yang licik dan diplomat; ia juga menjadi seorang pelindung perkembangan budaya di dalam kerajaannya.
Seperti layaknya raja di abad pertengahan, ia mendirikan beberapa gereja dan biara. Diantaranya yang terpenting adalah:
Benediktinbiara Salib Suci di atas Łysa Góra yang didirikan di situs sebuah kul pagan kuno. Abbas pertama biara tersebut, Boguchwał, menulis tentang yayasan itu dan sang Adipati:
Yang saleh Adipati Bolesław mendirikan Łysa Góra sebuah Biara yang dipersembahkan untuk Tritunggal Mahakudus dengan para biarawan Ordo Santo Benediktus.
Dokumen-dokumen yang disimpan dari sekitar tahun 1427 (disebut świętokrzyskie dokumenty pergaminowe) memastikan sejarah Uskup dan menambahkan bahwa rekan-pendiri biara itu adalah ksatria Wojsław.[298]
Gereja St. Giles, Inowłódz dibangun dengan gaya Roman. Menurut sebuah inskripsi piring modern (diduga berasal dari abad ke-17) kuil ini dibangun pada tahun 1082 oleh Władysław I Herman. Namun penelitian modern mengungkapkan bahwa dasar dari Gereja itu diduga dari abad ke-12 (terhitung sejak tahun 1138) dan pendirinya adalah Bolesław.[299]
Gereja Collegiate di Ostrów Tumski didirikan berkat sumbangan-sumbangan Heymo dan Comte Wojsław pada tahun 1120, menyusul laporan dari abad ke-15 Rocznika głogowskiego.[300] Sarjana-sarjana modern percaya bahwa pendirinya adalah Bolesław (T. Lalik), atau yayasan yang dibuat oleh Uskup Heymo dan Wojsław dengan persetujuan sang Adipati (H. Gerlic) atau sebuah yayasan yang dibuat oleh Uskup Heymo dan Bolesław (T. Jurek). Di dalam beberapa studi sebelumnya dari sejarah Silesia terdapat opini bahwa Bolesław mendirikan Collegiate itu sebagai tanda terima kasih atas kesetiaan dan keberanian rakyat Głogów dan juga sebagai cara penebusan dosa telah membutakan Zbigniew.[301]
Biara Benediktin di Tyniec (Kraków) menurut beberapa hipotesis juga didirikan oleh Bolesław. Pada tahun 1124 wakil kepausan mengeluarkan pengesahan barang yang diterima dari wilayah-wilayah Biara.[302]
Katedral Wawel diselesaikan di masa pemerintahan Bolesław. Pada tahun 1118 Uskup Maurus dimakamkan disana.[304]
Kanon biasa di Trzemeszno diduga didirikan disana Bolesław. Bukti dari ini terdapat di dalam dokumen yang dikeluarkan oleh Mieszko III pada tahun 1145.[305]
Hubungan di antara Bolesław dan istri keduanya Salomea dengan biara Swabia di Zwiefalten dengan baik diketahui. Penjelasan dan rincian mengenai Berthold dari Zwiefalten adalah satu-satunya bukti dari perkembangan budaya, artistik dan agama di istana Polandia pada abad ke-12.[306]
Sumber yang sama menyebutkan bahwa salib emas yang disumbangkan ke biara itu dibuat oleh master Leopard, yang bekerja untuk penguasa Polandia pada tahun 1129–37.[307]
Relik dari tahun 1113 adalah contoh dari perkembangan seni di masa pemerintahan Bolesław ini; yang dibuat pada masa perjalanan tobat ke makam Santo Adalbertus di Katedral Gniezno setelah membutakan Zbigniew, menurut laporan Gallus Anonymous:[124]
Bukti dari pekerjaan besar pandai emas, Bolesław telah membuat sebuah relik dari Santo, sebagai kesaksian pengabdian dan penebusan dosanya. Setengah peti mengandung 80 grzywna, emas paling murni, tidak termasuk mutiara dan batu mulia yang mungkin cocok dengan nilai emas.
Relik tersebut berisi kepala Santo Adalbertus. Pada akhir abad ke-15 dilelehkan untuk dibuat yang baru. Menurut catatan tahun 1494 memiliki bentuk kuil segi delapan. Dinding sampingnya memiliki bentuk kotak dan dipisahkan oleh sebuah kolom kecil, yang didasarkan pada jumlah santo-santo atau rasul-rasul. Monumen tersebut dihiasi dengan 8 mutiara dan 40 batu safir.[308]
Historiografi Polandia di masa pemerintahan Bolesław
Selama pemerintahannya, Bolesław menginginkan sejarah Wangsa Piast dituliskan. Tugas ini diberikan ke biarawan Benediktin yang tidak diketahui namanya (yang telah keliru disebutkan sebagai Gallus Anonymous[309][310]). Namun penelitian modern menunjukkan bahwa biarawan itu berasal dari Venesia.[311][312]
Chronica Polonorumnya, ditulis di dalam bahasa Latin, yang dibuat di antara tahun 1112 dan 1116.[313] Sejarah negara (bahasa Latin: gesta ducum) yang dibuat menggambarkan nasib para penguasa. Babad tersebut mencakup sejarah dari zaman legendaris sampai tahun 1114.[314] Terdiri dari tiga bagian, karya sastra yang belum selesai ini membenarkan hak-hak Wangsa Piast untuk memerintah di Polandia. Babad tersebut juga menjelaskan banyak kejadian kontroversial yang terjadi di bawah tanggung jawab para penguasa, dan memberikan penjelasan lengkap mengenai kebijakan mereka.[315][316]
^Oswald Balzer was in favor of 1086 as the year of birth, in bases of the records of the oldest Polish source: Roczniki Świętokrzyskie and Rocznik kapitulny krakowski; O. Balzer: Genealogia Piastów, p. 119.
^K. Jasiński: Rodowód pierwszych Piastów, Poznań: 2004, pp. 185–187. ISBN 83-7063-409-5.
^M. Plezia: Wstęp, [in:] Gallus Anonymus: Cronicae et gesta ducum sive principum Polonorum, pp. 27–31.
^M. Spórna, P. Wierzbicki: Słownik władców Polski i pretendentów do tronu polskiego, p. 65; S. Trawkowski: Bolesław III Krzywousty [in:] A. Garlicki (ed.): Poczet królów i książąt polskich, p. 80; R. Grodecki, S. Zachorowski, J. Dąbrowski: Dzieje Polski średniowiecznej, vol. I, p. 158.
^S. Trawkowski: Bolesław III Krzywousty [in:] A. Garlicki (ed.): Poczet królów i książąt polskich, p. 89.
^ abO. Balzer's genealogy doesn't mention the coronation of Vratislav II, but he places the traditional date given by the chronicles of Cosmas of Prague (15 June 1086) to the coronation of the first King of Bohemia; O. Balzer: Genealogia Piastów, p. 108. V. Novotny indicates that the Synod of Mainz took place in late April or May 1085; V. Novotny: Ceske dejiny. Diiu I cast 2. Od Bretislava I do Premysla I, Prague 1912, p. 245. He believes that Vratislav II's coronation as King of Bohemia and Poland took place on 15 June 1085, after the synod, and not in 1086, as reported by O. Balzer and Cosmas of Prague. Compare to W. Mischke: Poland Czech kings crownDiarsipkan 2008-08-08 di Wayback Machine. (in Polish) [available 24 August 2009], pp. 11–12, 27–29.
^ abCosmas of Prague affirmation about the coronation of Prince Vratislav II as King of Poland is disputed by many historians. Medievalists consider it a mistake of the chronicler; G. Labuda: Korona i infuła. Od monarchii do poliarchii, Kraków: 1996, p. 13. ISBN 83-03-03659-9. A detailed argument over the supposed coronation of Vratislav II was presented by W. Mischke: Poland Czech kings crownDiarsipkan 2008-08-08 di Wayback Machine. (in Polish) [available 24 August 2009], pp. 11–29. M. Spórna and P. Wierzbicki believe that message of Cosmas is authentic. As King of Poland, Vratislav II stemmed from the emperor's claim to sovereignty over the Polish homage (fief indirect, second-degree); M. Spórna, P. Wierzbicki: Słownik władców Polski i pretendentów do tronu polskiego, p.496.
^R. Grodecki, S. Zachorowski, J. Dąbrowski: Dzieje Polski średniowiecznej, vol. I, pp. 127–128.
^M. Spórna, P. Wierzbicki: Słownik władców Polski i pretendentów do tronu polskiego, p. 353; M. K. Barański: Dynastia Piastów w Polsce, p. 175.
^R. Grodecki, S. Zachorowski, J. Dąbrowski: Dzieje Polski średniowiecznej, vol. I, p. 130.
^O. Blazer didn't include the mother of Zbigniew in the list of Władysław I Herman's wives. Jan Wagilewicz named her Krystyna; O. Balzer: Genealogia Piastów, p. 107. T. Grudziński believes that by 1080, Władysław I Herman was still unmarried. In contrast, many historians stated the Zbigniew's mother was the first wife of Prince Władysław I; K. Jasiński: Rodowód pierwszych Piastów, Poznań 2004, p. 164. ISBN 83-7063-409-5. Today it is widely accepted that the mother of Zbigniew was Przecława, a member of the Prawdzic family; see A. Nawrot (ed.): Encyklopedia Historia, Kraków 2007, p. 738. ISBN 978-83-7327-782-3.
^M. K. Barański: Dynastia Piastów w Polsce, p. 178.
^Strengthening the Polish situation in the first years of the rule of Władysław I, he could refuse to pay tribute to Bohemia for Silesia. M. K. Barański: Dynastia Piastów w Polsce, p. 179.
^The cult of Saint Giles began to expand rapidly in Europe during the first half of the 11th century. Polish lands went through the clergy, or pilgrims going to Saint-Gilles and Santiago de Compostella; K. Maleczyński: Bolesław III Krzywousty, pp. 14–15.
^Władysław, by the grace of God Prince of the Polans, and Judith, his legitimate wife, send to Odilon, the venerable Abbot of Saint Giles, and all his brothers humble words of profound reverence. Learned that Saint Giles was superior to others in dignity, devotion, and that willingly assisted [the faithful] with power from heaven, we offer it with devotion these gifts for the intentions of had children and humbly beg for your holy prayers for our request. Gallus Anonymus: Cronicae et gesta ducum sive principum Polonorum, vol. I, cap. XXX, pp. 57–58.
^12th century chronicles mentions that at the coffin of St. Giles was a golden image of some form. J. ed. Vielard: La guide du pèlerin de Saint-Jacques de Compostelle, XII-wieczny przewodnik pielgrzymów ST. Gilles, St. Giles 1938; M. K. Barański: Dynastia Piastów w Polsce, p. 179.
^ abGallus Anonymus: Cronicae et gesta ducum sive principum Polonorum, vol. II. cap. I. p. 62.
^ abKosmasa Kronika Czechów., vol. II, cap. XXXVI, pp. 77–78.
^In 1637, on the tombstone of Judith at Kraków Cathedral was placed the date of her death as 24 December 1082, in clear contradiction to all known sources. O. Balzer: Genealogia Piastów., p. 104.
^Wincenty Kadłubek in his writings gave to Judith and Władysław I Herman the titles of Queen and King. W. Kadłubek: Kronika polska., vol. II, cap 22, pp. 81–82.
^K. Jasiński: Rodowód pierwszych Piastów., p. 166. Compared with K. Maleczyński: W sprawie daty urodzin Bolesława Krzywoustego., "Kwartalnik Historyczny", nº50, pp. 442–445.
^The date was widely supported by the investigator, for which he advocated to A. Bielowski against K. Jasiński. Pros: K. Jasiński: Rodowód pierwszych Piastów., p. 166.
^ abK. Jasiński: Rodowód pierwszych Piastów., p. 186.
^From 1686 to 1939 the day of King Stephen of Hungary was celebrated on 2 Septemberafter which was transferred on 16 August. Official website of the Parish of St. Stephen in Warsaw: Święty Stefan, Król, 969–1038 (in Polish) [retrieved 13 July 2014].
^K. Jasiński: Rodowód pierwszych Piastów., pp. 164–165, 168.
^K. Jasiński: Rodowód pierwszych Piastów., pp. 185–187.
^K. Jasiński: Rodowód pierwszych Piastów., p. 167, 185.
^Cosmas often uses the Latin term tertio die to determine a short period. K. Jasiński: Rodowód pierwszych Piastów., pp. 186–187.
^O. Balzer: Genealogia Piastów., p. 119; K. Jasiński: Rodowód pierwszych Piastów., pp. 185–187.
^ abcK. Jasiński: Rodowód pierwszych Piastów, p. 184.
^K. Jasiński: Przydomek Bolesława Krzywoustego [in:] Genealogia. Studia i materiały historyczne, vol. VI, p. 143.
^K. Maleczyński: Bolesław III Krzywousty, pp. 342–343.
^Monumenta Poloniae Historica (Pomniki dziejowe Polski), vol. III, p. 68, 457, 626, 765.
^E. Kowalczyk: Krzywousty - skaza moralna czy fizyczna, "Kwartalnik Historyczny", nr 101, pp. 3–14.
^Another view is shown by K. Jasiński, who argued that is more likely he received this nickname for a physical defects than inmoral conduct. K. Jasiński: Przydomek Bolesława Krzywoustego [in:] Genealogia. Studia i materiały historyczne, vol. VI, pp. 138–146.
^The poisoning of Miesko Bolesławowic is attributed to Sieciech. M. Spórna, P. Wierzbicki: Słownik władców Polski i pretendentów do tronu polskiego, p. 353; Ł. Piernikarczyk: Palatyn Sieciech (1080–1100) (in Polish) [retrieved 13 July 2014].
^Zbigniew, after the birth of Bolesław, was sent to learning for a future clerical post in Kraków Cathedral. Behind his removal from court was probably Duchess Judith, mother of Bolesław. K. Maleczyński: Bolesław III Krzywousty., pp. 22–23.
^P. Ksyk-Gąsiorowska: Zbigniew, [in]: Piastowie. Leksykon biograficzny, Kraków 1999, p. 72. ISBN 83-08-02829-2.
^R. Grodecki believes that the banishment of Zbigniew to Quedlinburg Abbey was thanks to Count Palatine Sieciech and Duchess Judith-Sophia; R. Grodecki, S. Zachorowski, J. Dąbrowski: Dzieje Polski średniowiecznej, vol. I, p. 129.
^The opposition, who supported the rights of Mieszko Bolesławowic and Zbigniew, demanded the legal recognition of the two princes as pretenders to the throne. S. Szczur: Historia Polski – średniowiecze, p. 117.
^ abR. Grodecki, S. Zachorowski, J. Dąbrowski: Dzieje Polski średniowiecznej, vol. I, p. 128.
^S. Szczur believes that the plans of Sieciech to impose the Polish administration by force allowed the rapid integration with Poland; S. Szczur: Historia Polski – średniowiecze, pp. 117–118.
^M. Spórna, P. Wierzbicki: Słownik władców Polski i pretendentów do tronu polskiego, p. 445.
^M. K. Barański: Dynastia Piastów w Polsce, p. 182.
^ abcdR. Grodecki, S. Zachorowski, J. Dąbrowski: Dzieje Polski średniowiecznej, vol. I, p. 129.
^In the return of Zbigniew to Poland also involved Bretislaus II, Duke of Bohemia; M. K. Barański: Dynastia Piastów w Polsce, pp. 182–183.
^L. Korczak: Władysław I Herman [in]: Piastowie. Leksykon biograficzny, Kraków 1999, p. 65. ISBN 83-08-02829-2.
^The release of Zbigniew took place during the consecration of Gniezno Cathedral; M. K. Barański: Dynastia Piastów w Polsce, p. 183.
^R. Grodecki, S. Zachorowski, J. Dąbrowski: Dzieje Polski średniowiecznej, vol. I, p. 131.
^M. Bałaban: Historia i literatura żydowska ze szczególnym uwzględnieniem historii Żydów w Polsce, vol. I-III, Lwów 1925, p. 72.
^According to K. Maleczyński, Bolesław and Zbigniew received separated districts already in 1093, and the first actual division of the Principality took in a few years later; K. Maleczyński: Bolesław III Krzywousty, pp. 34–35. In 1093, Władysław I admitted, inter alia, to give Kłodzko to Bolesław (hypothesis presented by G. Labuda). R. Gładkiewicz (ed.): Kłodzko: dzieje miasta. Kłodzko 1998, p. 34. ISBN 83-904888-0-9.
^S. Szczur: Historia Polski – średniowiecze, p. 119.
^Zbigniew he should rule over Mazovia after the death of his father. This district, along with the towns inherited by Bolesław (Wroclaw, Krakow and Sandomierz) had to ensure the future control and full authority over the state. R. Grodecki, S. Zachorowski, J. Dąbrowski: Dzieje Polski średniowiecznej, vol. I, pp. 131–132.
^Historians presented different views on the division of the country. R. Grodecki think that first division took place during the reign of Władysław I (in 1097–98) and the second after his death in 1102, under the arbitration of Archbishop Martin I of Gniezno. R. Grodecki, S. Zachorowski, J. Dąbrowski: Dzieje Polski średniowiecznej, vol. I, pp- 131–135. G. Labuda believes that the division occurred around 1097, but only when Bolesław had completed 12 years. G. Labuda: Korona i infuła. Od monarchii do poliarchii, Kraków:1996, pp. 16–69. ISBN 83-03-03659-9. K. Maleczyński placed the date of the first division around 1099. J. Wyrozumski: Historia Polski do roku 1505, Warszaw 1984, p. 101. ISBN 83-01-03732-6.
^ abcS. Szczur: Historia Polski – średniowiecze, p. 120.
^M. K. Barański: Dynastia Piastów w Polsce, p. 184.
^These events are described, inter alia, in the publication of Zdzisław S. Pietras, "Bolesław Krzywousty". See Z. S. Pietras: Bolesław Krzywousty, Cieszyn 1978, pp. 45–60.
^The excuse for this conflict by Władysław I was the absence of regulation in the payment of tribute to Bohemia. For Bretislaus II, was the lost of Kamień and Barda. K. Maleczyński: Bolesław III Krzywousty, p. 28.
^Kosmasa Kronika Czechów, vol. III, cap. IX, p. 97.
^ abP. Jasienica: Polska Piastów, Warsaw 2007, p. 117.
^Stanisław Szczur: Historia Polski: Średniowiecze – Krakow, 2008, pp.121
^K. Maleczyński:Bolesław Krzywousty: Zarys Panowania, Krakow: 1947, pp. 53–56.
^T. Manteuffel believed that Zbigniew tried to play the role of tutor of his younger half-brother. See T. Manteuffel: Polska wśród nowych państw Europy [in:] T. Manteuffel (ed.), Polska pierwszych Piastów. Państwo, społeczeństwo, kultura., p. 34. S. Szczur felt that the issue was a matter of overlordship. S. Szczur: Historia Polski – średniowiecze., p. 121. R. Grodecki thought that the principle of Seniorate was most accepted. The equality of both rulers came only in 1106. R. Grodecki, S. Zachorowski, J. Dąbrowski: Dzieje Polski średniowiecznej, vol. I, pp. 135–136. A different view is presented by G. Labuda, who pointed out that Zbigniew maintained the equality of rule between both districts since the division of 1102. G. Labuda: Korona i infuła. Od monarchii do poliarchii, pp. 16–17.
^ abM. K. Barański: Dynastia Piastów w Polsce, Warsaw 2008, p. 193.
^M. K. Barański: Dynastia Piastów w Polsce, Warsaw 2008, p. 194.
^S. Szczur: Historia Polski – średniowiecze, p. 121.
^M. K. Barański: Dynastia Piastów w Polsce, Warsaw 2008, pp. 193–194.
^ abM. K. Barański: Dynastia Piastów w Polsce, Warsaw, 2008, p. 195.
^R. Grodecki, S. Zachorowski, J. Dąbrowski: Dzieje Polski średniowiecznej, vol. I, pp. 136–137.
^The date was given by Cosmas of Prague. At the news of the rebellion Bořivoj II (who was in the Congress of Merseburg) complained to Emperor Henry V and request his intervention. Z. S. Pietras: Bolesław Krzywousty. Cieszyn, 1978, pp. 90–91
^M. K. Barański: Dynastia Piastów w Polsce, pp. 203–204.
^Wincenty Kadłubek describes this battle following the reports of Gallus Anonymus. However, at the end of the 19th century, historians recognized Kadłubek's relate as unreliable, as reflected, inter alia, [in:] S. Orgelbrand: Encyklopedia Powszechna, vol. XII, Od Polska do Rohan, p. 406.
^M. K. Barański: Dynastia Piastów w Polsce, p. 207.
^Tomasz Ga̜sowski, Jerzy Ronikier, Zdzisław Zblewski: Bitwy polskie. Leksykon, Editorial Znak, 1999.
^Probably in this treaty was stipulated that Zbigniew received Sieradz as a fief. P. Ksyk-Gąsiorowska: Zbigniew, [in:] S. Szczur, K. Ożóg (ed.), Piastowie. Leksykon biograficzny, p. 75.
^Z. Dalewski: Rytuał i polityka. Opowieść Galla Anonima o konflikcie Bolesława Krzywoustego ze Zbigniewem, p. 25.
^Z. Dalewski: Rytuał i polityka. Opowieść Galla Anonima o konflikcie Bolesława Krzywoustego ze Zbigniewem, pp. 39–40.
^Z. Dalewski: Rytuał i polityka. Opowieść Galla Anonima o konflikcie Bolesława Krzywoustego ze Zbigniewem, p. 13, 46.
^Z. Dalewski: Rytuał i polityka. Opowieść Galla Anonima o konflikcie Bolesława Krzywoustego ze Zbigniewem, p. 38.
^The date of Zbigniew's blinding is disputed. Cosmas of Prague favored the year 1110 (Kosmasa Kronika Czechów, vol. III, cap. XXXIV. p. 115); for the year 1111 are in favor L. Giesebrecht: Wendische Geschichte aus den Jahren 780–1182, p. 176 and M. Gumblowicz: Zur Geschichte Polens im Mittelalter. Zwei kritische Untersuchunden über die Chronik Baldwin Gallus. Aus dem Nachlass des Verfassers herausgegeben, p. 94; for the year 1112 are in favor O. Balzer:, p. 117, S. Szczur: Historia Polski – średniowiecze, p. 124 and T. Tyc: Zbigniew i Bolesław [in:] Arcybiskup Marcin i Gniezno, p. 23; for a time between 1112 and 1113 are in favor R. Grodecki, [in:] Gallus Anonymous: Kronika polska, pp. 28–29, M. Plezia, [in:] Gallus Anonymous: Kronika polska, p. 38; and for the year 1113 is in favor K. Maleczyński: Bolesław III Krzywousty, pp. 70–75.
^Z. Dalewski: Rytuał i polityka. Opowieść Galla Anonima o konflikcie Bolesława Krzywoustego ze Zbigniewem, p. 144.
^T. Tyc: Zbigniew i Bolesław [in:] Arcybiskup Marcin i Gniezno, pp. 30–40.
^Gallus Anonymus: Cronicae et gesta ducum sive principum Polonorum, vol. III, cap. XXV, p. 158.
^Z. Dalewski: Rytuał i polityka. Opowieść Galla Anonima o konflikcie Bolesława Krzywoustego ze Zbigniewem, p. 145; K. Maleczyński: Bolesław III Krzywousty, pp. 76–77.
^Z. Dalewski: Rytuał i polityka. Opowieść Galla Anonima o konflikcie Bolesława Krzywoustego ze Zbigniewem, p. 183.
^R. Grodecki, S. Zachorowski, J. Dąbrowski: Dzieje Polski średniowiecznej, vol. I, p. 142. According to Maleczyński, any agreement between Bolesław and King Coloman was signed during this trip. Witnessing this was Bolesław's later pilgrimage to the tomb of Saint Adelbertus, where he gave numerous gifts to the clergy and mint commemorative coins. K. Maleczyński: Bolesław III Krzywousty, p. 77.
^ abGallus Anonymus: Cronicae et gesta ducum sive principum Polonorum, p. 161.
^During the Hungarian pilgrimage, according to Gallus Anonymous in his Chronicle: (...)despite the fact that he ruled over some no principality, but over a great Kingdom (in terms of Bolesław III Wrymouth) and that he was in uncertain peace, from various hostile Christian and pagan peoples, they entrusted themselves and their Kingdom in defense of the power of God(...). This piece, which focuses on devotion to the care of the Apostolic See of lands belonging to the Prince (following the rerms of the previous Dagome iudex), has not been approved by Polish medievalists. Gallus Anonymus: Cronicae et gesta ducum sive principum Polonorum, p. 159.
^M. Spórna, P. Wierzbicki: Słownik władców Polski i pretendentów do tronu polskiego, p. 501; B. Snoch: Protoplasta książąt śląskich, p. 13.
^S. Arnold: Historia Polski do połowy XV wieku, p. 29.
^Western Pomerania, rich principality ruled by Wartislaw I. The confluence of the Oder river and the lands of the lower and upper areas were also a matter of interest to German and Danish margraves, so Bolesław must be also interested in them. S. Szczur: Historia Polski – średniowiecze, p. 124.
^R. Grodecki, S. Zachorowski, J. Dąbrowski: Dzieje Polski średniowiecznej, vol. I, pp. 143–144.
^According to O. Balzer, Zbyslava of Kiev died between 1109 and 1112. O. Balzer: Genealogia Piastów, p. 121.
^Richeza and Sophia of Berg, Salomea's sisters, are the wives of Vladislaus I and Otto II the Black, respectively. S. Trawkowski: Bolesław III Krzywousty [in:] A. Garlicki (ed.) Poczet królów i książąt polskich, pp. 80–89.
^K. Maleczyński: Bolesław III Krzywousty, pp. 141–142.
^In 1116 there was another great expedition to Eastern Pomerania. Bolesław had a difficult victory, but didn't join this area to Poland. A. Marzec: Bolesław III Krzywousty, [in:] S. Szczur, K. Ożóg (ed.), Piastowie. Leksykon biograficzny, p. 81.
^The Rocznik kapituły krakowskiej indicates in 1117 that voivode Skarbimir rebelled against Bolesław and was blinded.
^ abcB. Snoch: Protoplasta książąt śląskich, p. 17.
^K. Maleczyński: Bolesław III Krzywousty, pp. 157–158.
^This theory is supported, among others, by M. K. Barański: Dynastia Piastów w Polsce, p. 202; J. Bieniak: Polska elita polityczna XII wieku (Część II. Wróżda i zgoda), [in:] Kuczyński K. (ed.), Społeczeństwo Polski średniowiecznej, vol. III, pp. 51–52. Others historians, however, believed that the origin of Skarbimir's rebellion as a result of an Act of Succession as only speculative. S. Szczur: Historia Polski – średniowiecze, pp. 127–128. The theory of J. Bieniak is further criticized by M. Dworsatschek: Władysław II Wygnaniec, p. 37.
^M. Spórna, P. Wierzbicki: Słownik władców Polski i pretendentów do tronu polskiego, p. 64.
^Полное собранiе русскихъ лѣтописей, vol. 7: Лѣтопись по Воскресенскому списку, p. 24.
^Полное собранiе русскихъ лѣтописей, vol. 1: Лаврентiевская и Троицкая лѣтописи, p. 128.
^In his second marriage, Yaroslav married with Sophia, Bolesław's half-sister.
^ abПолное собранiе русскихъ лѣтописей, vol. 7: Лѣтопись по Воскресенскому списку, p. 25.
^Members of the Rostislavich branch of the Rurikid dynasty, Princes Volodar and Vasilko gained political autonomy at the end of the 11th century and beginning of the 12th century and fought for their independence from Kiev, but, unable to stop the combined forces of Grand Prince Sviatopolk II of Kiev and King Coloman of Hungary, finally were defeated and Vasilko was captured and blinded. J. Ochmański: Dzieje Rosji do roku 1861, p. 50.
^M. Spórna, P. Wierzbicki: Słownik władców Polski i pretendentów do tronu polskiego, p. 64; J. Krzyżaniakowa: Rola kulturalna Piastów w Wielkopolsce [in:] R. Heck (ed.), Piastowie w dziejach Polski, p. 181.
^R. Grodecki, S. Zachorowski, J. Dąbrowski: Dzieje Polski średniowiecznej, vol. I, p. 147.
^The Polish-Danish expedition to the island of Wolin and Usedom is mentioned by Saxo Grammaticus. E. Rymar: Rodowód książąt pomorskich, p. 98.
^R. Grodecki, S. Zachorowski, J. Dąbrowski: Dzieje Polski średniowiecznej, vol. I, pp. 148–149.
^On 14 October 1140 Pope Innocent II formally invested Adalbert as Bishop of Pomerania in Wolin. The Bishopric was erected in 1124 in Wolin by Wartislaw I and Otto of Bamberg. E. Rymar: Rodowód książąt pomorskich, pp. 102–103.
^Archbishop Norbert tried to take over the Bishopric of Poznań and incorporated under the suzerainty of the Archbishopric of Magdeburg. K. Maleczyński: Bolesław III Krzywousty, p. 301.
^Ph. Jaffé: Regesta pontificum Romanorum ab condita Ecclesia ad annum post Christum natum MCXCVIII, cap. I, p. 860, nr 7629. Text of the Bull Sacrosancta Romana was published [in:] Codex diplomaticus majoris Polonia, vol. 1, nr 6 (in Latin) [retrieved 19 July 2014].
^K. Maleczyński: Bolesław III Krzywousty, pp. 303–304.
^R. Grodecki, S. Zachorowski, J. Dąbrowski: Dzieje Polski średniowiecznej, vol. I, pp. 151–153.
^Around 1127, Magnus married Ryksa, Bolesław's eldest daughter
^The hypothesis about the Polish ruler paying homage to Germany was undermines by K. Maleczyński, who pointed that in this way Bolesław retained the sovereignty over his Pomeranian lands. The Annals of Magdeburg, which reported this information, added a note with the year 1113 (Congress in Merseburg), who is considers reliable. It shall give the fact that any other German or Bohemian sources doesn't mention this event. K. Maleczyński: Bolesław III Krzywousty, pp. 239–246. On the other hand S. Szczur, referring to the Annals, indicates that the Polish prince acknowledged the sovereignty of the Emperor not only for Western Pomerania and Rügen, but also for Poland. S. Szczur: Historia Polski - średniowiecze, p. 126.
^Kyra T. Inachin: Die Geschichte Pommerns, Hinstorff Rostock, 2008, p. 17, ISBN 978-3-356-01044-2: "Mit dem Tod Kaiser Lothars 1137 endete der sächsische Druck auf Wartislaw I., und mit dem Ableben Boleslaw III. auch die polnische Oberhoheit."
^The authenticity of the only known copy of this Bull is disputed. According to K. Maleczyński this was a forgery made after 1139. He believes that the 7 July 1136 issued document for the Archbishopric of Gniezno indeed was only a privilege, as evidenced by not only by the names of the Cardinals signed there, but also by the fact that the Bull bears the stamp who originally belonged to Pope Innocent II. This document, however, later widened at the law firm of Gniezno new church property as collateral against greed lay people, hence the current text can even deviate significantly from the original 1136 text. K. Maleczyński: Bolesław III Krzywousty, pp. 309–310, 311. Compare [with]: K. Maleczyński: W kwestii autentyczności bulli gnieźnieńskiej z r. 1136., reprint, [in:] K. Maleczyński: Studia nad dokumentem polskim, pp. 170–188. The authenticity of the Bull, in turn, was defended by H. Łowmiański: Początki Polski: polityczne i społeczne procesy kształtowania się narodu do początku wieku XIV, vol. VI, cap. 1, pp. 337–343; There is also a summary of the sources of the years 1937–1975.
^Ph. Jaffé: Regesta pontificum Romanorum ab condita Ecclesia ad annum post Christum natum MCXCVIII.. Cz. I. s. 872, nr 7785. Tekst bulli Ex commisso nobis a Deo opublikowany został, [w:] Codex diplomaticus majoris Polonia, T. 1, nr 7 (łac.). [dostęp 16 grudnia 2009].
^At the same time fell a plan to appoint two other Pomeranian dioceses. R. Grodecki, S. Zachorowski, J. Dąbrowski: Dzieje Polski średniowiecznej, vol. I, p. 152.
^ abS. Szczur: Historia Polski – średniowiecze, p. 127.
^R. Grodecki, S. Zachorowski, J. Dąbrowski: Dzieje Polski średniowiecznej, vol. I, p. 154.
^O. Balzer indicates that marriage of Bolesław and Salomea was concluded in 1113. O. Balzer: Genealogia Piastów, pp. 122–123. K. Maleczyński, however, believes that this marriage took place in late March–July 1115. K. Maleczyński: Bolesław III Krzywousty, p. 313. K. Jasiński was in favor of J. Bieniak, who indicates that the marriage occurred in the first two months of 1115. K. Jasiński: Rodowód pierwszych Piastów, pp. 190–191.
^K. Maleczyński: Bolesław III Krzywousty, pp. 313–314.
^P. Jasienica: Polska Piastów, p. 127; A. Marzec: Bolesław III Krzywousty, [in:] S. Szczur, K. Ożóg (ed.), Piastowie. Leksykon biograficzny, p. 84; S. Szczur: Historia Polski – średniowiecze, p. 132.
^K. Jasiński: Rodowód Piastów śląskich, cap. I, pp. 57–58.
^According to Latopis hipacki (the only reliable early source who mentioned her), doesn't give her name. In older literature, however, was assumed that her name was Judith, for example J. Żylińska: Piastówny i żony Piastów. pp. 99, 113. M. Spórna and P. Wierzbicki, however, confirmed the existence of this daughter but her name is unknown; see M. Spórna and P. Wierzbicki: Słownik władców Polski i pretendentów do tronu polskiego, pp. 501–502.
^Полное собранiе русскихъ лѣтописей, vol. 2: Ипатiевская лѣтопись, p. 10.
^ abK. Maleczyński: Bolesław III Krzywousty, pp. 315–316.
^ abK. Jasiński: Rodowód pierwszych Piastów, p. 209.
^ abK. Maleczyński: Bolesław III Krzywousty, p. 316.
^K. Jasiński: Rodowód pierwszych Piastów, p. 211, 214.
^K. Jasiński: Rodowód pierwszych Piastów, pp. 217–218; O. Balzer, Genealogia Piastów, 2nd edition, Kraków 2005, p. 270, placed her birth around 1118.
^It's possible that there was no actual marriage -The Annalista Saxo uses the phrase "was married to" (in Latin desponsata fuit in the sentence: Huic desponsata fuit filia ducis Polanorum); GH Pertz: Annalista Saxon in Chronica et annales Aevi Salici (Monumenta Historica Germaniae)Diarsipkan 2017-09-25 di Wayback Machine. (in Latin), vol. VI. p. 768. [retrieved 19 May 2014].
^K. Jasiński: Rodowód pierwszych Piastów, pp. 217–218.
^O. Balzer: Genealogia Piastów, p. 123, 138–143, 152–153.
^Among historians who refuted her Piast origin are Stanisław Kętrzyński, Karol Maleczyński and Gerard Labuda. See: K. Jasiński: Rodowód pierwszych Piastów, p. 208.
^This view was formulated by J. Bieniak. He also pointed that Sophia and Bishop Mateusz would belonged to the Leszczyców family. See also K. Jasiński: Rodowód pierwszych Piastów, p. 223.
^K. Maleczyński points out that there is no way to resolve the issue of Sophia's parentage. The Rocznik świętokrzyski dawny reported Sophia's death on 10 October 1136, while the Obituary of Zwiefalten from the manuscript of Cividale recorded her death on 11 October 1136, naming her a Polish princess. Thus, Sophia could be Bolesław's daughter, or a close relative. K. Maleczyński: Bolesław III Krzywousty, p. 316.
^ abS. Szczur: Historia Polski – średniowiecze, p. 128.
^G. Labuda: Testament Bolesława Krzywoustego [in:] A. Horst. (ed.), Opuscula Casimiro Tymieniecki septuagenario dedicata, p. 178; J. Bieniak: Polska elita polityczna XII wieku (Część II. Wróżda i zgoda), [in:] Kuczyński K. (ed.), Społeczeństwo Polski średniowiecznej, vol. III, p. 52.
^S. Szczur: Historia Polski – średniowiecze, p. 127. According to J. Bienak the Testament was drawn up during the Christmas celebrations of 1117. J. Bieniak: Polska elita polityczna XII wieku (Część II. Wróżda i zgoda), [in:] K. Kuczyński (ed.), Społeczeństwo Polski średniowiecznej, vol. III, pp. 51–52. The theory of Bienak was criticized by M. Dworsatschek. M. Dworsatschek: Władysław II Wygnaniec, p. 37.
^K. Maleczyński: Bolesław III Krzywousty, p. 302. The abolition of the Seniorate Principle occurred during the Congress of Łęczyca in 1180. In that meeting, the Lesser Poland domains were given to Casimir II as hereditary fief. R. Grodecki, S. Zachorowski, J. Dąbrowski: Dzieje Polski średniowiecznej, vol. I, p. 183. The decisions of the Congress were further approved by Pope Alexander III on 28 March 1181. A. Bielowski (ed.): Monumenta Poloniae Historica (in Polish), p. 401, compare editor 1, p. 401.
^E. Rymar: Primogenitura zasadą regulującą następstwo w pryncypat w ustawie sukcesyjnej Bolesława Krzywoustego, "Śląski Kwartalnik Historyczny Sobótka", no 1 (48), pp. 10–15, 1993.
^Issues about the principate-seniority rules after Bolesław's death were further revised in the publication of A. Śmiecha, Testament Bolesława Krzywoustego. In Statut o sukcesji władzy w Polsce the author presents the views of Polish medieval studies. A. Śmiech: Testament Bolesława Krzywoustego (in Polish) [retrieved 22 July 2014]. See also [in:] S. Szczur: Historia Polski – średniowiecze, p. 128.
^M. Kantecki argued that Bolesław described the heritability of the Seniorate Province. This view was supported by W. Kętrzyński. The arguments of M. Kantecki met with criticism between contemporary medieval studies. E. Rymar: Primogenitura zasadą regulującą następstwo w pryncypat w ustawie sukcesyjnej Bolesława Krzywoustego, "Śląski Kwartalnik Historyczny Sobótka", no 1 (48), pp. 4–5, 1993.
^Modern medievalist historians pointed that Sieradz and Łęczyca were not included in the territorial district of the Seniorate Province. A. Śmiech: Testament Bolesława Krzywoustego (in Polish) [retrieved 22 July 2014].
^A. Marzec: Bolesław III Krzywousty, [in:] S. Szczur, K. Ożóg (ed.), Piastowie. Leksykon biograficzny, p. 84; K. Maleczyński: Bolesław III Krzywousty, p. 328.
^S. Szczur: Historia Polski – średniowiecze, p. 132.
^ abcR. Grodecki, S. Zachorowski, J. Dąbrowski: Dzieje Polski średniowiecznej, vol. I, p. 155.
^G. Labuda: Korona i infuła. Od monarchii do poliarchii, p. 18.
^G. Labuda believes that Bolesław established the Seniorate Province, which had in turn passed to all his sons, according to seniority, along with a senior district. G. Labuda: Testament Bolesława Krzywoustego [in:] A. Horst (ed.), Opuscula Casimiro Tymieniecki septuagenario dedicata, p. 193.
^According to modern medievalist historians, Henry would receive his domains only in 1146. A. Śmiech: Testament Bolesława Krzywoustego (in Polish) [retrieved 22 July 2014]. G. Labuda believed that Bolesław divided the country between three and not four sons: Władysław II, Bolesław IV and Mieszko III. G. Labuda: Testament Bolesława Krzywoustego [in:] A. Horst (ed.), Opuscula Casimiro Tymieniecki septuagenario dedicata, p. 193.
^K. Buczek: Jeszcze o testamencie Bolesława Krzywoustego, "Przegląd Historyczny", no 60, pp. 621–639; G. Labuda: Testament Bolesława Krzywoustego [in:] A. Horst (ed.), Opuscula Casimiro Tymieniecki septuagenario dedicata, p. 193.
^S. Szczur: Historia Polski – średniowiecze, p. 130.
^With this view is disagreed E. Rymar. See E. Rymar: Primogenitura zasadą regulującą następstwo w pryncypat w ustawie sukcesyjnej Bolesława Krzywoustego, "Śląski Kwartalnik Historyczny Sobótka", no 1 (48), pp. 9–10, 1993.
^S. Szczur: Historia Polski – średniowiecze, p. 131.
^B. Zientara: Władysław II Wygnaniec, [in:] Poczet królów i książąt polskich, p. 90.
^The division within the provinces on castellanies and opole as smaller territorial units, presented by R. Grodecki. R. Grodecki, S. Zachorowski, J. Dąbrowski: Dzieje Polski średniowiecznej, vol. I, p. 199.
^ abcS. Szczur: Historia Polski – średniowiecze, p. 150.
^ abcdJ. Topolski (ed.): Dzieje Polski do roku 1501, pp. 141–142.
^ abS. Szczur: Historia Polski – średniowiecze, p. 151.
^T. Lalik: Społeczne gwarancje bytu [in:] J. Dowiat (ed.), Kultura Polski średniowiecznej X-XIII w, p. 145.
^S. Szczur: Historia Polski – średniowiecze, pp. 149–150.
^T. Lalik: Społeczne gwarancje bytu [in:] J. Dowiat (ed.), Kultura Polski średniowiecznej X-XIII w, p. 146.
^ abR. Grodecki, S. Zachorowski, J. Dąbrowski: Dzieje Polski średniowiecznej, vol. I, p. 197.
^T. Lalik: Społeczne gwarancje bytu [in:] J. Dowiat (ed.), Kultura Polski średniowiecznej X-XIII w, p. 147.
^M. K. Barański: Dynastia Piastów w Polsce, pp. 240–250.
^I. Ihnatowicz, A. Mączak, B. Zientara: Społeczeństwo polskie od X do XX wieku, p. 65.
^Sources didn't provide the amount of this different groups. T. M. Nowak, J. Wimmer: Historia oręża polskiego 963–1795, p. 67.
^ abL. Ratajczyk (ed.): Historyczny rodowód polskiego ceremoniału wojskowego, p. 351.
^I. Ihnatowicz, A. Mączak, B. Zientara: Społeczeństwo polskie od X do XX wieku, p. 47.
^Gallus Anonymus: Cronicae et gesta ducum sive principum Polonorum, vol. III, cap. 23, p. 149.
^T. M. Nowak, J. Wimmer: Historia oręża polskiego 963–1795, p. 20, 22.
^T. M. Nowak, J. Wimmer: Historia oręża polskiego 963–1795, p. 66.
^Gallus Anonymus: Cronicae et gesta ducum sive principum Polonorum, vol. II, cap. 5, p. 69.
^M. K. Barański: Dynastia Piastów w Polsce, pp. 250–256.
^S. Arnold: Historia Polski do połowy XV wieku, p. 37.
^ abS. Szczur: Historia Polski – średniowiecze., pp. 152–154.
^M. K. Barański: Dynastia Piastów w Polsce, p. 251.
^The first seal, on basis of detailed research, was assigned to Władysław I Herman. M. Andrałojć, W. Andrałojć: Nie śniło się historykom (in Polish). [retrieved 26 July 2014]; F. Piekosiński: Najdawniejszy dokument polski, Wiadomości Numizmatyczno-Archeologiczne, vol. IV, 1899–1902. p. 493.
^The Bulla is the seal of the highest rank. Originally from ancient Rome, in the Middle Ages was commonly used in offices and in the zones with Byzantine cultural influence, including the Principalities of Kievan Rus': the oldest preserved Bulla from this area are dated already from the second half of the 10th century, including the Bulla of Duke Sviatoslav. M. Andrałojć, W. Andrałojć: Nie śniło się historykom (in Polish) [retrieved 26 July 2014].
^In older literature, there was a view that classified this bracteate with the name of penitential. W. Garbaczewski: Polskie monety kruszcowe od X wieku, p. 6Diarsipkan 2013-08-23 di Wayback Machine. (in Polish) [retrieved 26 July 2014]; M. Gumowski: Podręcznik numizmatyki polskiej, p. 25.
^S. Szczur: Historia Polski – średniowiecze, p. 183.
^Z. Świechowski, E. Gawlikowska-Świechowska: Sztuka polska, Romanizm, p. 64.
^Z. Świechowski, E. Gawlikowska-Świechowska: Sztuka polska, Romanizm, p. 93.
^J. Żylińska: Piastówny i żony Piastów, pp. 100–101; B. Snoch: Protoplasta książąt śląskich, p. 41.
^Z. Świechowski, E. Gawlikowska-Świechowska: Sztuka polska, Romanizm, p. 328.
^Z. Świechowski, E. Gawlikowska-Świechowska: Sztuka polska, Romanizm, pp. 327–328.
^16th century Bishop and historian Marcin Kromer believed that the author was Gallus due to the assumption that the monk came from Provence, France.
^M. Plezia: Nowe studia nad Gallem-Anonimem, [in:] H. Chłopocka (ed.): Mente et litteris. O kulturze i społeczeństwie wieków średnich, pp. 111–120.
^D. Borawska: Gallus Anonim czy Italus Anonim, "Przegląd Historyczny", no 56, pp. 111–119; T. Jasiński: Czy Gall Anonim to Monachus Littorensis?, "Kwartalnik Historyczny". no. 112, cap. 3, pp. 69–89.
^This dates are suggested by M. Plezia in the introduction to her 2003 book. According to the author, the work is probably developed between 1112 and 1116. Gallus Anonymus: Cronicae et gesta ducum sive principum Polonorum, p. 14.
^M. Plezia in the introduction to the Chronicles of Gallus suggested that the work stopped in 1113. Gallus Anonymus: Cronicae et gesta ducum sive principum Polonorum, p. 20. Contemporary medievalists assumes that the Chronicle of Gallus Anonymous has been brought to 1114. Behind that advocated, among others, K. Jasiński, which dates back to Zbyslava's death in 1114. K. Kollinger: Ruskie posiłki dla Bolesława III Krzywoustego w 1109, śmierć Zbysławy i trwałość sojuszu polsko-ruskiego w latach 1102–1114.
^S. Szczur: Historia Polski – średniowiecze, pp. 199–200.
S. Arnold S: Historia Polski do połowy XV wieku, Warsaw 1968.
O. Baranowska: Pomorze Zachodnie – moja mała ojczyzna, Szczecin 2001.
M. K. Barański: Dynastia Piatów w Polsce, Warsaw 2006.
J. Bieniak: Polska elita polityczna XII wieku (Part II: Wróżda i zgoda), [in:] K. Kuczyński (ed.): Społeczeństwo Polski średniowiecznej, vol. III, Warsaw 1985.
D. Borawska: Gallus Anonim czy Italus Anonim [in:] "Przegląd Historyczny", nr 56, 1965.
K. Buczek: Jeszcze o testamencie Bolesława Krzywoustego [in:] "Przegląd Historyczny", nr 60, 1969.
Z. Dalewski: Rytuał i polityka. Opowieść Galla Anonima o konflikcie Bolesława Krzywoustego ze Zbigniewem, Warsaw 2005.
D. Dąbrowski: Genealogia Mścisławowiczów, Kraków 2008.
J. Dowiat (ed.): Kultura Polski średniowiecznej X-XIII w., Warsaw 1985.
M. Dworsatschek: Władysław II Wygnaniec, Kraków 2009.
L. Fabiańczyk: Apostoł Pomorza, Szczecin 2001.
L. Giesebrecht: Wendische Geschichte aus den Jahren 780–1182, Berlin 1843.
R. Gładkiewicz (ed.): Kłodzko: dzieje miasta, Kłodzko 1998.
A. F. Grabski: Polska w opiniach obcych X-XIII w., Warsaw 1964.
R. Grodecki, S. Zachorowski, J. Dąbrowski: Dzieje Polski średniowiecznej, vol. I, Kraków 1995.
M. Gumblowicz: Zur Geschichte Polens im Mittelalter. Zwei kritische Untersuchunden über die Chronik Baldwin Gallus. Aus dem Nachlass des Verfassers herausgegeben, Innsbruck 1898.
M. Gumowski: Podręcznik numizmatyki polskiej, Kraków 1914.
I. Ihnatowicz, A. Mączak, B. Zientara: Społeczeństwo polskie od X do XX wieku, Warsaw 1979.
S. Helsztyński: O Gallu Anonimie i jego dziele [in:] Gall Anonim, Wielkie czyny Bolesława Krzywoustego, Warsaw 1948.
Ph. Jaffé: Regesta pontificum Romanorum ab condita Ecclesia ad annum post Christum natum MCXCVIII, cap. 1, Leipzig 1885.
K. Jasiński: Przydomek Bolesława Krzywoustego [in:] Genealogia. Studia i materiały historyczne, vol. VI, Poznań-Wrocław 1995.
K. Jasiński: Rodowód Piastów śląskich, Kraków 2007, cap. I.
K. Jasiński: Rodowód pierwszych Piastów, Poznań 2004.
T. Jasiński: Czy Gall Anonim to Monachus Littorensis? [in:] "Kwartalnik Historyczny", no 112, cap 3, 2005.
J. Kłoczowski: Młodsza Europa. Europa Środkowo-Wschodnia w kręgu cywilizacji chrześcijańskiej średniowiecza, Warsaw 2003.
L. Korczak: Władysław I Herman, [in:] S. Szczur, K. Ożóg (ed.): Piastowie. Leksykon biograficzny, Kraków 1999.
E. Kosiarz: Wojny na Bałtyku X-XIX w., Gdańsk 1978.
E. Kowalczyk: Krzywousty – skaza moralna czy fizyczna [in:] "Kwartalnik Historyczny", nr 101, 1994.
J. Krzyżaniakowa: Rola kulturalna Piastów w Wielkopolsce, [in:] R. Heck (ed.): Piastowie w dziejach Polski. Zbiór artykułów z okazji trzechsetnej rocznicy wygaśnięcia dynastii Piastów, Wrocław 1975.
P. Ksyk-Gąsiorowska: Zbigniew [in:] S. Szczur, K. Ożóg (ed.): Piastowie. Leksykon biograficzny, Kraków 1999.
G. Labuda: Testament Bolesława Krzywoustego [in:] A. Horst (ed.): Opuscula Casimiro Tymieniecki septuagenario dedicata, Poznań 1959.
H. Łowmiański: Początki Polski: polityczne i społeczne procesy kształtowania się narodu do początku wieku XIV, vol. VI, cap. 1, Warsaw 1985.
J. Machnicki: Przewrotna historia Polski – do 1795 roku, Kielce 1999.
K. Maleczyński: Bolesław III Krzywousty, Wrocław – Warsaw – Kraków – Gdańsk 1975.
K. Maleczyński: Studia nad dokumentem polskim, Wrocław 1971.
K. Maleczyński: W kwestii autentyczności bulli gnieźnieńskiej z r. 1136 [in:] Prace Wrocławskiego Towarzystwa Naukowego, serie A, nr 2, Wrocław 1947.
K. Maleczyński: W sprawie daty urodzin Bolesława Krzywoustego, [in:] "Kwartalnik Historyczny", nr 50, 1936.
T. Manteuffel: Polska wśród nowych państw Europy [in:] T. Manteuffel (ed.): Polska pierwszych Piastów. Państwo, społeczeństwo, kultura, Warsaw 1968.
A. Marzec: Bolesław III Krzywousty [in:] S. Szczur, K. Ożóg (ed.): Piastowie. Leksykon biograficzny, Kraków 1999.
A. Nawrot: (ed.) Encyklopedia Historia, Kraków 2007.
V. Novotný V: České dějiny. Dílu I. část II, Od Břetislava I. do Přemysla I, Prague 1912.
T. M. Nowak, J. Wimmer: Historia oręża polskiego 963–1795, Warsaw 1981.
J. Ochmański: Dzieje Rosji do roku 1861, Warsaw – Poznań 1974.
F. Piekosiński: Najdawniejszy dokument polski. Wiadomości Numizmatyczno-Archeologiczne, vol. IV, 1899–1902, p. 493.
Z. S. Pietras: Bolesław Krzywousty, Cieszyn 1978.
M. Plezia: Nowe studia nad Gallem-Anonimem, [in:] H. Chłopocka (ed.): Mente et litteris. O kulturze i społeczeństwie wieków średnich, Poznań 1984.
M. Plezia: Wstęp [in:] Gallus Anonymous: Kronika polska, Wrocław 2003.
J. Powierski: Data konsekracji katedry gnieźnieńskiej (1 maja 1099) na tle sytuacji politycznej Polski, Rusi i krajów sąsiednich [in:] "Roczniki historyczne", 1994.
L. Ratajczyk L. (pod red.), Historyczny rodowód polskiego ceremoniału wojskowego, Warszawa 1981.
E. Rymar: Primogenitura zasadą regulującą następstwo w pryncypat w ustawie sukcesyjnej Bolesława Krzywoustego, [in:] "Śląski Kwartalnik Historyczny Sobótka", cap. 1, nr 1 (48), 1993.
E. Rymar: Rodowód książąt pomorskich, Szczecin 2005.
B. Snoch: Protoplasta książąt śląskich, Katowice 1985.
J. Spors J: Studia nad wczesnośredniowiecznymi dziejami Pomorza Zachodniego XII-połowa XIII w., Słupsk 1988.
M. Spórna, P. Wierzbicki: Słownik władców Polski i pretendentów do tronu polskiego, Kraków 2003.
S. Suchodolski: Denar w kalecie, Wrocław 1981.
S. Szczur: Historia Polski – średniowiecze, Kraków 2002.
J. W. Szymański: Książęcy ród Gryfitów, Goleniów – Kielce 2006.
Z. Świechowski, E. Gawlikowska-Świechowska: Sztuka polska, Romanizm, vol. I, Warsaw 2005.
J. Topolski (ed.): Dzieje Polski do roku 1501, Warsaw 1993.
S. Trawkowski: Bolesław III Krzywousty [in:] A. Garlicki (ed.): Poczet królów i książąt polskich, Warsaw 1978.
T. Tyc: Zbigniew i Bolesław, [in:] Arcybiskup Marcin i Gniezno, Poznań 1927.
J. Wyrozumski: Historia Polski do roku 1505, Warsaw 1984.
B. Zientara: Władysław II Wygnaniec, [in:] A. Garlicki (ed.): Poczet królów i książąt polskich, Warsaw 1978.
J. Żylińska: Piastówny i żony Piastów, Warsaw 1975.