Administrator diosesan adalah ordinaris wilayah tertentu dalam Gereja Katolik Roma. Umumnya administrator diosesan terpilih saat tahta suatu keuskupan mengalami kelowongan, dan tidak ada administrator apostolik yang ditunjuk untuk mengisi tahta keuskupan tersebut.
Hukum Kanonik
Kitab Hukum Kanonik menjelaskan bahwa Dewan Konsultores suatu wilayah gerejawi memilih seorang administrator dalam delapan hari setelah tahta mengalami kelowongan.[1] Dewan perlu memilih seorang administrator yang merupakan seorang imam atau uskup yang berusia minimal 35 tahun. Para calon juga belum pernah dipilih, ditunjuk ataupun diajukan untuk menjadi administrator diosesan.[2] Jika dewan tidak dapat memilih seorang imam dalam waktu yang ditentukan, pilihan administrator diosesan beralih ke uskup agung metropolit, atau jika tahta metropolit sedang lowong, maka uskup suffragan yang senior menurut waktu pengangkatan di dalam provinsi gerejawi tersebut.[3] Jika sebuah keuskupan memiliki seorang uskup koajutor, uskup koajutor akan melanjutkan kepemimpinan secara langsung atas tahta tersebut setelah kematian atau pengunduran diri uskup terakhir, sehingga tidak terjadi kelowongan tahta. Penunjukkan administrator apostolik juga akan menyebabkan tidak lowongnya tahta.
Sebelum pemilihan administrator diosesan untuk tahta yang lowong, kekuasaan tahta dipercayakan, menurut kekuasaan vikaris jenderal, kepada uskup auksilier jika ada satu orang, atau yang senior di antara mereka jika ada beberapa, atau kepada dewan konsultores sebagai satu kesatuan. Administrator diosesan memiliki kekuatan yang lebih besar, selain yang diberikan kepada seorang uskup atau tidak dibenarkan melalui hukum.[4] Beberapa wewenang keuskupan dilarang menurut hukum kecuali atas keputusan Dewan Konsultores, seperti pada Kanon 272 dan Kanon 485.[5] Administrator diosesan tetap bertugas sampai seorang uskup mengambil tahta atau hingga ia mengajukan pengunduran diri kepada Dewan Konsultors.[6]
Beberapa uskup telah berkuasa dalam lebih satu keuskupan (bishopric) untuk waktu yang lama. Di wilayah selain keuskupan utamanya, mereka dapat dipanggil sebagai administrator. Dalam tradisi lokal, mereka sering disebut sebagai uskup di seluruh keuskupannya.
Konferensi waligereja dapat menetapkan agar tugas-tugas Dewan Konsultores diserahkan kepada kapitel katedral.[7] Dalam hal ini, kapitel katedral yang akan memilih administrator diosesan, bukan lagi Dewan Konsultores. Pemilihan kapitular merupakan standar sebelum pemakaian Kitab Hukum Kanonik 1983.[8] Dalam KHK tersebut, administrator diosesan ekuivalen dengan vikaris kapitular.
Pada saat pemindahan seorang uskup dari suatu tahta ke tahta yang baru, maka uskup terakhir akan melaksanakan tugas sebagai Administrator Diosesan sampai diinstalasi di tahta yang baru.[9]
Referensi