Liberalisme sosial
Liberalisme sosial atau liberalisme kiri adalah sebuah ideologi politik yang lahir dari perkembangan ideologi liberalisme menjadi neoliberalisme pada Abad 20. Berbeda dengan varian liberalisme sebelumnya, liberalisme sosial lebih menekankan pada aspek kebebasan indvidu terkait dengan haknya dalam mendapatkan keadilan sosial dan kesejahteraan sosial secara kolektif. Jadi liberalisme sosial lebih menekankan pada aspek kebebasan hak secara kolektif atau kolektivisme daripada individualisme.[1][2] Latar BelakangLiberalisme pada awal kelahirannya adalah sebuah ideologi yang membawa gagasan tentang "kebebasan individu", pada tahap ini liberalisme menekankan individu lebih penting daripada negara, ini adalah apa yang kemudian disebut sebagai Liberalisme Klasik atau Liberalisme Lama. Saat memasuki Abad 20, pasca-Revolusi Industri di Inggris, terjadi kemerosotan ekonomi yang luar biasa, kemiskinan dan pengangguran merajalela, lalu muncul keputusasaan terhadap Kapitalisme laissez-faire, yang uniknya berasal dari kalangan konservatif, tetapi konservativisme yang mereka anut, bercampur dengan nilai-nilai sosialisme, dan kemudian lahir pengembangan atas ide liberalisme ini, atau adanya pembaharuan yang kemudian lahir varian daripada liberalisme, yaitu neoliberalisme. Neoliberalisme sendiri pertama kali lahir pada 1906, tokohnya yaitu L.T. Hobhouse, seorang intelektual lulusan Universitas London, Inggris.[3] Hobhouse kemudian menulis sebuah buku yang berjudul, Liberalism, yang isisnya adalah konsep-konsep mengenai neoliberalisme. Konsep neoliberalisme Hobhouse adalah bentuk antitesis dari konsep liebralisme yang dibawa oleh John Stuart Mill–yang melihat negara sebagai instrumen yang menghambat kebebasan individu–Hobhouse justru meletakan rumusan tentang posisi negara atau lebih tepatnya "negara sipil" dimana negara ini dalam perjuangan "kebebasan" yang tujuannya adalah pada aspek "persamaan" diatara individu-individu. Menurut Hobhouse, untuk mencapai tujuan itu, negara harus berfungsi sebagai penjamin usaha warga negara untuk mencapai kesejahteraannya, yang kemudian kesejahteraan itu bukan surplus kapital yang disimpan sendiri, melainkan diatur oleh negara dengan menggunakan pajak. Melalui pajak itulah kemudian kesejahteraan sosial bisa tercapai. Pada tahap "keadilan sosial" itulah, fondasi awal terbentuknya liberalisme sosial[1][3] KonsepLiberalisme sosial pada dasarnya memiliki dua konsep utama, yaitu konsep politik dan juga konsep ekonomi.
TokohBerikut ini adalah para tokoh pendukung ideologi liberalisme sosial, antara lain:
dan masih banyak lagi, umumnya mereka dari Amerika Serikat dan negara-negara Eropa Barat, seperti Jerman, Britania Raya, dan Prancis.
Krisis Ekonomi 1920Pada 1920–tepat sembilan belas tahun sebelum Perang Dunia II terjadi–dunia mulai mengenal apa yang disebut sebagai perdagangan bebas, tetapi kemudian di Amerika Serikat terjadi krisis ekonomi besar pada 1929 atau yang dikenal sebagai Runtuhnya Wall Street 1929, yaitu peristiwa jatuhnya bursa saham di Amerika Serikat yang menimbulkan krisis ekonomi besar-besaran, bukan hanya berdampak di Amerika Serikat, tetapi juga seluruh dunia mengalami apa yang disebut sebagai Depresi Besar atau Malaise[4] - yang kemudian di Jerman, Jepang, dan Italia digunakan oleh pemimpin fasis untuk meraih kekuasaan dengan mengeksploitasi keputusasaan masyarakat dan menyerang konspirasi kapitalisme dan komunisme. Namun uniknya, Depresi Besar justru berakhir karena terjadinya Perang Dunia II, karena sebagian besar orang di seluruh dunia kembali mendapatkan pekerjaan, meskipun pekerjaan perang, seperti menjadi tentara, wartawan perang, paramedis, dan sebagainya.[5][6] Di Amerika Serikat sendiri pun sebagai negara kapitalis terbesar di dunia, muncul kekecawaan terhadap sistem kapitalisme itu sendiri karena Depresi Besar. Ekspresi atas kekecewaan terhadap kapitalisme itu ditulis oleh John Dewey dalam bukunya yang berjudul Individualism Old and New (1930) dan Liberalism and Social Action (1935). John Dewey sendiri sebenarnya lebih dikenal sebagai seorang intelektual, daripada seroang politisi, tetapi ide-idenya menjadikan dirinya bisa menjadi seroang intelektual, seorang politisi, dan juga sekaligus seorang filsuf.[7] Dalam tulisannya itu, John Dewey mengungkapkan bahwa kapitalisme laissez-faire, adalah sebuah sistem yang anti-sosial, egois, dan juga destruktif. Untuk menggantikan sistem kapitalisme laissez-faire itu kemudian Dewey menawarkan sebuah konsep yang diberinama "individualisme baru", konsep ini berbeda dengan individualisme lama yang hanya menekankan pada aspek individu. Individualisme baru milik Dewey kemudian menjadi salah satu sandaran bagi konsep sosial-liberalisme di Amerika Serikat, karena ia menekankan pada aspek yang progresif, kooperatif, dan tentu saja kolektivisme, dimana semua orang memiliki kesempatan untuk tumbuh bersama dengan jaminan yang sama dari negara, dan kesempatan yang sama untuk mencapai kesejahteraan dan mengembangkan diri mereka sebagai bagian dari anggota masyarakat. Oleh karena itu, John Dewey menekankan perlunya negara untuk ikut campur dalam ekonomi, terutama dalam hal pembatasan kapitalisme korporasi secara tegas dan keras.[8] Rujukan
|