Pulau Laut adalah sebuah pulau terbesar di sekitar pulau Kalimantan, terletak di pesisir timur atau tepatnya di bagian tenggara pulau Kalimantan. Untuk ukuran Indonesia pulau ini merupakan pulau kecil karena dalam peta Indonesia hampir tidak terlihat, secara administratif memiliki 6 buah kecamatan dan 74 desa dan 4 kelurahan yang di dalamnya terdapat Ibu kota kabupaten Kotabaru tepatnya di bagian utara Pulau Laut.
Pulau laut merupakan penyangga abrasi pantai daratan dari sisi pesisir wilayah tenggara pulau besar Kalimantan. Dengan demikian, Pulau Laut turut memberikan kontribusi terhadap keberadaan gigis garis pantai di wilayah Pulau Kalimantan dari sisi sebelah tenggara.
Administratif
Secara administratif pulau ini terbagi menjadi 7 kecamatan yaitu:
Dari data tahun 2005 jumlah penduduk di Pulau Laut berjumlah 127.665 jiwa atau separuh lebih dari total seluruh jumlah penduduk Kabupaten Kotabaru yang berjumlah 256.946 jiwa yang tersebar di 20 kecamatan.
Sejarah
Kesultanan Banjar
Dalam tahun 1635 syahbandar atau penguasa Pulau Laut bernama Orangkaya Intje Kadir, yang menjalankan pulau atas nama raja Martapura (Banjar).[2]
Penguasa pulau Laut lainnya yaitu Da’ud Ibn Abas (disebutkan dalam tahun 1786 – 1792) dan Capitan Hassan Ibn Yusuf (disebutkan dalam tahun 1803).[3]
Laut Pulau atau Pulau Laut merupakan salah satu daerah yang takluk pada masa Sultan Suryanullah - Raja Banjarmasin pertama (tahun 1500) disebutkan dalam Hikayat Banjar.[4]
Hikayat Banjar menyebutkan:
Traktat Bumi Kencana 28 Syawal 1201 Hijriyah/13 Agustus 1787
"
Djika Kompeni Welanduwi sekalipun telah mendjadi tuan jang punja tachta keradjaan negeri Bandjar dengan sekalian takluknja karena suda ditanggalkan dan sudah menjerahkan segala itu kepada Kompeni Welanduwi hanja Kompeni Welanduwi tiada mau mengembangkan perintahnja lebih djahu melainkan hingga pada tempat jang bermudjud pada pesisir2 daripada pihak masrik atau timur hingga pada pihak barat maka dalamnja itu tersimpan lagi negeri Pasir dengan jang takluk dibawahnja dan Pulau Laut beserta sekalian jang bermudjud pada dekatnja dan Tabaniau beserta dengan pesisir2nja dan gunung2nja beserta separonja dari dusun Tatas dan Dajak2nja dengan Mendawai Sampit dan Pembuang Kotawaringin beserta sekalian jang ta'luk disitu sedang jang lain2 sekaliannja jang kenah pada tachta keradjaan negeri Bandjar itu akan dibilangkan bahagian perintah Paduka Seri Sultan beserta dzuriat2nja jang muta'chirina jang sudah diserahkan padanja supaja dimelanggarakannja itu dengan peri pindjaman adanja."
Kontrak Perjanjian Karang Intan I tanggal 1 Januari 1817 (12 Safar 1232 H)
"
Tuan Sultan kasih sama radja Wolanda itu Pulau Lodji Tatas dan benteng2 Kuin dan negeri Dajak Besar Ketjil dan negeri Mendawai dan negeri Sampit dan negeri Kuta Waringin dan negeri Sintang dan negeri Lawei dan negeri Djelai dan negeri Bakumpai dan negeri Tabanio dan negeri Pegatan sama Pulau Laut dan negeri Pasir dan negeri Kutei dan negeri Barau sama dia punja rantauan."
— CONTRACT MET DEN SULTAN VAN BANDJERMASIN Sultan Sulaiman al-Mu'tamid 'Alâ Allâh, pasal 5 pada tanggal 1 Januari 1817 (12 Safar 1232 H)/ Besluit 29 April 1818, No. 4.[7]
Kontrak Perjanjian Karang Intan II tanggal 13 September 1823 M (7 Muharam 1239 H)
"
Perkara lima dan kontrak lama dibuang tiada boleh pakai lagi melainkan dipakai bagaimana ganti dibawah ini. Paduka Sri Sultan salinkan kepada radja Holanda jang masjhur antero Pulau Tatas dan Kween sampai disubarang kiri Antasan Ketjil lagi tanah Lawai dan Djelai dan Sintang dan Tabonio dan Pagatan dan Pulau Laut dan Kota Waringin dan Pasir dan Kutai dan Berau dengan semuanja dia punja rantauan2 adanja. Dan lagi Tuan Sultan salinkan begitu djuga separo dari Tanah Pembuang dan Mendawai dan Sampit dan Dajak-besar dan Dajak ketjil dan Bakumpai dan Dusun adanja. Tetapi lagi geburmin salinkan kepada tuan Sultan separo dari tanah semuanja jang geburmin sudah ambil dengan paduka Sri Sultan punja bermintaan dari tangan tuan Hire jang punja dahulu namanja Maluka dan Laut Kuru dan Liang Anggang dengan dia punja rantauan semuanja sampai di Tandjung Selatan dan disebelah timur sampai antara pegangan Pagatan dan Pasir adanja."
— CONTRACT MET DEN SULTAN VAN BANDJERMASIN Sultan Sulaiman al-Mu'tamid 'Alâ Allâh, pasal 2 per tanggal 13 September 1823 M (7 Muharam 1239 H).[7]
Kontrak Perjanjian Tanggal 4 Mei 1826 (26 Ramadan 1241 H)
"
Sri Paduka Sultan Adam salinkan kepada radja dari Nederland segala negeri jang tersebut dibawah ini: Pulau Tatas dan Kuin sampai di subarang kiri Antasan Ketjil dan pulau Burung mulai dari kuala Bandjar subarang kanan sampai di Pantuil dan di Pantuil subarang pulau Tatas lantas ke timur Rantau Kuliling dengan segala sungai2nja Kelajan Ketjil Kelajan Besar dan kampung jang di subarang pulau Tatas sampai di sungai Messa di ulu kampung Tjina lantas ke darat sampai di sungai Baru sampai di sungai Lumbah dan pulau Bakumpai mulai dari kuala Bandjar subarang kiri mudik sampai di kuala Andjaman di kiri milir sampai kuala Lopak dan segala tanah Dusun semuanja desa2 kiri kanan mudik ka ulu mulai Mengkatip sampai terus negeri Siang dan di ilir sampai di kuala Marabahan dan tanah Dajak Besar Ketjil dengan semuanja desa2nja kiri kanan mulai di kuala Dajak mudik ka ulu sampai terus ke ilir sungai Dajak dengan segala tanah di daratan jang takluk padanja dan tanah Mendawai Sampit Pembuang semuanja desa2nja dengan segala tanah jang takluk padanja dan tanah Kutaringin Sintang Lawey Djelei semuanja desa2nja dengan segala tanah jang takluk padanja. Dan Taboniou dan segala tanah Laut sampai di Tandjung Silatan dan ke timur sampai watas dengan Pagatan dan ka oetara sampai di kuala Maluka mudik sungai Maluka Selingsing Lijang Anggang Banju Irang lantas ke timur sampai di gunung Pamaton sampai watas dengan tanah Pagatan dan negeri jang di pasisir timur Pagatan Pulau Laut Batu Litjin Pasir Kutai Barau semuanja dengan tanah2 jang takluk padanja".
— CONTRACT MET DEN SULTAN VAN BANDJERMASIN Sultan Adam al-Wäthiq billäh, pasal 4, tanggal 4 Mei 1826 (26 Ramadan 1241 H)/ Besluit 29 September 1826 No. 10.[7]
Dalam Kontrak Perjanjian per tanggal 4 Mei1826 bertepatan 26 Ramadan 1241 Hijriyah (Besluit 29 September 1826 No. 10.), pada masa kekuasaan Raja Banjar Paduka Sri Sultan Adam al-Wäthiq billäh menyerahkan wilayah Pulau Laut kepada Hindia Belanda.