Muslihan Sulchan
Brigadir Jenderal TNI (Purn.) H. Muslihan Sulchan, S.I.P. (nama lahir: Sulchan; 28 Agustus 1950 – 20 Juli 2021) adalah seorang purnawirawan perwira tinggi TNI Angkatan Darat dari satuan artileri medan.[1] Jabatan terakhir yang diembannya adalah sebagai Komandan Pusat Kesenjataan Artileri (Danpussenart)[1][2][3] sebelum satuan artileri selanjutnya dipisahkan menjadi artileri medan (armed) dan artileri pertahanan udara (arhanud). Sebelumnya, ia menjabat sebagai Kepala Staf Komando Daerah Militer VII/Wirabuana (Kasdam VII/Wirabuana)[4][5][6][7] dan Wakil Komandan Pusat Teritorial Angkatan Darat (Wadanpusterad).[6] Jenderal bintang satu ini dikenal sebagai salah satu pelopor pemisahan satuan artileri menjadi artileri medan dan artileri pertahanan udara.[8] Semasa ia menjabat sebagai Danpussenart, dibentuk suatu kelompok kerja yang bertugas untuk menyusun kajian akademik pemisahan Pusat Kesenjataan Artileri (Pussenart).[8] Kelompok kerja tersebut dipimpin langsung oleh Brigjen TNI Muslihan Sulchan hingga pada akhirnya likuidasi Pussenart yang diikuti dengan pembentukan Pusat Kesenjataan Artileri Medan (Pussenarmed) dan Pusat Kesenjataan Artileri Pertahanan Udara (Pussenarhanud) telah berhasil diimplementasikan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad) No. Kep/43/XI/2006 yang disahkan oleh Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Djoko Santoso, M.Si. pada tanggal 27 November 2006.[8][9][10] Hal ini menjadikan Muslihan Sulchan sebagai Danpussenart yang terakhir di Indonesia.[2] Kehidupan pribadiMasa kecilMuslihan Sulchan lahir di Kota Malang, Jawa Timur pada tanggal 28 Agustus 1950 sebagai anak pertama dari pasangan H. Masroekin (EYD: Masrukin) (24 September 1926 – 13 Juli 2004) dan Hj. Soentari (EYD: Suntari) (wafat 4 Juli 1982). Awalnya, dia dilahirkan dengan nama Sulchan, yang kelak menjadi Muslihan Sulchan. Ayahnya yaitu Masroekin, merupakan seorang veteran pejuang kemerdekaan Republik Indonesia yang pernah berjuang melawan kolonialisme di masa silam. Selepas lulus dari sekolah rakyat (SR)—saat ini setara dengan sekolah dasar (SD)—dalam waktu lima tahun, Masroekin mendaftarkan diri menjadi sukarelawan tentara untuk berjuang melawan kolonialisme. Setelah masa penjajahan selesai, Masroekin melanjutkan karir sebagai tentara yang diperkirakan sampai dengan pangkat terakhir sersan satu. Perjalanan hidup Masroekin sebagai seorang pejuang yang pernah berjuang melawan penjajah, kelak menginspirasi Muslihan Sulchan untuk meneruskan jejak ayahnya dengan bergabung ke militer untuk membela nusa dan bangsa Indonesia. Sebagai anak tertua, Muslihan Sulchan memiliki lima orang adik yang terdiri dari tiga laki-laki dan dua perempuan. Adiknya secara berturut-turut bernama Soedjono (EYD: Sujono), Sya'roni, Sunaryati, S Harijani, dan Suhartono. Diketahui sepenggal kisah dari mereka sebagai berikut:
Muslihan Sulchan menghabiskan masa mudanya di Kota Malang, yaitu sejak lahir sampai dengan setidaknya usia 20 tahun. Semasa muda, ia dikenal sebagai pemuda yang taat beragama Islam. Saat itu, Muslihan Sulchan sering menjadi guru mengaji di lingkungannya. Ia lulus dari Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) Negeri 4 Malang pada tahun 1969. Pada usia 20 tahun, ia diterima sebagai calon taruna dengan nomor akademi 70269 di Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Bagian Umum dan Bagian Darat (Akabri Udarat)—saat ini bernama Akademi Militer (Akmil). Barulah sejak saat itu, ia mulai beranjak ke Kota Magelang untuk mengikuti pendidikan perwira dari tahun 1970 sampai dengan lulus di satuan artileri medan pada tahun 1974.[1][12][13] Pernikahan dan anakMuslihan Sulchan menikah dengan Sutji Rahayu (EYD: Suci Rahayu) (6 September 1953 – 28 Juli 2021) pada tanggal 16 Oktober 1976. Sutji Rahayu merupakan anak kedua dari pasangan H. Soeratman (EYD: Suratman) (28 November 1928 – 19 Agustus 2020) dan Hj. Soeratmi (EYD: Suratmi) (wafat 11 Mei 1979). Soeratman juga merupakan seorang veteran pejuang kemerdekaan Republik Indonesia—diperkirakan sampai dengan pangkat terakhir pembantu letnan dua. Sutji Rahayu bertemu Muslihan Sulchan pertama kali dalam suatu acara reuni taruna di Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri). Pada saat itu, Sutji Rahayu diajak oleh kakaknya—saat ini dikenal sebagai Kolonel Arh. (Purn.) Yahya Suratmono—untuk ikut dalam acara reuni taruna tersebut. Yahya Suratmono merupakan seorang taruna dua tingkat di bawah Muslihan Sulchan yang kelak merupakan abiturien satuan artileri pertahanan udara tahun 1975.[11] Dari pertemuan itu, mereka berdua mulai mengenal lebih dekat satu sama lain, dan tak lama melanjutkan ke jenjang pernikahan. Masa awal membina keluarga baru dimulai saat Muslihan Sulchan tengah berdinas di Batalyon Artileri Medan 10/76 mm Para/Bradjamusti (Yonarmed 10/76 mm Para/Bradjamusti)—saat ini bernama Batalyon Artileri Medan 10/Roket/Bradjamusti (Yonarmed 10/Roket/Bradjamusti)—yang berlokasi di Cliuar, Bogor Utara, Kota Bogor. Dari pernikahannya, Muslihan Sulchan dan Sutji Rahayu dikaruniai tiga anak perempuan dan dua anak laki-laki. Anak ketiga, Erna Aprilia Puspita Sari (wafat 21 September 1982), dan anak keempat, Ziggy Nugroho (wafat Agustus 1984), meninggal muda saat masih berdinas di Yonarmed 10/76 mm Para/Bradjamusti. Mereka berdua dimakamkan di dalam lingkungan batalyon tersebut. PensiunSelama hidupnya, Muslihan Sulchan dikenal oleh keluarga dan teman-temannya sebagai sosok yang keras, tegas, disiplin, cerdas, dan jujur dalam kesehariannya. Sebagai pribadi yang termasuk gemar bekerja dan beraktivitas, pensiun sejak tahun 2006 membuat dirinya tidak betah dan penuh tekanan. Pada akhirnya mulai tahun 2007, ia mulai mencari kegiatan dengan melanjutkan bekerja di beberapa instansi pemerintah dan swasta. Kegiatan tersebut dilakukannya agar tetap produktif walaupun telah memasuki usia pensiun. PendidikanPendidikan umum
Pendidikan pengembangan umum militer
Pendidikan pengembangan spesialisasi militer
Perjalanan karierKarier militerPerwira pertamaKetika menginjak usia 20 tahun, Muslihan Sulchan mendaftar di Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri). Selama menempuh pendidikan, ia banyak dibimbing oleh Muslihan Diding Sutrisno selaku seniornya yang kelak merupakan abiturien satuan artileri medan tahun 1971.[15] Oleh karena pertemanannya sangat dekat hingga sudah dianggap sebagai ayah sendiri, ia menyematkan nama "Muslihan" sebagai tambahan nama depan untuknya menjadi Muslihan Sulchan yang dikenal hingga kini. Ia menyelesaikan pendidikan taruna dan lulus sebagai letnan dua di satuan artileri medan pada tanggal 1 Desember 1974.[1][12][13] Letda Art. Muslihan Sulchan menerima penugasan pertamanya di Batalyon Artileri Medan 10/76 mm Para/Bradjamusti (Yonarmed 10/76 mm Para/Bradjamusti)—saat ini bernama Batalyon Artileri Medan 10/Roket/Bradjamusti (Yonarmed 10/Roket/Bradjamusti)—yang terletak di Cliuar, Bogor Utara, Bogor. Di batalyon ini, ia berdinas cukup lama hingga memperoleh pangkat letnan satu sampai dengan kapten. Yonarmed 10/76 mm Para/Bradjamusti telah menjadi bagian dari dirinya yang penuh kenangan karena banyak suka dan duka yang ia dan keluarganya alami di sini. Seusai pensiun pun, masih ada beberapa prajurit senior yang mengenalinya ketika ia dan keluarganya berziarah ke makam anak ketiga dan keempatnya yang dimakamkan di dalam lingkungan batalyon ini. Di batalyon ini pula, ia pernah diberangkatkan ke Timor Timur untuk melangsungkan Operasi Seroja I pada tahun 1975 dan selanjutnya Operasi Seroja II pada tahun 1978. Melalui kesuksesan Operasi Seroja di mana Timor Timur berhasil diambil alih dari pemerintahan Fretilin dan diintegrasikan dengan Republik Indonesia, Muslihan Sulchan dianugerahi gelar kehormatan veteran pembela kemerdekaan Republik Indonesia. Pada tahun 1977, ia pun sempat ditugaskan ke Irian Jaya untuk mengamankan pelaksanaan pemilihan umum. Pada tahun 1984, Kapten Art. Muslihan Sulchan mulai meninggalkan Yonarmed 10/76 mm Para/Bradjamusti karena dipindahtugaskan ke Pusat Kesenjataan Artileri Medan (Pussenarmed) untuk menjadi Guru Militer Golongan VII (Gumil Gol VII) Pusat Pendidikan Artileri Medan (Pusdikarmed). Saat itu, artileri medan dan artileri pertahanan udara masih merupakan korps yang terpisah, yang kelak akan digabung menjadi korps artileri sampai dengan akhirnya dipisahkan kembali sesuai kebutuhan organisasi TNI Angkatan Darat. Perwira menengahPada tahun 1985, Kapten Art. Muslihan Sulchan memperoleh kenaikan pangkat menjadi mayor dengan jabatan sebagai Kepala Seksi Organisasi Bagian Pembinaan Satuan (Kasi Org Bagbinsat) Pussenarmed. Usai bertugas di sana, pada tahun 1986, Mayor Art. Muslihan Sulchan mendapat tugas menjadi Wakil Komandan Batalyon (Wadanyon) di Batalyon Artileri Medan 7/76 mm Tarik/Biring Galih (Yonarmed 7/76 mm Tarik/Biring Galih)—saat ini bernama Batalyon Artileri Medan 7/105 mm GS/Biring Galih (Yonarmed 7/105 mm GS/Biring Galih). Baginya merupakan suatu kebanggaan bisa bertugas di Yonarmed 7/76 mm Tarik/Biring Galih, terlebih sebagai Wadanyon, yang biasa mendapat tugas kenegaraan dari Presiden Soeharto untuk melepaskan tembakan meriam sebanyak 17 kali pada saat upacara peringatan detik-detik proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia setiap tanggal 17 Agustus. Saat itu, batalyon tersebut masih bermarkas di kawasan Bintaro. Pada tahun 1990, ia berhasil menyelesaikan pendidikan di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad). Di tahun yang sama, tugas sebagai Komandan Batalyon (Danyon) di Batalyon Artileri Medan 8/105 mm Tarik/Uddhata Yudha (Yonarmed 8/105 mm Tarik/Uddhata Yudha) sekaligus kenaikan pangkat menjadi letnan kolonel telah menantinya di Kabupaten Jember. Letkol Art. Muslihan Sulchan mengemban tugas ini selama sekitar dua tahun sampai akhirnya dimutasi ke Komando Distrik Militer 0826/Pamekasan (Kodim 0826/Pamekasan) sebagai Komandan Komando Distrik Militer (Dandim) di Kabupaten Pamekasan selama satu tahun.[16] Setelah itu pada tahun 1993, ia mengalami rotasi ke Seskoad untuk menjadi Dosen Golongan V (Gol V) Seskoad dan selanjutnya Dosen Golongan IV (Gol IV) Seskoad karena keahliannya mengajar. Selama bertugas di Seskoad, ia pun sempat diberi tanggung jawab sebagai bagian dari tim seleksi pendidikan (seldik). Pada tahun 1995, Letkol Art. Muslihan Sulchan berhasil menyelesaikan pendidikan di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Sesko ABRI)—saat ini bernama Sekolah Staf dan Komando Tentara Nasional Indonesia (Sesko TNI). Pada tahun 1996, Letkol Art. Muslihan Sulchan memperoleh kenaikan pangkat menjadi kolonel bersamaan dengan jabatan barunya sebagai Asisten Personel Kepala Staf Komando Daerah Militer V/Brawijaya (Aspers Kasdam V/Brawijaya) di Kota Surabaya. Satu tahun kemudian, keahliannya di bidang personel membuat Kolonel Art. Muslihan Sulchan menerima penugasan sebagai Perwira Pembantu Utama V/Pembinaan Personel Pegawai Negeri Sipil (Paban V/Binperssip) Staf Personel TNI Angkatan Darat (Spersad) di Markas Besar TNI Angkatan Darat (Mabesad) yang terletak di Kota Jakarta Pusat. Karirnya mulai menanjak ketika Kolonel Art. Muslihan Sulchan pada tahun 1998 dipindahtugaskan sebagai Komandan Komando Resor Militer (Danrem) di Komando Resor Militer 022/Pantai Timur (Korem 022/Pantai Timur) yang terletak di Kota Pematangsiantar.[17][18][19] Hampir dua tahun ia bertugas di sana lalu berkesempatan mengikuti pendidikan di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) dengan kursus reguler angkatan (KRA) 33[14]. Kertas karya ilmiah perseorangan (taskap) yang ia susun berjudul Membudayakan peran TNI dalam penanggulangan bencana alam di dukung oleh aturan perundang-undangan[14]. Usai menyelesaikan pendidikan di Lemhannas, berbekal pengalamannya bidang personel, ia dipindahtugaskan menjadi Perwira Pembantu Utama II/Pembinaan Pendidikan (Paban II/Bindik) Spersad di Mabesad di Kota Jakarta Pusat mulai tahun 2001. Perwira tinggiKarirnya cukup cemerlang di mana ia sering dipercaya untuk menempati beberapa posisi strategis. Jabatan perwira tinggi (pati) pertama kali diraihnya pada tahun 2002 di mana ia ditunjuk untuk menduduki posisi Wakil Komandan Pusat Teritorial Angkatan Darat (Wadanpusterad)[6] sekaligus promosi menjadi brigadir jenderal. Pada tahun 2003, Brigjen TNI Muslihan Sulchan dipercaya untuk menjadi Kepala Staf Komando Daerah Militer VII/Wirabuana (Kasdam VII/Wirabuana)[4][5][6][7]—yang saat ini berada pada teritorial Komando Daerah Militer XIV/Hasanuddin (Kodam XIV/Hasanuddin) dan Komando Daerah Militer XIII/Merdeka (Kodam XIII/Merdeka). Pada tahun 2005, sekaligus menutup masa dinasnya yang sudah mendekati usia pensiun, ia ditugaskan menjadi Komandan Pusat Kesenjataan Artileri (Danpussenart).[1][2][3][20] Selama bertugas di sini, ia dikenal sebagai pelopor pemisahan satuan artileri menjadi artileri medan dan artileri pertahanan udara.[8] Akhir kepemimpinannya sebagai komandan artileri tertinggi di Indonesia menandai era dilikuidasinya satuan artileri dan dimulainya satuan artileri medan (armed) dan artileri pertahanan udara (arhanud) yang berjalan beriringan dengan masing-masing fokusnya.[8][9][10] Masa dinas Brigjen TNI Muslihan Sulchan berakhir pada akhir bulan Agustus 2006 karena sudah memasuki batas usia pensiun 56 tahun.[3] Riwayat kepangkatan dan jabatan
Riwayat pertempuran
Riwayat penugasan luar negeri
Karier sipilPenghargaanTanda jasa dan brevet
Gelar kehormatan
Meninggal duniaSejak tanggal 19 Juli 2021, Muslihan Sulchan menunjukkan gejala retensi cairan pada tubuh yang mengindikasikan terjadinya cedera ginjal akut. Hal tersebut diikuti dengan sesak napas yang kian memburuk pada tengah malam. Dini hari tanggal 20 Juli 2021, diputuskan untuk segera dibawa ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto dari kediaman pukul 02:59 WIB dan tiba pukul 03:12 WIB. Kondisinya ditetapkan oleh dokter sebagai sindrom gangguan pernapasan akut. Belum sempat dipasang ventilator, pada pukul 03:58 WIB, ia mengalami henti napas dan henti jantung sehingga tindakan resusitasi jantung paru dilakukan. Pada akhirnya, bertepatan dengan hari raya Iduladha 1442 H, Muslihan Sulchan dinyatakan meninggal dunia pada tanggal 20 Juli 2021 pukul 04:22 WIB di RSPAD Gatot Soebroto. Di hari yang sama, pemulasaran jenazah dilakukan di RSPAD Gatot Soebroto. Sehubungan dengan prosedur pada situasi pandemi Covid-19, telah dilakukan pengetesan pada jenazah dengan hasil negatif. Sebelum diberangkatkan, jenazah disalatkan di depan ruang Melati, rumah duka RSPAD Gatot Soebroto pada tanggal 20 Juli 2021 pukul 12:39 WIB. Selanjutnya jenazah dibawa ke lokasi pemakaman bersama rombongan keluarga dengan pengawalan dari Komando Garnisun Tetap I/Jakarta dan tiba di Taman Makam Bahagia TNI Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten pada pukul 13:15 WIB. Upacara pemakaman secara militer sebagai penghormatan terakhir berlangsung dari pukul 13:32 WIB sampai dengan 13:44 WIB yang dipimpin oleh Kepala Dinas Pembinaan Mental TNI Angkatan Darat (Kadisbintalad) Brigjen TNI Edison, S.E., M.M. sebagai inspektur upacara. Dalam upacara tersebut, jenazah dikebumikan ke dalam liang lahat (6°17′02″S 106°42′03″E / 6.2838283696402994°S 106.70073862647271°E) sebagai tempat peristirahatan terakhir pada pukul 13:37 WIB. Hanya berselang sekitar seminggu, istri tercintanya, Sutji Rahayu, turut menyusul kepergian Muslihan Sulchan. Berbeda dengan Muslihan Sulchan, istrinya didiagnosis menderita Covid-19 sejak 02 Juli 2021 yang kian mengalami perburukan sehingga sejak 10 Juli 2021 dirawat di RSPAD Gatot Soebroto. Dalam keadaan terpasang ventilator sejak 21 Juli 2021, Sutji Rahayu meninggal dunia di RSPAD Gatot Soebroto pada tanggal 28 Juli 2021 pukul 21:10 WIB, kemudian dikebumikan di TPU Samaan Malang, Kota Malang, Provinsi Jawa Timur (7°57′36″S 112°37′49″E / 7.9599325849227585°S 112.6302646148172°E) pada tanggal 29 Juli 2021 pukul 14:53 WIB. Referensi
|