Artikel ini memberikan informasi dasar tentang topik kesehatan. Informasi dalam artikel ini hanya boleh digunakan untuk penjelasan ilmiah; bukan untuk diagnosis diri dan tidak dapat menggantikan diagnosis medis. Wikipedia tidak memberikan konsultasi medis. Jika Anda perlu bantuan atau hendak berobat, berkonsultasilah dengan tenaga kesehatan profesional.
Leukosis sapi enzootik disebabkan oleh infeksi salah satu spesies Retrovirus, yakni Bovine leukemia virus (BLV). Pada sapi, limfosarkoma dapat terjadi akibat infeksi BLV atau secara sporadis yang tidak diasosiasikan dengan BLV. Leukosis sapi sporadik (SLV) memiliki tiga bentuk penyakit, yaitu limfosarkoma pada anak sapi (biasanya berusia di bawah enam bulan), pada kutaneus, dan pada timus.[4] Sementara itu, meskipun leukosis sapi enzootik dapat terjadi pada semua tingkatan umur, biasanya limfosarkoma ditemukan pada sapi yang berusia di atas tiga tahun.[5][6]
Epidemiologi
Hewan rentan
Semua sapi, baik sapi eropa maupun sapi india, rentan terhadap infeksi BLV.[7] Kerbau dan kapibara juga dapat terinfeksi secara alami. Infeksi secara eksperimental menunjukkan bahwa domba sangat rentan terhadap BLV, sementara kambing, domba, babi, rusa, antelop, anjing, kucing, kelinci, tikus, tikus belanda, simpanse, dan monyet rhesus menunjukkan respons antibodi yang persisten.[8]
Penyebaran penyakit
Leukosis sapi enzootik tersebar di seluruh dunia dengan tingkat kejadian yang bervariasi. Pada tahun 2020, EBL telah diberantas di lebih dari 20 negara, sementara Amerika Serikat, Kanada, Brasil, Argentina, Jepang, dan Tiongkok memiliki prevalensi yang cukup tinggi.[9] Prevalensi EBL cenderung meningkat pada peternakan sapi perah dan berbanding lurus dengan semakin banyaknya populasi mereka; hal sebaliknya terjadi pada sapi potong. Secara umum, prevalensi infeksi virus meningkat seiring dengan bertambahnya usia sapi.[5]
Indonesia
Leukosis sapi enzootik mulai mendapatkan perhatian di Indonesia pada 1986, saat negara ini akan mengimpor sapi perah dari Amerika Serikat. Pemerintah mengeluarkan peraturan untuk mengendalikan penyakit ini pada tahun 1988. Hasil pemeriksaan imunodifusi gel agar (AGID) antara dari 1987 hingga 1989 menunjukkan spesimen dari Cilacap, Salatiga, dan Surabaya memiliki angka seropositif yang relatif tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya,[6] sementara studi pada tahun 1990 menunjukkan hasil seropositif untuk spesimen dari Lampung, Jawa Barat, dan Jawa Timur.[10] Penelitian pada 2015 menunjukkan hasil positif PCR dan AGID pada spesimen darah sapi yang berasal dari Lembang dan Palembang.[11] Pada 2021, spesimen darah sapi bali di Konawe Selatan menunjukkan hasil seropositif dengan ELISA antibodi yang berkorelasi dengan temuan tanda klinis berupa limfosarkoma.[12]
Penularan
Sel mononuklir darah tepi yang terinfeksi dan sel tumor merupakan sumber penularan virus sehingga transfer darah atau produk darah merupakan cara penularan penyakit ini. Sebagian besar penularan berlangsung secara horizontal. Kontak erat antara sapi terinfeksi dan sapi rentan diduga merupakan faktor risiko penularan. Lalat penggigit seperti Tabanidae dapat berperan sebagai vektor. Transmisi virus secara alami berlangsung saat sapi melahirkan, sedangkan transmisi nonalami terjadi ketika darah yang mengandung virus menempel pada jarum, peralatan bedah, dan sarung tangan yang digunakan saat inseminasi buatan. Selain itu, keberadaan virus juga ditemukan di cairan tubuh lainnya, seperti leleran hidung dan mulut, air liur, dan air susu. Namun, mereka tidak cukup terbukti berperan dalam menularkan penyakit dan dianggap noninfeksius.[5][8]
Patogenesis
Bagian ini memerlukan pengembangan. Anda dapat membantu dengan mengembangkannya.
Tanda klinis
Bagian ini memerlukan pengembangan. Anda dapat membantu dengan mengembangkannya.
Diagnosis
Bagian ini memerlukan pengembangan. Anda dapat membantu dengan mengembangkannya.
Pencegahan, pengendalian, dan pengobatan
Bagian ini memerlukan pengembangan. Anda dapat membantu dengan mengembangkannya.
Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (2018), Chapter 3.4.9. Enzootic Bovine Leukosis(PDF), Manual of Diagnostic Tests and Vaccines for Terrestrial Animals, World Organisation for Animal Health (OIE)
Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (2021), Chapter 11.6. Enzootic Bovine Leukosis(PDF), Terrestrial Animal Health Code, World Organisation for Animal Health (OIE)