Baung adalah nama segolongan ikan yang termasuk ke dalam genusHemibagrus, familiBagridae. Ikan yang menyebar luas di India, Cina selatan, dan Asia Tenggara ini[1] juga dikenal dengan banyak nama daerah, seperti ikan duri, baong, baon (Mly.); bawon (Btw.), senggal atau singgah (Sd.); tagih, tageh , beong , Rengkik (Jw.); niken, siken, tiken, tiken bato (Kalteng), dan lain-lain.[2]
Baung masih sekerabat dengan lele (bangsa Siluriformes). Nama marganya, Hemibagrus, berasal dari kata bahasa Latinhemi yang berarti “setengah” atau “separuh”, dan bagrus, yang dipungut dari pelafalan Muzarabbagre atas perkataan Yunanipagros, yakni nama sejenis ikan laut (Ingg.: seabream).[3]
Pengenalan
Marga Hemibagrus pada mulanya dianggap satu dengan marga Mystus (ikan-ikan keting atau lundu), atau yang sebelumnya dikenal sebagai Macrones. Marga ini dipisahkan, salah satunya ialah karena anggotanya yang dewasa umumnya memiliki tubuh yang berukuran besar.[4] Sejenis baung dari Indocina bagian tengah, H. wyckioides, diketahui sebagai jenis baung terbesar yang dapat mencapai bobot tubuh 80 kg.[5] Bertubuh agak mirip dengan lele, ikan-ikan baung memiliki kepala yang memipih agak mendatar, dengan bagian tulang tengkorak yang kasar di atas kepala tak tertutupi oleh kulit, dan sirip lemak yang berukuran sedang berada di belakang sirip punggung (dorsal).[4] Baung bertubuh licin tanpa sisik di tubuhnya; dan serupa dengan lundu dan patin, baung memiliki tiga duri yang berbisa (patil), yakni pada sepasang sirip dadanya, dan sebuah lagi berada di awal sirip punggungnya.
Sifat Biologis
Baung adalah ikan air tawar yang dapat hidup dari perairan di muara sungai sampai ke bagian hulu. Bahkan di Sungai Musi (Sumatera Selatan), baung ditemukan sampai ke muara sungai di daerah pasang surut yang berair sedikit payau. Selain itu, ikan ini juga banyak ditemui di tempat-tempat yang letaknya di daerah banjir. Secara umum, baung dinyatakan sebagai ikan yang hidup di perairan umum seperti sungai, rawa, situ, danau, dan waduk.
Baung bersifat noktural, artinya aktivitas kegiatan hidupnya (mencari makan, dll.) lebih banyak dilakukan pada malam hari. Selain itu, baung juga memiliki sifat suka bersembunyi di dalam liang-liang di tepi sungai tempat habitat hidupnya. Di alam, baung termasuk ikan pemakan segala (omnivora). Namun ada juga yang menggolongkannya sebagai ikan karnivora, karena lebih dominan memakan hewan-hewan kecil seperti ikan-ikan kecil (Arsyad, 1973). Pakan baung antara lain ikan-ikan kecil, udang-udang kecil, remis, insekta, moluska, dan rumput.
Pemanfaatan
Di Asia Tenggara, baung merupakan ikan konsumsi yang penting.[5] Tekstur dagingnya berwarna lembut, putih, tebal tanpa duri halus, sehingga sangat digemari masyarakat.[6] Berbagai masakan ikan baung yang terkenal enak, di antaranya adalah pindang baung dari Sumatera Selatan dan baung asam padeh dari Riau, serta ikan baung panggang dari Kalimantan. Selain itu, ikan baung juga biasa dijadikan ikan asap.
Salah satu jenisnya, yakni baung tageh (H. nemurus), telah berhasil dikembangkan pembenihannya dan dibudidayakan oleh Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi semenjak tahun 1998.[6]
Baung tageh. Baung putih (Hemibagrus capitulum), baung sungai, baung tikus, dan baung murai yang ditemukan di Riau (Sungai Siak, Sungai Kampar) dan kemungkinan pula wilayah-wilayah di sekitarnya sekarang tidak lagi dimasukkan dalam spesies ini.
Nama baung kadang-kadang juga digunakan untuk menyebut jenis-jenis ikan yang berbentuk serupa dalam suku Bagridae, namun tergolong ke dalam marga yang lain di luar Hemibagrus. Misalnya,[8]