Museum Purna Bhakti Pertiwi

Museum Purna Bhakti Pertiwi
Pintu masuk Museum Purna Bhakti Pertiwi
Peta
Didirikan1993
LokasiTaman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Indonesia
JenisMuseum memorabilia

Museum Purna Bhakti Pertiwi (MPBP) didirikan oleh Yayasan Purna Bhakti Pertiwi atas prakarsa Tien Soeharto. Museum yang berada di Jalan Taman Mini I Jakarta ini, berisi koleksi benda-benda dan cendera mata berharga yang berhubungan dengan perjalanan pengabdian Presiden Republik Indonesia Ke-2 Soeharto.

Sejarah

Museum Purna Bhakti Pertiwi diresmikan pada 23 Agustus 1993.[1] Peresmiannya dilakukan oleh Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Presiden Indonesia yang ke-2. Peresmian museum ini bertepatan dengan hari ulang tahun ke-70 Tien Soeharto yang merupakan pendiri dan pemrakarsa museum ini.[2] Luas bangunan museum ini adalah 25.095 meter persegi.[3] Sedangkan lahan yang ditempati oleh Museum Purna Bhakti Pertiwi seluas 19,73 hektar.[4] Museum Purna Bhakti Pertiwi merupakan wahana pelestarian benda-benda bersejarah tentang perjuangan dan pengabdian Soeharto dan Tien Soeharto kepada bangsa Indonesia, sejak masa perang kemerdekaan hingga masa pembangunan.[butuh rujukan]

Sebagai objek wisata edukasi yang bermatra sejarah, museum ini juga menyimpan benda-benda seni bermutu tinggi yang diperoleh Bapak Soeharto dan Ibu Tien Soeharto dari berbagai kalangan, baik rekan maupun sahabat sebagai cendera mata. MPBP memiliki koleksi kurang lebih 13.000-an, yang berhubungan dengan peran sejarah pengabdian Bapak Presiden Soeharto. Sebelumnya, sebagian besar koleksi ini dirawat dan disimpan Ibu Tien Soeharto sebagai pendamping setia Pak Harto. Kemudian, Ibu Tien menyadari bahwa pengalaman hidup Pak Harto bukanlah hanya milik keluarga. Pak Harto adalah milik bangsa Indonesia. Oleh karena itu, koleksi barang-barang pribadi dan cenderamata yang dimilikinya harus bisa dinikmati oleh khalayak ramai.

Selain Museum Purna Bhakti Pertiwi, Yayasan Purna Bhakti Pertiwi juga membangun gedung serbaguna dan wisma atlet yang diberi nama Graha Garida Tiara di Cileungsi, Bogor melalui PT. Daham Ilnuris Jonggol yang dimiliki Sigit Harjojudanto dengan Siti Hardijanti Rukmana, Graha Garuda Tiara selesai pada tahun 1997. Selain itu, melalui PT. Daham Ilnuris Jonggol juga berniat membangun beberapa proyek, antara lain Taman Pustaka Literasi Indonesia atau TAMPUSINDO di Jonggol, serta Pusat Penangkaran dan Pelestarian Burung Onta di Situsari, Jonggol. Proyek-proyek tersebut beriringan dengan wacana pemindahan Ibukota Indonesia ke wilayah Jonggol, Jawa Barat.[5]

Arsitektur

Arsitektur bangunan Museum Puna Bhakti Pertiwi dibuat mirip nasi tumpeng atau gunungan sebagai kelengkapan inti upacara tradisional yang melambangkan rasa syukur, keselamatan, dan keabadian. Museum dikelompokkan ke dalam dua kategori, yakni bangunan utama dan bangunan penunjang. Bangunan utama berfungsi sebagai ruang pamer benda-benda koleksi seluas 18.605 meter persegi yang terdiri dari enam lantai dengan tinggi 45 meter sampai puncak ornamen lidah api berwarna keemasan di atas kerucut terbesar, dikelilingi sembilan kerucut kecil. Ruang utama diapit empat tumpengan warna kuning. Ruang terdepan adalah Ruang Perjuangan, terdiri dari Ruang Khusus, Ruang Asthabrata, dan Ruang Perpustakaan. Ruang Perjuangan berbentuk kerucut seluas 1.215 meter persegi terletak di bagian barat kelompok Ruangan Utama. Ruang Khusus seluas 567 meter persegi terletak di bagian utara. Ruang Asthabrata seluas 1.215 terletak di bagian timur. Ruang Perpustakaan seluas 567 meter persegi di bagian selatan.

Koleksi

Ukiran Kayu Jawa Tengah utuh setinggi 9,8 meter yang menggambarkan kisah Rama Tambak

Saat memasuki bangunan pengunjung disambut dua Patung Panyembrama, patung selamat datang karya seniman Dewa Made Windia. Patung sumbangan Ny Siti Hardiyanti Rukmana ini terbuat dari lempengan uang kepeng dengan tinggi 240 cm. Panyembrama adalah tarian Bali yang biasa diperagakan untuk penyambutan tamu-tamu terhormat. Di Ruang Utama tersimpan berbagai ragam cenderamata persembahan Tamu Negara Republik Indonesia, kenalan atau sahabat Presiden Soeharto. Namun juga ada cendera mata persembahan tamu-tamu atau pejabat dalam negeri. Semua cendera mata tersimpan dalam kotak kaca. Di antaranya ada cendera mata pemberian PM Kamboja Hun Sen dan PM Malaysia Mahathir Mohamad, masing-masing berupa tempat sirih terbuat dari perak. Pemberian PM Belanda Lubbers berupa patung burung dara terbuat dari perak, Presiden Meksiko Carlos Salinas de Gortari berupa kerajinan perak berbentuk labu, dan Presiden Kazakstan Nursultan Nazarbayev berupa seperangkat piring perak.

Cendera mata pemberian pejabat atau rekan kerja Presiden Soeharto maupun Ny Tien Soeharto di antaranya adalah kerajinan batu hias berupa mangkuk persembahan istri Bupati Tulungagung. Pada cendera mata itu tertulis: "Dipersembahkan kepada Ibu Tien Soeharto dari Ny Hardjanti Poernanto". Pengusaha Sudwikatmono mempersembahkan ukiran kayu Johar (Cassia siamea) berupa pasangan suami-istri yang "dikerubuti" 11 anak mereka. Pada keterangan patung yang diberi nama Menbrayut karya I Ketut Modern itu tertulis: "Zaman dahulu orang percaya banyak anak banyak rezeki. Saat ini kita percaya, banyak anak banyak masalah". Masih di Ruang Utama yang berbentuk lingkaran dan luas itu terdapat replika Peraduan Putri Cina. Replika ini terbuat dari batu giok-jadeite berwarna hijau berasal dari Provinsi Yunan, Cina. Konon replika dengan ukuran panjang 2,77 meter, lebar 2,14 meter, dan panjang 3,04 meter itu meniru peraduan putri Cina pada masa Dinasti Sung (960-1279) dan Dinasti Ming (1384-1644).

Di Ruang Khusus, tersimpan tanda-tanda kehormatan yang pernah diberikan kepada Presiden Soeharto. Untuk menyebut beberapa, misalnya Bintang RI Adipura I yang diberikan pemerintah RI (1968), Bintang Mahaputra Adipurna (1968), dan Bintang Gerilya (1965). Ada pula tanda kehormatan dari beberapa negara sahabat, dari Uni Emirat Arab, Brunei Darussalam, Singapura, Jepang, dan lain-lain. Di Ruang Khusus ini tersimpan koleksi pedang kehormatan yang dipersembahkan oleh Pemimpin PLO Yasser Arafat dan pedang kristal dari Presiden Kroasia Franjo Tudman. Pengunjung yang ingin masuk dikenakan biaya sebesar Rp 2.000 (dewasa) dan Rp 1.000 (anak-anak), pengunjung dapat menikmati koleksi museum ini pada hari Senin - Sabtu dari pukul 09.00 WIB hingga 16.00 WIB, sedangkan pada hari Minggu dibuka pada pukul 09.00 WIB hingga 18.00 WIB. Setiap pengunjung diantar pulang-pergi oleh empat kendaraan "jeepney" tanpa dipungut biaya lagi.

Referensi

  1. ^ Muslimin, M., Ashadi, dan Sari, Y. (Januari 2021). Penerapan Konsep Analogi Pada Rancangan Arsitektur Bangunan Museum (PDF). Jakarta Pusat: Arsitektur UMJ Press. hlm. 10. ISBN 978-602-5428-45-6. 
  2. ^ Rusmiyati, dkk. (2018). Katalog Museum Indonesia Jilid I (PDF). Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman. hlm. 46. ISBN 978-979-8250-66-8. 
  3. ^ Dimyati, Edi (2010). 47 Museum Jakarta: Panduan Sang Petualang. Gramedia Pustaka Utama. hlm. 38. ISBN 978-979-22-5501-0. 
  4. ^ Mufidah, I., Anindyatri, A. O., dan Amalia, Y. S. (2023). Junaedi, Ari, ed. Profil Budaya dan Bahasa Kota Administrasi Jakarta Timur Provinsi DKI Jakarta (PDF). Pusat Data dan Teknologi Informasi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. hlm. 75. ISBN 978-623-194-706-2. 
  5. ^ [1] megapolitan.kompas.com

Pranala luar