Ensefalitis Jepang adalah infeksi otak yang disebabkan oleh virus ensefalitis Jepang.[3] Virus ini memiliki periode inkubasi selama 2 hingga 26 hari.[4] Hanya 1 dari 250 infeksi virus ini yang berkembang menjadi ensefalitis.[5] Walaupun infeksi biasanya tidak menyebabkan gejala atau hanya sedikit gejala, kadang-kadang terjadi radang pada otak.[3] Jika hal ini terjadi, maka gejalanya dapat meliputi sakit kepala, muntah, demam, dan kejang. Gejala-gejala ini dapat muncul 5 hingga 15 hari setelah infeksi.[1]
Virus ensefalitis Jepang disebarkan oleh nyamuk, khususnya yang berjenis Culex.[2]Beberapa spesies nyamuk lokal yang membantu penyebaran penyakit ini adalah Culex vishnui di India, Culex gelidus di Indonesia, Sri Lanka, Thailand, dan Vietnam, dan Culex fuscocephala di Malaysia, Sri Lanka, Thailand, dan Taiwan.[6] Babi dan burung liar menjadi sarang virus ini. Penyakit ini biasanya terjadi di luar kota. Diagnosis dilakukan melalui uji darah atau cairan serebrospinal.[2]
Penyakit ini dapat dicegah melalui vaksin ensefalitis Jepang atau dengan menghindari gigitan nyamuk.[2] Jika sudah terinfeksi, tidak ada penanganan khusus dan hanya dilakukan perawatan suportif di rumah sakit.[1] Masalah permanen dapat muncul pada setengah pasien yang berhasil pulih.[2]
Penyakit ini menjangkiti kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Sekitar 3 miliar orang tinggal di daerah penyebaran penyakit ini. Terdapat sekitar 68.000 setiap tahunnya, dengan jumlah korban yang berkisar pada angka 17.000. Penyakit ini sendiri pertama kali dideskripsikan pada tahun 1871.[2]
Catatan kaki