Marie-Rosalie Cadron Jette (27 Januari 1794 – 5 April 1864), juga dikenal sebagai Suster Marie dari Kelahiran Yesus (Sister Marie of the Nativity), adalah seorang janda dan bidan yang adalah pendiri "Kongregasi Suster Kerahiman" (Institute of the Misericordia Sisters). Ia menikah dalam usia 17 tahun dan memiliki 11 anak, beberapa di antaranya meninggal dalam usia muda. Kemudian mereka sekeluarga pindah ke Montreal tahun 1827. Dan sejak tahun 1840, atas perutusan Mgr. Ignace Bourget - Uskup Montreal, ia terlibat dalam karya sosial kepada para ibu hamil yang tidak menikah; saat itu wanita-wanita malang tersebut dikucilkan oleh masyarakat dan tidak menerima perlakuan yang layak dari sesamanya.
Pada tahun 1848 Rosalie Cadron bersama dengan beberapa wanita lain mengucapkan kaul religius, dan mendirikan sebuah kongregasi religius. Mereka dikenal sebagai "Suster-suster Kerahiman" (Misericordia Sisters) yang berdedikasi untuk pelayanan kepada para ibu hamil yang tidak menikah dan anak-anak mereka. Sebagai pendiri kongregasi, Rosalie kemudian dikenal sebagai Mother Marie dari Kelahiran Yesus. Sejak tahun 1853 mereka membangun sebuah biara, sebagai Rumah Induk tarekat di sudut Dorchester Boulevard dan Saint-André Street, dan ia tinggal di sana sampai akhir hidupnya pada 5 April 1864.
Sampai saat meninggalnya Rosalie, kongregasi tersebut telah berhasil 'menyelamatkan' lebih dari 2.200 wanita.[2] Seorang susternya menyampaikan kesan yang mendalam mengenai sang ibu pendiri:
Ia menempatkan dirinya dalam ketidakpedulian atas penilaian dunia ini, dimana ia menempatkan dirinya hanya dalam keselarasan dengan kehendak Allah yang suci.[3]
Setelah lebih dari satu abad kemudian, pada tahun 1989, proses penggelaran kudus dimulai dengan diprakarsai oleh Kardinal Grégoire (Uskup Agung Montreal). Dan pada 9 Desember 2013 di Vatikan, Paus Fransiskus menyatakan bahwa Rosalie Cadron-Jette telah menjalani kehidupan dengan kebajikan heroik, sehingga ia sekarang dapat disebut "Venerabilis".
Masa kecil
Rosalie Cadron lahir di Lavaltrie,[4]Quebec - Kanada (saat tersebut adalah bagian dari Imperium Britania), pada tanggal 27 Januari 1794; sebagai sulung dari dua perempuan bersaudara. Ayahnya adalah Antoine Cadron, seorang petani, dan ibunya Rosalie Roy, seorang bidan.[5][6] Mereka bukanlah keluarga kaya, tapi mereka menikmati kesejahteraan yang cukup dalam kesederhanaan, yang mana semuanya berkat kerja keras mereka juga. Rosalie mendapat seorang adik laki-laki, yang meninggal saat lahir, dan akhirnya seorang adik perempuan, Sophie Cadron, lahir pada 21 Maret 1806.[7] Orangtuanya memberikan teladan kehidupan sebagai orang-orang Kristiani yang saleh, dan Rosalie segera dibaptis setelah lahir (oleh Pastor Louis Lamotte).[5]
Rosalie kemudian menerima pendidikan singkat selama tinggal di sebuah biara yang terletak di Pointe-aux-Trembles di Montreal timur. Tetapi kemudian kembali ke rumah karena kesepian setelah hanya beberapa minggu tinggal di sana. Ia tidak belajar membaca sampai kemudian hari kelak, dan sepertinya juga tidak pernah belajar menulis. Setelah kembali dari biara, ia dididik di rumah dengan pekerjaan rumah tangga, menjahit dan kerajinan tangan.[8]
Sejak kecil Rosalie memiliki sensitivitas terhadap semua orang yang menderita. Yatim piatu dan anak-anak telantar menemukan tempat bernaung padanya. Pencari kerja dalam perjalanan mereka ke Montreal diberikan makanan, pakaian, dan tempat tinggal di rumahnya. Anak-anak yang akan menerima Komuni Pertama dijahitkan pakaiannya. Adik Rosalie, Sophie, melaporkan bahwa ia melihat sang kakak memberikan kue yang dibuatnya sendiri dari oven untuk diberikan kepada orang yang lewat, memberikan ayam dan telur untuk seorang wanita miskin yang sakit, menampung satu keluarga India di rumahnya selama seminggu karena musim dingin yang ekstrem.[9]
"Orang-orang miskin adalah teman-temannya yang paling akrab; betapa seringnya Ibu menanggalkan pakaiannya untuk dipakaikan ke orang miskin. Orang yang menderita dirawatnya dengan lemah lembut."[10] Léocadie - salah seorang putri Rosalie Cadron
Kehidupan perkawinan
Dalam usia sekitar 16 - 17 tahun, Rosalie bertemu dengan seorang penjual keliling bernama Jean-Marie Jetté, kemungkinan saat di pertemuan keluarga, dan menikah dengannya pada 7 Oktober 1811 di Gereja Lavaltrie. Jean-Marie Jetté adalah saudara Paul Jetté, paman Rosalie karena perkawinan, dan ia berusia tiga puluhan pada saat mereka bertemu. Setelah pernikahan, Rosalie Cadron mengambil nama suaminya dan dikenal sebagai Rosalie Cadron-Jetté. Jean-Marie pindah ke rumah keluarga Rosalie Cadron, dan memulai karier baru sebagai petani.[11]
"Ia selalu gembira dan ceria, tidak pernah terlihat dalam suasana hati yang buruk ... semuanya bersih dan dalam keteraturan sempurna di rumahnya ... Ia tinggal dalam keselarasan yang sempurna dengan suami yang mendorong dan mendukungnya dalam perbuatan-perbuatan baik-nya."[10] Sophie Cadron - adik Rosalie Cadron
Antara tahun 1812 dan 1832 Rosalie dan Jean-Marie dianugerahkan 11 orang anak, lima di antaranya meninggal saat usia muda (empat sebelum kematian Jean-Marie, dan satu setelahnya - tahun 1836). Anak-anak mereka adalah: Jean-Marie Yunior (lahir 1812), Marie-Rose (lahir 1813), Pierre (lahir 1815), Francois (lahir 1817), Léocadie (lahir 1819), Joseph-Léonard (lahir 1819), seorang bayi meninggal saat lahir (1823), Marie Edwige (lahir 1825 - meninggal 1827), Antoine (lahir & meninggal 1827), Hedwige (lahir 1830 - meninggal 1831), dan Marie Hedwige (lahir 1832 - meninggal 1836).[6]
Sebenarnya kehidupan mereka berkecukupan di Lavaltrie, tetapi seiring dengan pertumbuhan anak-anak mereka dan Jean-Marie tidak dapat memberikan mereka lahan yang cukup, pasangan tersebut memutuskan untuk menjual tanah warisan di Lavaltrie.[11] Dan karena penjualan properti tersebut baru dilunasi 3 tahun kemudian, mereka terpaksa menunggu untuk meraih lahan pertanian idaman mereka. Dan pada tahun 1822 mereka pindah sementara ke Verchères, karena banyak kerabat Rosalie di sana.[10][12]
Akhirnya pada bulan Maret 1824, mereka menandatangani kontrak pembelian tanah pertanian yang telah lama diidamkan di Saint-Hyacinthe. Kontrak ini sayangnya tidak mencantumkan tanggal kapan pembeli dapat memilikinya, sehingga setibanya di Saint-Hyacinthe keluarga Jean-Marie menjadi tunawisma.[13][14] Mereka berlindung di sebuah pondok yang telah lama ditinggalkan. Pondok tersebut sangat terbuka sehingga angin dan hujan menembus ke dalam. Syukurlah seorang tetangga menawarkan keramahan sampai mereka memperoleh kembali kepemilikan lahan pertanian mereka. Kenangan hari-hari gelap memudar dengan cepat dan mereka bersyukur kepada Allah atas kebahagiaan ini.[10]
Namun bencana baru menyusul di bulan Oktober tahun 1826. Dibebani dengan hipotik, tanah tersebut diklaim oleh para kreditur karena penjual yang tidak jujur; mereka kehilangan segalanya. Jean-Marie merasa begitu bersalah atas kebangkrutan itu, Rosalie mencoba untuk menyemangati dan menawarkan untuk pindah ke Montreal, di mana tinggal beberapa kerabat sang suami. Katanya:
Allah telah menghendaki demikian, kita harus menyerahkan diri kita pada kehendak-Nya; Dia tidak akan meninggalkan kita, Dia akan memelihara kita. Kita dapat memenangkan seluruh kehidupan kita.[10]
Jatuh pada kemiskinan yang ekstrem, atas kebaikan Paul Jetté dan istrinya, keluarga Jean-Marie Jetté tiba di Montreal pada awal tahun 1827.[10] Penyelenggaraan Ilahi menuntun mereka sekeluarga, di Montreal inilah kelak awal mula karya kerasulan Rosalie Cadron dan tempat ia bernaung sampai dengan akhir hidupnya.
Menjadi janda
Pada 14 Juni 1832, sebulan setelah melahirkan anaknya yang terakhir, Marie Hedwige, Rosalie menerima cobaan yang jauh lebih berat dari yang pernah dialaminya: Jean-Marie terkena penyakit kolera (yang pada saat itu sedang mewabah) dan meninggal dalam waktu kurang dari 24 jam. Kematian sang suami yang begitu dicintainya sangat mempengaruhi Rosalie; saat itu ia berkata: "Dunia ini tidak ada lagi artinya bagiku", menyatakan dukanya yang begitu dalam. Anak yang terakhir dilahirkannya tidak lama kemudian juga menyusul ayahnya pada tahun 1836.[10][15]
Bagaimanapun, ibu dari 7 anak—dengan umur antara 1 bulan sampai 20 tahun—yang juga bertanggung jawab atas ibunya yang sedang sakit (karena kelumpuhan fisik dan mental) itu menemukan Tuhan dalam memperoleh kekuatan untuk menghadapi kehidupan yang dirasakannya begitu berat. 2 tahun setelah kematian anak bungsunya, ibunda Rosalie menyusul cucunya pada tahun 1838.[10]
Dengan kematian ibunya, Rosalie bebas dari tanggung jawab keluarga. Putra bungsunya sudah berumur 19 tahun saat itu, sehingga Rosalie dapat mencurahkan seluruh waktunya untuk doa dan karya karitatif.
Awal panggilan spiritual
Beberapa sumber menjelaskan sebuah insiden yang konon memiliki pengaruh sebagai 'awal karier' Rosalie Cadron. Sekitar tahun 1830 - 1832, setelah menetap di Montreal, Rosalie mendapat kunjungan di rumahnya saat tengah malam oleh seorang pelacur yang mencari perlindungan dari dua pelaut yang berniat jahat kepadanya. Ia menyembunyikan wanita tersebut semalaman di ruang bawah tanah rumahnya, memberinya makan, dan menasihatinya untuk mengubah cara hidupnya. Di kemudian hari Rosalie menerima surat dari wanita tersebut yang memberitahukan bahwa ia telah pindah ke Amerika Serikat, sudah menjalani perubahan yang positif dalam hidupnya dan sudah menikah.[14]
Sejak kedatangannya di Montreal, Rosalie tinggal dekat Katedral Saint-Jacques,[16] di mana ia bertemu Pastor Ignace Bourget[17] (sebelum menjadi Uskup Montreal). Pastor Bourget menjadi orang kepercayaannya, bapa pengakuannya, dan pembimbing rohaninya.[10] Rosalie kemudian bergabung dengan "Persaudaraan Yang Maha Kudus dan Hati Maria Tak Bernoda" (Archiconfrérie du Très Saint et immacule Coeur de Marie), suatu komunitas yang dibentuk Pastor Bourget yang secara khusus berdoa bagi pertobatan para pendosa, karena terinspirasi oleh peristiwa pertobatan seorang laki-laki muda sesaat sebelum meninggalnya.[18]
Dimulai pada tahun 1840, Mgr. Ignace Bourget mengutus Rosalie Cadron untuk menemukan akomodasi bagi ibu yang tidak menikah yang mengunjunginya dalam pengakuan dosa dan memohon bantuannya. Akomodasi ini haruslah rahasia, karena ibu yang tidak menikah menjadi stigma sosial yang signifikan pada saat itu dan sering menjadi sasaran ketidakadilan, sehingga tugas tersebut seharusnya dilakukan oleh seorang 'wanita yang baik dan pendoa'.[19] Rosalie Cadron menerima tugas ini; antara tahun 1840 dan 1845 ia membantu sekitar 25 wanita selama masa kehamilan, melahirkan, dan pemulihan mereka. 'Wanita-wanita malang' (sebutan Rosalie bagi mereka) tersebut ditempatkan di rumah-rumah orang baik yang mau menerima mereka; dan sering kali anak-anak Rosalie yang membantu mengurus mereka. Setelah kelahiran setiap anak, Rosalie akan membawa bayi yang baru lahir itu untuk dibaptis di Gereja Notre-Dame (Paus Yohanes Paulus II menaikkan statusnya menjadi Basilika Notre-Dame pada 21 April 1982)[20] di Montreal, dan menjadi wali baptis bagi anak tersebut.[21]
Hospice de Sainte-Pelagie
Awal pendirian
Pada tahun 1845, seiring pesatnya pertumbuhan populasi penduduk di Montreal, Mgr. Bourget memulai proyek terorganisir untuk membantu ibu-ibu tidak menikah yang membutuhkan akomodasi dan perawatan medis. Meskipun Grey Nuns, suatu kongregasi religius yang didirikan oleh SantaMarguerite d'Youville, telah berkarya di bidang ini sejak tahun 1754, tetapi upaya mereka terbatas pada perawatan bayi yang baru lahir di luar perkawinan sah dan tidak ada pelayanan untuk membantu para ibu itu sendiri.[22] Selain itu karya kongregasi tersebut tidaklah mengatasi tingginya tingkat aborsi di kalangan para ibu yang tidak menikah. Oleh karena itu, Mgr. Bourget berharap adanya suatu komunitas baru dan meminta Rosalie Cadron untuk mengambil peran utama. Rosalie setuju dan pada 1 Mei 1845 ia mendirikan "Panti Santa Pelagia" (Hospice de Sainte-Pélagie), atau dikenal juga sebagai "Rumah Bersalin Santa Pelagia" (Maternité de Sainte-Pélagie), yang beroperasi di loteng (ruangan yang terletak di atas plafon rumah dan persis di bawah atap) sebuah rumah di Saint-Simon Street. Rumah tersebut disewa oleh anaknya, Pierre, dari seorang janda bernama Aurelie Vinét.[23]
Rumah perawatan itu diambil dari nama Santa Pelagia dan diserahkan dalam perlindungan santa tersebut. Beberapa sumber menceritakan kisah berbeda mengenai orang-orang kudus ini dan sepertinya ada beberapa orang dengan nama yang sama dalam sejarah. Tampaknya yang dimaksud sebagai St. Pelagia di sini adalah seorang peniten dari Antiokhia yang bertobat karena pengaruh seorang uskupsuci, yaitu St. Nonnus, yang kemudian menjalani kehidupan sebagai pertapa; sementara St. Pelagia lainnya adalah perawan dan martir.[24][25] Perlu disadari bahwa pasien-pasienHospice de Sainte-Pélagie sebenarnya adalah seorang 'peniten' juga.
Kondisi panti tersebut pada awalnya jauh dari sempurna; hanya terdiri dari sebuah meja, beberapa kursi, sebuah kompor, dan beberapa tempat tidur untuk para ibu, dan Rosalie sendiri tidur di lantai. Loteng hanya bisa dicapai melalui tangga tanpa kanopi di bagian luar rumah. Melihat Rosalie dalam kondisi kemiskinan yang sangat menyedihkan, anak-anaknya berusaha membujuk dia untuk meninggalkan panggilan barunya itu. Meskipun demikian, sang ibu bertahan; operasional panti malah diperluas dengan menyediakan akomodasi untuk menampung sampai dengan tujuh atau delapan perempuan pada satu waktu. Dan sejak Juli 1845 Rosalie menerima seorang tenaga perawat tambahan yaitu Sophie Raymond, seorang janda, yang juga melakukan kegiatan penggalangan dana. Melalui upaya bersama dari Sophie Raymond dan Mgr. Bourget, Hospice de Sainte-Pélagie menarik perhatian Antoine-Olivier Berthelet, seorang dermawan kaya, yang memberikan uang, makanan, dan kayu bakar.[26]
Kontroversi publik
Selain kemiskinan materi, Rosalie juga dihujani komentar-komentar hinaan dari masyarakat atas pekerjaannya. Banyak pihak merendahkannya dengan mengatakan bahwa apa yang ia lakukan akan gagal, panti tersebut akan jadi sasaran vandalisme, juga menganggapnya bahwa apa yang ia lakukan adalah memelihara 'makhluk-makhluk brengsek dan hina'. Bahkan kerabat Rosalie juga menganggapnya sebagai pembawa aib keluarga.[27]
Penolakan dan penghinaan terus berlangsung bahkan sampai setelah Kongregasi Suster Kerahiman (Misericordia Sisters) berdiri. Dalam beberapa kesempatan, ketika para Suster Kerahiman membawa bayi yang baru lahir ke gereja untuk dibaptis, mereka dilempari sampah. Orang-orang yang sedang berdoa segera pergi meninggalkan gereja ketika para suster memasuki gereja.[6]
Rosalie tidak terganggu serangan-serangan yang merendahkan tersebut. Untuk penghinaan-penghinaan yang diterimanya, biasanya ia hanya menanggapi dengan diam saja. Kadang kala ia menanggapi dengan mengatakan:
"Tuhan mempercayakan tugas ini kepada saya, saya percaya Ia sendiri akan memastikan keberhasilannya"[27]
yang mencerminkan keyakinannya bahwa ia hanyalah sebuah alat yang melayani kehendak yang jauh lebih besar daripada dirinya sendiri.
Anak-anak Rosalie merasa situasi ini benar-benar sebuah beban dan bertekad untuk menyelamatkan ibu mereka, walau bertentangan dengan keinginan sang ibu. Suatu saat mereka naik ke loteng panti tersebut dan mengambil pakaian-pakaian sang ibu, berusaha membujuknya untuk pergi sambil berkata, "Semua ini adalah buang-buang waktu!". Balas Rosalie,
"Jika kamu mau, ambillah semua yang saya miliki. Tetapi ketahuilah bahwa, bagi saya, di sinilah saya tinggal."[28]
Akhirnya anak-anak Rosalie menyerah karena keinginan sang ibu yang begitu teguh. Dalam situasi tertentu, beberapa dari mereka bahkan datang untuk menawarkan bantuan kepada Rosalie. Bagi keluarganya, Rosalie selamanya tetap menjadi seorang ibu dan nenek, selalu hadir dan penuh perhatian. Misalnya ketika menantunya, Romuald Thomas, meninggal pada 30 Januari 1846; Rosalie berada di sisi putrinya, Rose, yang sangat tertekan. Menyadari kebutuhan putrinya yang membutuhkan kehadirannya, Rosalie tidak membutuhkan bujukan; ia tinggal untuk sementara waktu dengan Rose dan anak-anaknya (yang bungsu baru berumur beberapa bulan).[28]
Perluasan panti
Pada tanggal 4 Mei 1846, panti tersebut pindah ke Wolfe Street yang dimiliki oleh Jean-Baptiste Bourgault. Tempat yang baru ini terdiri dari dua lantai ditambah loteng (ruangan yang terletak persis di bawah atap dan di atas plafon), dimana panti menempati salah satu sisi rumah dan pemilik menempati sisi lainnya. Perluasan ini juga mengakomodir sebuah ruang untuk kapel kecil, yang menyediakan Stasi Jalan Salib, di mana Misa dirayakan minimal dua kali seminggu. Mereka juga mendapatkan tiga staf tambahan di sana, termasuk Nyonya Montrait, seorang bidan. Selama tahun kedua operasional panti, 33 wanita hamil ditampung di sana dan 25 bayi dilahirkan di sana.[29]
Namun pada awal 1847 Jean-Baptiste Bourgault, karena khawatir akan reputasinya, memberitahu Rosalie bahwa mereka harus pergi dari rumahnya. Pencarian tempat baru sangatlah melelahkan, karena banyaknya penolakan masyarakat, sehingga mereka 'terpaksa' mendaraskan doalitani kepada sang santa pelindung, St. Pelagia (novena tersebut berlangsung 6-14 April 1847). Dan akhirnya mereka menemukan tempat baru yang terletak di sudut jalan Saint-Catherine dan Saint-André yang disediakan oleh John Donegani, seorang pengusaha dari Montreal. Mereka boleh menempati dengan gratis pada tahun pertama, dan dengan biaya sewa 60 dolar setahun untuk tahun-tahun berikutnya. Pada tanggal 26 April 1847 Hospice de Sainte-Pélagie pindah ke tempat yang baru secara diam-diam, hanya 2-3 orang sekali jalan supaya tidak menarik perhatian masyarakat, dengan bantuan seorang sopir kereta kuda yang baik.[30][31]
Kehidupan religius
Masa novisiat
Saat panti masih menempati rumah di Wolfe Street, pada tanggal 26 Juli 1846 Uskup Bourget membuka novisiat, sebagai masa pendidikan awal untuk kehidupan religius, bagi komunitas Santa Pelagia tersebut. Ia juga menempatkan para staf perempuan sebagai novis dalam program tersebut. Hal ini berarti menetapkan Hospice de Saint-Pélagie sebagai sebuah komunitas religius, dimana sang uskup menyatakan Sophie Raymond sebagai "superior" (pimpinan kongregasi religius). Wanita lain dari luar juga diperkenankan untuk bergabung dengan komunitas sebagai postulan, sebagai calon biarawati sebelum menjadi novis. Mgr. Bourget menjadi pembimbing rohani dan kanoniknovisiat.[32]
Pada tanggal 17 September 1846 Josephite Malo-Galipeau bergabung dengan komunitas, membawa sejumlah besar dana warisan almarhum suaminya. Meskipun mendapat tambahan dana yang cukup besar, para wanita tersebut masih harus melakukan pekerjaan sambilan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Rosalie saat itu melakukan pekerjaan sambilan sebagai pembuat sepatu.[30][33][34]
Pemilihan pertama diselenggarakan dalam komunitas tersebut pada tanggal 6 November 1846, dengan hasil Rosalie Cadron diangkat sebagai superior baru untuk jangka waktu satu tahun; dan Malo-Galipeau diangkat sebagai asistennya.[33] Kemudian sejak tanggal 1 Desember 1846, para wanita komunitas tersebut mulai mengenakan jubah biara.[34]
Suster-Suster Kerahiman
Tanggal 16 Januari 1848 di usia yang ke-53 Rosalie Cadron mengikrarkan kaul religius, atau disebut juga profes/profesi, di hadapan Uskup Ignace Bourget. Kaul tersebut juga diucapkan tujuh wanita lain yang telah bekerja bersamanya di Hospice de Sainte-Pelagie dalam upacara yang diadakan di kapel kecil di panti mereka.[35] Seiring dengan kaulnya, Rosalie mengubah namanya menjadi "Suster dari Kelahiran Yesus" (Sister of the Nativity).[36] Delapan wanita tersebut secara resmi membentuk "Kongregasi Suster Kerahiman" (Misericordia Sisters),[35] atau disebut juga Congregation of the Sisters of Misericorde.[37]
Dalam Konstitusi yang dibacakan oleh Mgr. Bourget sebelum pengikraran kaul, disebutkan bahwa mereka akan menjalani hidup dengan misi "Berbelas kasihan seperti Yesus Sang Juru Selamat, terhadap wanita lajang dan tidak menikah serta anak-anak mereka; juga terhadap para ibu yang memiliki keluarga yang mengalami kesulitan dengan kehamilan mereka".[36]Kaul yang diikrarkan mereka adalah 3 kaul, sebagaimana lazimnya kongregasi religius lainnya; yaitu: kemiskinan, kemurnian, dan ketaatan. Dan ditambah dengan kaul keempat: "membantu persalinan para wanita yang menderita", sehingga konsekuensinya adalah membentuk 'korps bidan'. Kongregasi ini adalah komunitas religius pertama di Kanada dengan misi tersebut.[6][38]
Pada 17 Januari 1848 diadakan pemilihan untuk menentukan pimpinan baru komunitas ini, biasanya disebut "superior". Josephite Malo-Galipeau, dengan nama biara: Suster Santa-Yohana-de-Chantal, terpilih sebagai mother superior; sementara Rosalie Cadron terpilih sebagai penasihat. Posisi ini membuat Rosalie bebas untuk merawat siapa saja yang membutuhkan, termasuk kunjungan rumah dan kunjungan ke penjara. Lama kemudian setelah kematian Rosalie baru diketahui bahwa ternyata ia menolak posisi sebagai superior. Ia memilih untuk membiarkan temannya, Suster Santa-Yohana-de-Chantal, memimpin komunitas. Sepertinya Rosalie menyadari bahwa ia suka memberi perintah dan berbakat untuk peran administratif; dan Rosalie benar-benar lebih memilih untuk selalu dekat dengan para wanita malang yang ia layani selama ini. Katanya,[39]
Aku anak kecil-Nya yang manja. Ia mengilhami para pimpinanku untuk menempatkanku di tempat aku merasa paling bahagia, di tengah-tengah anak-anakku tersayang"
Sejak 17 Januari 1848 delapan pendiri Kongregasi Suster Kerahiman, termasuk Rosalie, menjalani pelatihan kebidanan dalam asuhan Dr Eugène-Hercule Trudele - seorang dokterkandungan muda. Tujuan dari pelatihan ini adalah untuk lebih mempersiapkan para suster untuk memenuhi kewajiban kaul keempat mereka. Pelatihan berlangsung selama 18 bulan, dan pada 12 Juli 1849 para wanita tersebut menerima sertifikat resmi kebidanan. Kemungkinan besar selama periode ini atau tahun-tahun berikutnya, Rosalie Cadron belajar membaca dan menulis.[6][38]
Rosalie terpilih sebagai asisten superiornya, Suster Santa-Yohana-de-Chantal, pada Februari 1949. Namun sejak itu sang superior menunjukkan sikap yang tidak hormat kepada Rosalie. Ia bahkan memberi Rosalie gelar 'asisten', bukannya 'ibu pendiri' (biasanya pendiri kongregasi religius disebut bapa/ibu pendiri oleh anggotanya), dan pada kesempatan lainnya disebut bodoh (saat Rosalie berbicara penuh hikmat dalam pertemuan). Sepertinya Suster Santa-Yohana-de-Chantal merasa iri akan hikmat yang dimiliki Rosalie dan merasa terancam akan perkembangannya yang pesat. Hukuman favorit yang dikenakan kepada Rosalie oleh sang superior adalah melarangnya menerima komuni. Hal ini bahkan dilakukannya di hadapan semua anggota komunitas, tetapi Rosalie menerimanya dengan rendah hati tanpa membantah sedikit pun. Menurut kesaksian para susternya, tidak pernah terlihat satu kali pun Rosalie membantah atau mengkritik keputusan superiornya betapapun tidak adilnya keputusan tersebut.[40]
Magdalena
Selama beberapa tahun, dimulai sebelum tahun 1853, para suster telah menerima apa yang disebut "Magdalena" atau "Magdalens". Dan pada tahun 1859 kebiasaan ini diakui secara resmi dengan menjadikan para Magdalena ordo kedua dari Suster Kerahiman. Kebiasaan merekrut para Magdalena ini mengikuti tradisi yang berasal dari Eropa; di mana ordo religius merekrut para "orang yang bertobat", atau "peniten". Mereka ditempatkan di bawah perlindungan St. Maria Magdalena, seorang pendosa terkenal—pada gereja awal—yang mengalami pertobatan radikal. Dalam kasus Suster Kerahiman ini, Magdalena direkrut dari para mantan 'pasien' yang adalah ibu-ibu tidak menikah yang tidak ingin meninggalkan panti tersebut setelah pulih dari persalinan. Mereka diizinkan untuk hidup dalam komunitas Suster Kerahiman, mematuhi peraturan tertentu yang ditetapkan untuk mereka. Selama program tersebut berlangsung, sekitar 1%-1,5% dari para ibu yang 'terselamatkan' oleh Suster Kerahiman tinggal sebagai Magdalena.[41]
Pada suatu kesempatan pada tahun 1853, Mgr. Bourget mempertanyakan kemungkinan apakah kaul keempat para Suster Kerahiman (membantu persalinan) harus ditinggalkan dan dipercayakan kepada para Magdalena. Ia terutama khawatir kalau calon potensial Suster Kerahiman, yang akan menempuh kehidupan religius, akan kesulitan oleh keharusan mempelajari ilmu kebidanan. Khusus untuk kasus ini, dan hanya pada kesempatan ini, Rosalie tidak setuju dengan ide Mgr. Bourget. Menurut Rosalie, membantu persalinan para ibu 'bermasalah' ini adalah suatu pekerjaan yang sangat sulit bagi para Magdalena dan tidak mungkin diserahkan sepenuhnya dalam tanggung jawab mereka. Mgr. Bourget mengalah dan tidak membantah Rosalie. Diketahui kemudian, dari seorang suster yang 'seangkatan' dengan Rosalie, bahwa Rosalie menyesal telah membantah Mgr. Bourget; karena sesungguhnya ia menganggap bahwa semua perintah sang uskup adalah berasal langsung dari surga.[42]
Memiliki tempat sendiri
Antoine-Olivier Berthelet, seorang dermawan kaya yang mana sudah pernah membantu mereka saat awal pendirian kongregasi, pada 13 Mei 1851 membeli tanah di sudut Dorchester Boulevard dan Saint-André Street untuk digunakan oleh para Suster Kerahiman. Sejak bulan Desember 1851, setelah renovasi struktur yang sudah ada di lahan tersebut, para suster pindah ke alamat baru ini. Kemudian pada tahun 1853 pekerjaan konstruksi dimulai dalam rangka membangun Rumah Induk (atau biara) untuk kongregasi. Rumah Induk direncanakan berupa rumah dengan batu kelabu yang memiliki beberapa tingkat, dan dibiayai dengan pinjaman. Rencana ini sebenarnya telah dibuat sejak tahun 1852, tetapi kebakaran besar melanda Montreal pada tanggal 8 Juli 1852. Bencana tersebut menghancurkan sekitar 11.000, termasuk Katedral Saint-Jacques dan wisma uskup, sehingga menunda proyek konstruksi di seluruh kota; namun para Suster Kerahiman dan tempat mereka tidak terkena dampak dari bencana tersebut.[43][44]
Kemudian pada tahun 1856 kota Montreal memberikan sebuah bangunan bobrok dan tak terawat di seberang biara baru mereka. Setelah renovasi yang menghabiskan banyak biaya, rumah tersebut digunakan sebagai tempat tinggal para ibu yang dirawat dan Magdalena selama tahun 1856 - 1860. Rumah itu disebut juga "Rumah Korporasi" (Corporation House).[45]
Tahun 1858, Suster Santa-Yohana-de-Chantal telah dikenal publik sebagai pendiri dari Suster Kerahiman. Sebagian karena perannya sebagai Mother Superior dan sebagian karena sumbangan uang yang dibawanya kepada komunitas saat kedatangannya. Namun saat kunjungan Mgr. Bourget di akhir tahun 1858, sang uskup membuat pernyataan di hadapan anggota komunitas yang sedang berkumpul bahwa dalam pandangannya dan juga Gereja, Rosalie Cadron selayaknya dipandang sebagai pendiri kongregasi. Ia juga memberikan gelar Mother (Ibu) -- sebutan untuk wanita pendiri atau pimpinan kongregasi religius—kepada Rosalie sehingga nama religius-nya menjadi Mother Marie dari Kelahiran Yesus (Mother Marie of the Nativity).[46]
Akhir hidup
Penyakit kronis
Kesehatan Rosalie yang rapuh selama bertahun-tahun menjadi perhatian khusus sejak tahun 1859. Tapi hal itu tidak menghalanginya untuk menyelesaikan tugas-tugasnya kapan pun ia bisa. Sebagai penjaga waktu (timekeeper), ia masih menjadi orang pertama yang tiba di mana pun, bangun beberapa kali sepanjang malam untuk memeriksa waktu di ruang komunitas (satu-satunya jam di komunitas mereka). Rosalie juga masih menghabiskan waktu sebanyak ia bisa dengan ibu-ibu yang dirawat di sana; mengajari mereka katekismus, dan berdoa bersama mereka.[47]
Kesaksian dari keluarga Rosalie menyatakan bahwa Rosalie sudah sakit sejak ia berumur 36 tahun dan tidak pernah sepenuhnya pulih. Sumber lain menyatakan bahwa penyakit Rosalie dan komplikasi yang diakibatkannya disebut juga "edema umum" (waktu itu dikenal sebagai dropsy), yang disebabkan karena penurunan fungsi ginjal yang drastis. Sumber yang lain lagi memperkuat dugaan bahwa penyakit Rosalie bersumber dari peradangan pada ginjal (nefritis) yang kemudian menjadi kronis (dikenal sebagai penyakit Bright). Para suster komunitas saat itu melaporkan keadaan sang ibu pendiri bahwa ia mengalami kesulitan bernapas, sering batuk, sesak napas saat berdiri maupun saat beristirahat, dan pembengkakan kaki dengan luka-luka yang terbuka.[48][49]
Bagaimanapun, sejak tahun 1859, karena penurunan kesehatannya yang drastis, Rosalie berhenti melakukan pekerjaannya sebagai bidan. Dan mulai tahun 1862 ia juga berhenti melakukan kunjungan rumah untuk merawat yang sakit.[6] Karena biara di sana belum memiliki ruang perawatan khusus, Rosalie menghabiskan sebagian besar hari-harinya selama itu dalam asrama biara. Pada siang hari ia berusaha untuk tetap sibuk. Diantaranya ia membaca Injil dan Surat-surat, buku "Mengikuti Jejak Kristus" karya Thomas a Kempis, biografi orang-orang kudus dan para Bapa Gurun.[49]
Pada tahun 1861, atas permintaan Uskup Bourget, Rosalie mendapat ruangan pribadi.[50] Dan sejak tahun 1863, Rosalie yang saat itu hanya terbaring di ranjang, dipindahkan ke ruangan baru di sebelah kapel biara yang baru dibangun yang memiliki akses khusus ke dalam kapel supaya ia dapat berdoa dan menerima komuni sesering yang diinginkannya.[51][52]
Cobaan tambahan
Sejak Rosalie menempati ruangan khusus pada 1861 (sebelum menempati ruangan di sebelah kapel pada tahun 1863), ia sering terlupakan karena ruangan tersebut jauh dari kapel dan berbagai kegiatan di komunitas tersebut. Saat itu Suster Santa-Yohana-de-Chantal melarang para suster dan novis untuk mengunjungi Rosalie dengan alasan bahwa ia memperlakukan suster-suster dengan jahat.[50] Ia bahkan juga tidak memperbolehkan Rosalie dikunjungi oleh anak-anak kandungnya sendiri. Dan meskipun sang superior mengetahui keadaan penyakit Rosalie yang sudah parah, ia memerintahkan seseorang untuk menyuruhnya turun dari ranjang dan turut serta dalam kegiatan rekreasi komunitas. Rosalie yang taat menurutinya, tapi ia segera kedinginan dan menjadi sakit. Ia juga diperintahkan untuk turun ke ruang makan bersama, yang memaksanya untuk turun tiga lantai dengan risiko jatuh dan cedera.[53]
Ketika Rosalie hanya dapat berbaring di ranjang, makanan dibawakan kepadanya; sering kali disiapkan dengan sangat buruk, sebuah kerak roti atau kaldu hambar. Walau dokter meresepkan dua telur sehari, tapi sang superior menolaknya dengan dalih mahalnya harga telur. Sekali, secara tidak sengaja, Rosalie hanya mendapat satu telur busuk. Menyadari bahwa Rosalie hendak memakannya, suster yang merawatnya mencoba untuk mengambilnya dari dia. Tapi Rosalie menolak sambil mengatakan bahwa makanan ini berasal dari Tuhan dan itu sajalah yang dibutuhkannya. Sang suster perawat sangat sedih saat itu, tetapi Rosalie menghiburnya dengan menunjuk ke salib dan mengingatkannya bahwa Yesus juga tidak selalu mendapatkan apa yang Ia butuhkan.[53]
Sulit untuk memahami betapa buruknya Rosalie diperlakukan pimpinannya, tetapi ia menerima semuanya dengan diam dan kepasrahan yang luar biasa. Dan akhirnya penyalahgunaan kekuasaan dari sang superior berakhir ketika, atas instruksi Uskup Bourget, mereka memilih Dewan pimpinan baru tanggal 10 Mei 1863 (hanya beberapa bulan sebelum kematian Rosalie). Suster Santo-Yosef terpilih sebagai superior baru menggantikan Suster Santa-Yohana-de-Chantal yang telah memegang jabatan superior selama 15 tahun.[54]
Kematian suci
Saat mendapat informasi mengenai kondisi Rosalie yang sudah kritis, pada 4 April 1864, Mgr. Bourget bergegas mendatanginya untuk berdoa bersama dan untuk melepas sang ibu pendiri untuk selamanya. Dan Rosalie Cadron meninggal tak lama kemudian setelah hari berganti, pada 5 April 1864.[2] Suster Maria-dari-para-Malaikat-Kudus bersaksi perihal kematiannya:
"Aku menyaksikan kematian suci-nya. Aku sedang duduk berjaga dengan Suster Santa-Beatrix kita yang baik. Sekitar pukul 2 dini hari ia membuat tanda salib dan meminta kami untuk mengucapkan Litani Santa Perawan Maria; kemudian ia mempersiapkan diri seolah-olah hendak tidur, lalu ia berseru dengan suara nyaring: Oh Yesus-ku! Kemudian aku sadar kalau ia bertambah lemah; kami membawa lampu ke dekatnya dan menyadari bahwa ia sudah beralih ke kehidupan yang lebih baik. Saat itu 5 April 1864."[55]
Pada saat kematian Rosalie, suster-suster di asrama melaporkan bahwa mereka entah bagaimana tiba-tiba terbangun. Sementara di asrama para ibu yang dirawat, mereka yang ada di sana juga mendadak terbangun dan melihat seorang suster tua tak dikenal datang dan berjalan di sekitar tempat tidur mereka sambil membawa lentera di tangannya. Kepada seorang wanita yang menderita sakit serius di situ, sang suster mengatakan bahwa jika ia memiliki keberanian dan berdoa dengan penuh keyakinan, ia akan sembuh.[56]
Hal lain yang tidak biasa juga dilaporkan menjelang pemakamannya. Mereka yang bertanggung jawab untuk mempersiapkan jenazah sang ibu pendiri untuk pemakamannya memberikan kesaksian mengenai bagaimana herannya mereka melihat kaki-kakinya, yang dipenuhi dengan berbagai luka sebelum dia meninggal, terlihat dalam kondisi sempurna dan tanpa meninggalkan bekas luka sedikit pun.[56]
Mgr. Bourget, Uskup Montreal, memimpin misa pemakaman Mother Marie dari Kelahiran Yesus pada 8 April 1864.[2] Perayaan tersebut diadakan di kapel Suster-suster Kerahiman dan dihadiri banyak pejabat GerejaMontreal. Pada saat kematiannya, Rosalie adalah ibu kandung dari 6 anak yang masih hidup, dan nenek dari 41 cucu; Kongregasi Suster Kerahiman terdiri dari 33 biarawati yang sudah berkaul religius (profes), 5 novis, 6 postulan, serta 3 Magdalena yang sudah mengucapkan kaul.[56]
Proses penggelaran kudus
Pada tahun 1881 Uskup Bourget menulis surat kepada para Suster Kerahiman: "'Ibu-dari-Kelahiran-Yesus' kalian harus dikanonisasi; kalian musti memiliki cukup iman dan yakin dalam perlindungannya untuk mendapatkan mukjizat darinya, dan kemudian Gereja akan membuat pernyataan resmi."[57]
Tahun 1989, Kardinal Paul Grégoire - Uskup Agung Montreal menandatangani dekret yang membuka penyelidikan kanonik atas Rosalie Cadron-Jette.[2][6] Dan tanggal 6 November 1990, TribunalKeuskupan membuka penyelidikan resmi atas kasus Rosalie Cadron-Jette; memberikannya gelar Pelayan Tuhan (Servant of God), langkah pertama dari keempat langkah dalam proses kanonisasi menuju "Santa".[58]
Tanggal 29 Januari 1993, suatu dekret persetujuan ditandatangani oleh Mgr. Jean-Claude Turcotte, Uskup Agung Montréal. Menindaklanjuti dekret tersebut, suatu laporan (positio) disusun di Montreal oleh Suster Gisèle Boucher untuk dipresentasikan di Roma. Laporan tersebut menyajikan kumpulan bukti-bukti selama penyelidikan oleh keuskupan dan sebagai dasar untuk penyelidikan lebih lanjut.[59][60]