Saltasi (biologi)
Saltasi (dari bahasa Latin, saltus, "leap" (Bahasa Inggris), "loncatan") dalam biologi adalah suatu perubahan mendadak dari satu generasi ke generasi berikutnya, yang besar, atau sangat besar, dibandingkan dengan variasi biasa dari suatu organisme. Istilah ini digunakan untuk hipotesis, perubahan tak-bertahap (terutama spesiasi satu-tahap) yang merupakan khas dari, atau melanggar, konsep standar - gradualisme - yang termasuk dalam teori evolusioner modern. SejarahSebelum Charles Darwin, kebanyakan ilmuwan evolusioner adalah saltasionis. [1] Jean-Baptiste Lamarck adalah seorang gradualis tetapi sama dengan ilmuwan pada masa itu, ia juga menulis bahwa evolusi secara saltasi adalah memungkinkan. Étienne Geoffroy Saint-Hilaire mendukung teori evolusi saltasi yang "monstrositas bisa menjadi bapak (atau ibu) kandung dari spesies baru dengan transisi instan dari satu bentuk ke bentuk selanjutnya." [2] Geoffroy menulis bahwa tekanan lingkungan bisa menghasilkan transformasi tiba-tiba untuk membentuk spesies baru secara instan. [3] Pada tahun 1984 Albert von Kölliker menghidupkan kembali teori Geoffroy yang mengatakan evolusi berjalan dengan langkah-langkah besar, dinamakan heterogenesis. [4] Dengan terbitnya On the Origin of Species pada tahun 1859, Charles Darwin telah menolak evolusi saltasi dengan menulis bahwa transformasi evolusioner selalu berjalan secara bertahap dan tidak pernah meloncat. Darwin bersikeras pada akumulasi lambat dari langkah-langkah kecil dalam evolusi dan menulis "seleksi alam berperan hanya mengakumulasi variasi-variasi kecil sukses yang disukai, ia tidak bisa memproduksi modifikasi besar atau tiba-tiba; ia hanya bertindak oleh langkah-langkah sangat pendek". [5] Dari tahun 1860 sampai 1880, saltasi memiliki pendukung minoritas, tetapi pada tahun 1890 menjadi ketertarikan umum bagi ilmuwan. [6] Hal ini dikarenakan pada akhir abad 19 ditemukannya genetika, suatu mekanisme saltasi diajukan sebagai mutasi besar. Ia dilihat sebagai alternatif yang lebih cepat daripada konsep Darwinian tentang proses bertahap dari variasi kecil acak yang bertindak dengan seleksi alam. Ia terkenal pada genetikawan awal seperti Hugo de Vries, yang bersama dengan Carl Correns membantu menemukan hukum turunan Gregor Mendel pada tahun 1900, William Bateson, seorang zoologiwan dari Inggris yang pindah ke genetika, dan karier awalnya Thomas Hunt Morgan. Beberapa ahli genetika tersebut mengembangkannya menjadi teori mutasi evolusi. [7] [8] Ada juga debat mengenai apakah evolusi dari mimikri dapat dijelaskan oleh gradualisme atau saltasi. Genetikawan Reginald Punnett mendukung teori saltasi dalam bukunya Mimicry in Butterflies (Mimikri pada Kupu-kupu) (1915). [9] Teori mutasi evolusi menyatakan bahwa spesies melewati periode-periode mutasi cepat, kemungkinan sebagai suatu hasil dari tekanan lingkungan, yang bisa menghasilkan berbagai mutasi, dan pada beberapa kasus menghasilkan spesies yang baru, dalam satu generasi. Pandangan mutasi evolusi ini kemudian digantikan dengan rekonsiliasi dari genetika Mendelian dengan seleksi alam menjadi sebuah kerangka gradualistik bagi sintesis neo-Darwinian. [10] Disebabkan munculnya banyak pemikiran mengenai evolusi yang memaksa kebanyakan ilmuwan mengadopsi gradualisme di awal abad 20. Menurut Ernst Mayr, sebelumnya tidak begitu, sampai perkembangan genetika populasi dalam sintesis neo-Darwinian pada tahun 1940 yang mendemonstrasikan kekuatan yang jelas dari seleksi alam sehingga pandangan saltasi pada evolusi secara luas ditinggalkan. [11] Saltasi pada awalnya ditolak oleh pendukung sintesis modern-nya neo-Darwinian, [12] tapi kemudian diterima disebabkan bukti terbaru dari biologi evolusioner (lihat bagian Status Sekarang). [13] [14] Di beberapa tahun terakhir, ada beberapa pendukung utama saltasi, termasuk Carl Woese. Woese, dan rekannya, menyatakan bahwa absennya tanda keberlanjutan RNA antara domain pada bakteria, archaea, dan eukarya merupakan suatu indikasi utama bahwa garis hidup dari tiga organisme utama dibentuk lewat satu atau beberapa evolusi saltasi besar dari beberapa keadaan leluhur universal yang mengikutkan perubahan dramatis dalam organisasi seluler yang sangat signifikan awalnya dalam evolusi kehidupan, tetapi pada organisme kompleks menerima secara umum konsep Darwinian. [15] Kekeliruan dengan keseimbangan berselaAdalah kesalahpahaman yang terkenal bahwa keseimbangan bersela merupakan teori saltasi, terkadang dianggap hipotesisnya Richard Goldschmidt tentang "Hopeful Monster" (Monster Harapan). [16] Namun, keseimbangan bersela mengacu bukanlah pada suatu pola evolusi yang kebanyakan spesiasi terjadi relatif sangat cepat dari perspektif geologi (puluhan ribu tahun bukannya jutaan tahun), tetapi melalui evolusi neo-Darwinian, tidak oleh saltasi. Stephen Jay GouldPada tahun 1977 Stephen Jay Gould berargumen bahwa penemuan terbaru dari regulasi gen menyediakan bukti baru yang mendukung beberapa postulasi Goldschmidt. Gould beralasan bahwa instansi dari laju evolusi tidak melemahkan teori Darwinian (seperti yang dipercaya Goldschmidt) dan tidak juga mendiskreditkan langsung (seperti yang banyak neo-Darwinian kira). [17] Gould menekankan bahwa keyakinan Darwin terhadap gradualisme - yang secara luas diturunkan dari pemikiran anti-bencana-alam-nya Charles Lyell - tidak pernah menjadi komponen penting terhadap teori evolusi Darwin. Thomas Henry Huxly juga memperingatkan Darwin bahwa dia membebani pekerjaannya "dengan kerumitan yang tidak perlu dalam mengadopsi Natura non facit saltum secara terus terang." [18] Huxley takut asumsi ini dapat mengecilkan para naturalis yang percaya bahwa loncatan besar dan bencana alam memainkan peranan penting dalam sejarah kehidupan. Gould melanjutkan:
Namun, Gould beralasan bahwa konsep "monster harapan"-nya Goldschmidt tidaklah tepat:
Teori MutasimakroGenetikawan Jerman Richard Goldschmidt adalah ilmuwan yang pertama yang menggunakan istilah "monster harapan". Goldschmidt beranggapan bahwa perubahan kecil bertahap tidak bisa menjembatani hipotesis percabangan antara evolusimikro dan evolusimakro. Dalam bukunya The Material Basis of Evolution (1940) dia menulis "perubahan dari spesies ke spesies bukanlah perubahan yang mengikutkan perubahan atomistik yang terus menerus, tetapi suatu perubahan penuh dari pola utama atau sistem reaksi menjadi yang baru, yang kemudian bisa memproduksi variasi intraspesifik oleh mutasimikro." Goldschmidt percaya bahwa perubahan besar dalam evolusi disebabkan oleh mutasimakro (mutasi besar). Idenya tentang mutasimakro menjadi dikenal sebagai hipotesis monster harapan yang dianggap sebuah tipe dari evolusi saltasional. [20] Tesis Goldschmidt secara universal ditolak dan secara luas diejek oleh komunitas biologi, yang lebih mendukung penjelasan neo-Darwinian dari R.A. Fisher, J. B. S. Haldane, dan Sewall Wright.[21] Namun ada ketertarikan baru mengenai ide Goldschmidt dalam bidang perkembangan evolusioner biologi saat beberapa ilmuwan meyakini bahwa dia tidak sepenuhnya salah. [22] Otto Schindewolf, seorang ahli Paleontologi dari Jerman, juga mendukung mutasimakro sebagai bagian dari teori evolusioner-nya. Dia dikenal karena memperkenalkan interpretasi alternatif dari catatan fosil berdasarkan idenya mengenai ortogenesis, evolusi saltasi, dan dampak ekstraterestial yang berlawanan dengan gradualisme tetapi meninggalkan pandangan mutasimakro di publikasi akhirnya. [23] Soren Lovtrup mendukung hipotesis yang serupa dengan mutasimakro-nya Goldschmidt pada tahun 1974. [24] Lovtrup, seorang biokemis dan embriologis dari Denmark, percaya bahwa mutasimakro ikut campur dengan berbagai proses epigenetis, yang mana, mempengaruhi proses-proses kasual dalam perkembangan biologis. Hal ini berlawanan dengan teori gradualistik dari mutasimakro-nya Neo-Darwinisme yang mengklaim bahwa inovasi evolusi adalah secara umum hasil dari akumulasi sejumlah modifikasi yang sangat kecil. Lovtrup juga menolak keseimbangan bersela dari Stephen Jay Gould dan Niles Eldredge mengklaim bahwa itu adalah suatu bentuk gradualisme dan bukan teori mutasimakro. Lovtru mempertahankan banyak kritikan Darwin seperti Schindewolf, Mivart, Goldschmidt, dan Himmelfarb. [25] Mae Wan Ho menjabarkan teori Lovtrup mirip dengan teori monster harapan-nya Richard Goldschmidt. [24] Goldschmidt memberikan dua mekanisme bagaimana monster harapan bisa bekerja. Mekanisme pertama, mengikutkan "mutasi sistemis", menolak konsep gen klasik dan tidak diperhitungkan lagi oleh ilmu modern, mekanismenya yang kedua mengikutkan "perkembangan mutasimakro" dan "laju gen" atau "pengontrolan gen" yang mengubah perkembangan awal dan menyebabkan efek besar pada fenotip dewasa. Bentuk mutasi ini mirip dengan yang dipertimbangkan dalam perkembangan evolusiner biologi kontemporer. [26] Tentang masalah dari Goldschimdt, Donald Prothero dalam bukunya Evolution: What the Fossils Say and Why It Matters (2007), menulis:
Pada tahun 2008 ahli biologi evolusioner Olivia Judson dalam artikelnya The Monster Is Back, and It's Hopeful menuliskan beberapa contoh yang bisa mendukung hipotesis monster harapan [28] dan sebuah artikel yang diterbitkan dalam jurnal Nature tahun 2010 berjudul Evolution: Revenge of the Hopeful Monster melaporkan bahwa penelitian pada populasi stickleback di sebuah danau British Columbia dan populasi bakteri di laboratorium Michigan telah memperlihatkan bahwa perubahan genetis besar pada individu dapat menyebabkan efek besar pada organisme "tanpa menyalahkannya pada tumpukan sampah evolusioner". Menurut artikel tersebut "perubahan gen-tunggal yang menganugerahkan nilai adaptif besar memang terjadi: mereka tidaklah langka, mereka tidak menghancurkan dan, saat bersaing dengan mutasi berefek-kecil, mereka cenderung menang. Tapi mutasi berefek-kecil tetap berpengaruh -- banyak. Mereka menyediakan penyesuaian yang esensial dan terkadang membuka jalan bagi ledakan evolusi di belakang." [29] Sebuah makalah oleh (Page et al. 2010) telah menuliskan bahwa axolotl Meksiko (Ambystoma mexicanum) bisa diklasifikasikan sebagai sebuah monster harapan karena ia memperlihatkan mode perkembangan adaptif dan turunan yang telah berkembang secara cepat dan independen di antara kadal singa. Menurut makalah tersebut telah ada ketertarikan mengenai aspek dari hipotesis monster harapan di beberapa tahun terakhir:
Guenter Theissen seorang profesor genetika telah mengklasifikasikan mutan-mutan homeotis sebagai monster harapan dan mendokumentasikan banyak contohnya pada garis keturunan hewan dan tanaman yang mungkin berasal dari monster harapan dalam publikasi ilmiahnya (Theissen, 2005 and Theissen et al. 2006). [31] [32] Status SekarangContoh dari evolusi saltasi termasuk kasus-kasus dari stabilisasi hibrida yang dapat memproduksi tanpa persilangan (seperti allotetraploid) dan kasus pada simbiogenesis. Bukti dari saltasi fenotipis telah ditemukan pada lipan. [33] dan beberapa ilmuwan telah mengajukan adanya bukti bagi instansi independen dari evolusi saltasional pada gegat Sphinx [34] Perubahan saltasi telah terjadi pada rongga bukal dari cacing gelang Caenorhabditis elegans. [35] Beberapa proses dari turunan epigenetis juga dapat memproduksi perubahan yang saltasional. [36] Ada kontroversi mengenai apakah mimikri pada kupu-kupu dan serangga lainnya dapat dijelaskan oleh evolosi saltasional atau gradual. [37] Menurut Norrstrom, dkk. terdapat bukti bagi saltasi di beberapa kasus mimikri. [38] Teori endosimbiosis dianggap sebagai sebuah tipe dari evolusi saltasional. [39] Telah disarankan (Carr, 1980, 2000) bahwa Calycadenia pauciflora bisa saja berasal langsung dari ras leluhur lewat sebuah saltasi tunggal mengikutkan pematahan beberapa kromosom. [40] Kasus-kasus spesifik dari homeosis pada bunga bisa disebabkan oleh evolusi saltasi. Dalam sebuah penelitan tentang pemisahan bunga orchid (Bateman and DiMichele, 2002) menulis bagaimana perubahan homeotis dalam sebuah populasi bisa mengarah ke suatu bentuk baru yang menjadi tetap dan mengarah ke spesies baru. [41] Mereka menjelas transformasi tersebut sebagai sebuah proses saltasi evolusioner, dengan sebuah mutasi dari gen utama perkembangan mengarah ke perubahan fenotipe besar, menghasilkan garis keturunan evolusioner yang baru di antara sebuah spesies. [42] Poliploidi (kebanyakan pada tumbuhan tetapi ditemukan juga pada hewan) dianggap sebagai suatu tipe saltasi. [43] Poliploidi memiliki kriteria dasar dari saltasi karena sebuah perubahan signifikan (dalam jumlah gen) menghasilkan spesiasi hanya dalam satu generasi. Sel liver mamalia biasanya poliploid, tetapi mereka bukan bagian dari deretan kuman. Penggunaan oleh para kreasionisBeberapa kreasionis telah menghubungkan "monster harapan"-nya Goldschmidt dengan teori keseimbangan bersela, sebagaimana yang diajukan oleh Eldredge dan Gould. [44] Keseimbangan bersela berbeda dengan monster harapan karena yang pertama berlaku pada populasi daripada individu, yang secara teori lebih bertahap (yang dikatakan membutuhkan 50.000 sampai 100.000 tahun), fungsi-fungsi oleh evolusi dari isolasi reproduksi (lewat mekanisme seperti spesiasi allopatrik), dan yang terakhir tidak mengatakan apapun tentang stasis. Kreasionis seperti Luther Sutherland mengklaim bahwa kedua teori secara tidak sengaja menarik absennya bukti fosil untuk evolusi dan karena itu melemahkan teori evolusi Darwin. Keadaan ini digunakan oleh para kreasionis untuk berargumen bahwa "tidak ada fosil transisi." Ahli paleontologi seperti Niles Eldredge, Stephen Jay Gould, dan Steven M. Stanley menghindari hal tersebut dengan menjelaskan bahwa bentuk transisi mungkin jarang terdapat antara spesies, tetapi "mereka melimpah di antara grup-grup besar", [45] dan tidak ada dari ahli paleontologi tersebut yang mendukung hipotesis "monster harapan"-nya Goldschmidt. Steven M. Stanley berargumen bahwa beberapa pandangan Goldschmidt keliru umumnya dalam melebih-lebihkan pentingnya "pengaturan ulang kromosom" mengarah kepada "perubahan cepat dalam gradien pertumbuhan atau urutan perkembangan, dan dengan apa yang kita sebut sekarang spesiasi quantum." [46] Lihat juga
Referensi
Bacaan lebih lanjut
Pranala luar |