Badan Intelijen Negara Republik Indonesia

Badan Intelijen Negara
Lambang Badan Intelijen Negara
Bendera Badan Intelijen Negara
Informasi lembaga
Dibentuk7 Mei 1940; 84 tahun lalu (1940-05-07) - 7 Mei 1946; 78 tahun lalu (1946-05-07)
Nomenklatur lembaga sebelumnya
  • Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN)
Wilayah hukumIndonesia
Kantor pusatJl. Seno Raya, Pejaten Timur, Pasar Minggu. Jakarta Selatan, Jakarta, Indonesia
PegawaiDirahasiakan
Pejabat eksekutif
Dasar hukum
  • Undang-Undang Dasar 1945
    Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011
Situs webwww.bin.go.id

Badan Intelijen Negara, disingkat BIN, adalah lembaga pemerintah nonkementerian Indonesia yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang intelijen. Kepala BIN saat ini dijabat oleh Letnan Jenderal TNI (Purn.) Muhammad Herindra.

Sejarah

1940-1943-1965

Cikal-bakal berdirinya intelijen negara dapat ditelusuri pada masa pendudukan Jepang, tahun 1940-1943, di mana saat itu Jepang mendirikan intelijen versi lokal yang terkenal dengan sebutan Sekolah Intelijen Militer Nakano. Mantan tentara Pembela Tanah Air (Peta), Zulkifli Lubis, merupakan lulusan sekolah tersebut, sekaligus Komandan Intelijen pertama kaum republikan.

Pasca kemerdekaan, Agustus 1945, Pemerintah Indonesia mendirikan badan intelijen republik yang pertama, yang dinamakan Badan Istimewa (BI). Kolonel Zulkifli Lubis kembali memimpin lembaga itu bersama sekitar 40 mantan tentara Peta yang menjadi penyelidik militer khusus. Setelah memasuki masa pelatihan khusus intelijen di daerah Ambarawa, awal Mei 1946 sekitar 30 pemuda lulusannya menjadi anggota Badan Rahasia Negara Indonesia (BRANI).menjadi payung gerakan intelijen dengan beberapa unit ad hoc, bahkan operasional luar negeri.

Pada bulan Juli 1946, Menteri Pertahanan (Menhan) Amir Sjarifuddin membentuk "Badan Pertahanan B" yang dikepalai seorang mantan Komisioner Polisi. Alhasil, pada tanggal 30 April 1947, seluruh badan intelijen digabung di bawah Menhan, termasuk BRANI yang menjadi Bagian V dari Badan Pertahanan B.

Pada tahun 1949, Menteri Pertahanan Sri Sultan HB IX tidak puas dengan kinerja dan performa intelijen saat itu yang berjalan sendiri-sendiri dan tidak terkoordinasi dengan baik, maka Sri Sultan HB IX membentuk Dinas Chusus (DC), yang diharapkan mampu menghadapi tantangan ancaman negara dan bangsa kedepan, serta mampu menjaga NKRI. Program rekrutmen DC merupakan program intelijen dari kader-kader Sipil Non Militer pertama di Indonesia yang dilatih oleh Centra Intelligence Agency Amerika Serikat (CIA). Para calon-calon intelijen dikirim ke Pulau Saipan Filipina untuk mengikuti program pelatihan hingga beberapa angkatan yang kemudian pelatihannya diteruskan di Indonesia. Para alumni ditempatkan di berbagai operasi klandestin yang sangat tertutup dan mampu menembus jantung musuh seperti operasi (Trikora, Dwikora, G30S PKI, dll). DC dikenal dengan nama samaran Ksatria Graha yang merupakan kader-kader intelijen profesional terlatih, yang merupakan bagian penting yang tak dapat dilepaskan dari sejarah intelijen Indonesia.

Pada awal tahun 1952, Kepala Staf Angkatan Perang, T.B. Simatupang, menurunkan lembaga intelijen menjadi Badan Informasi Staf Angkatan Perang (BISAP). Akibat persaingan di tubuh militer, sepanjang tahun 1952-1958, seluruh angkatan dan kepolisian memiliki badan intelijen sendiri-sendiri tanpa koordinasi nasional. Maka pada 5 Desember 1958, Presiden Soekarno membentuk Badan Koordinasi Intelijen (BKI) dengan Kolonel Laut Pirngadi sebagai kepala.

Selanjutnya, 10 November 1959, BKI diubah kembali menjadi Badan Pusat Intelijen (BPI) yang bermarkas di Jalan Madiun, yang dikepalai oleh Dr. Soebandrio. Di era tahun 1960-an hingga akhir masa Orde Lama, pengaruh Soebandrio pada BPI sangat kuat diikuti perang ideologi komunis dan non-komunis di tubuh militer, termasuk intelijen.

1965-sekarang

Setelah gonjang-ganjing tahun 1965, Soeharto mengepalai Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib). Berikutnya, di seluruh daerah (Komando Daerah Militer/Kodam) dibentuk Satuan Tugas Intelijen (STI). Kemudian pada 22 Agustus 1966, Soekarno mendirikan Komando Intelijen Negara (KIN) dengan Jendral TNI Soeharto sebagai kepala, bersama dengan Menteri/Panglima Angkatan Darat, Menteri Utama Bidang Pertahanan dan Keamanan dan Ketua Presidium Kabinet Ampera.[1]

Sebagai lembaga intelijen strategis, maka BPI dilebur ke dalam KIN yang juga memiliki Operasi Khusus (Opsus) di bawah Letkol. Ali Moertopo dengan asisten Leonardus Benyamin (Benny) Moerdani dan Aloysius Sugiyanto. Kurang dari setahun, 22 Mei 1967 Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) untuk mendesain KIN menjadi Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN). Mayjen TNI Soedirgo ditunjuk sebagai Kepala BAKIN pertama.

Pada masa Mayjen TNI Sutopo Juwono, BAKIN memiliki Deputi II di bawah Kolonel Nicklany Soedardjo, perwira Polisi Militer (POM) lulusan Fort Gordon, AS. Pada awal 1965, Nicklany menciptakan unit intel PM, yaitu Detasemen Pelaksana Intelijen (Den Pintel) POM. Secara resmi, Den Pintel POM menjadi Satuan Khusus Intelijen (Satsus Intel), lalu pada tahun 1976 menjadi Satuan Pelaksana (Satlak) BAKIN dan pada era 1980-an kelak menjadi Unit Pelaksana (UP) 01.

Mulai tahun 1970 terjadi reorganisasi BAKIN dengan tambahan Deputi III pos Opsus di bawah Brigjen TNI Ali Moertopo. Sebagai orang dalam Soeharto. Opsus dipandang paling prestisius di BAKIN, mulai dari urusan domestik Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) Irian Barat dan kelahiran mesin politik Golongan Karya (Golkar) sampai masalah Indocina. Pada tahun 1983, sebagai Wakil Kepala BAKIN, L.B. Moerdani memperluas kegiatan intelijen menjadi Badan Intelijen Strategis (BAIS). Selanjutnya BAKIN tinggal menjadi sebuah direktorat kontra-subversi dari Orde Baru.

Setelah mencopot L.B. Moerdani sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan (Menhankam), tahun 1993 Soeharto mengurangi mandat Bais dan mengganti nama menjadi Badan Intelijen ABRI (BIA). Tahun 2000, Presiden Abdurrahman Wahid mengubah BAKIN menjadi Badan Intelijen Negara (BIN) sampai sekarang.

Perubahan Nomenklatur[2]

  1. BRANI (Badan Rahasia Negara Indonesia).
  2. BKI (Badan Koordinasi Intelijen).
  3. BPI (Badan Pusat Intelijen).
  4. KIN (Komando Intelijen Negara).
  5. BAKIN (Badan Koordinasi Intelijen Negara).
  6. BIN (Badan Intelijen Negara).

Daftar Kepala

Sejak nomenklatur lembaga Intelijen negara diubah menjadi Badan Intelijen Negara (BIN), lembaga ini dipimpin oleh:[3]

Susunan Organisasi

Struktur Badan Intelijen Negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut:[4]

  • Kepala
  • Wakil Kepala
  • Sekretariat Utama
  • Deputi Bidang Intelijen Luar Negeri (Deputi I)
  • Deputi Bidang Intelijen Dalam Negeri (Deputi II)
  • Deputi Bidang Kontra Intelijen (Deputi III)
  • Deputi Bidang Intelijen Ekonomi (Deputi IV)
  • Deputi Bidang Intelijen Teknologi (Deputi V)
  • Deputi Bidang Intelijen Siber (Deputi VI)
  • Deputi Bidang Komunikasi dan Informasi (Deputi VII)
  • Deputi Bidang Intelijen Pengamanan Aparatur (Deputi VIII)
  • Deputi Bidang Analisis dan Produksi Intelijen (Deputi IX)
  • Inspektorat Utama
  • Staf Ahli
    • Staf Ahli Bidang Ideologi dan Politik
    • Staf Ahli Bidang Sosial Budaya
    • Staf Ahli Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia
    • Staf Ahli Bidang Pertahanan dan Keamanan
    • Staf Ahli Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
  • Pusat BIN
    • Pusat Pembinaan Profesi Intelijen
    • Pusat Penelitian dan Pengembangan
    • Pusat Pendidikan dan Pelatihan
    • Pusat Intelijen Medik
    • Pusat Psikologi
  • Badan Intelijen Negara Daerah (Binda)
  • Koordinator Wilayah Kabupaten/Kota (Korwil)
  • Perwakilan Badan Intelijen Negara di Luar Negeri (Perbinlu)
  • Unit Pelaksana Teknis

Galeri

Lihat pula

Referensi

  1. ^ "KEPPRES No. 181 Tahun 1966 tentang Komando Intelijen Negara [JDIH BPK RI]". peraturan.bpk.go.id. Diakses tanggal 2023-05-17. 
  2. ^ Sejarah BIN
  3. ^ Daftar Kepala BIN Diarsipkan 2017-09-28 di Wayback Machine. - Situs Resmi BIN.go.id. Diakses 27 September 2017.
  4. ^ "PERPRES No. 79 Tahun 2020". Database Peraturan | JDIH BPK. Diakses tanggal 2024-07-26.