Artikel ini memberikan informasi dasar tentang topik kesehatan. Informasi dalam artikel ini hanya boleh digunakan untuk penjelasan ilmiah; bukan untuk diagnosis diri dan tidak dapat menggantikan diagnosis medis. Wikipedia tidak memberikan konsultasi medis. Jika Anda perlu bantuan atau hendak berobat, berkonsultasilah dengan tenaga kesehatan profesional.
Penyakit ini ditemukan pada awal 1900-an oleh Heinrich A. Johne, seorang ahli bakteriologi dan dokter hewanJerman.[2] Bakteri penyebab penyakit dinamakan Mycobacterium paratuberculosis pada tahun 1923.[2] Perkembangan ilmu pengetahuan akhirnya memberi nama bakteri ini Mycobacterium avium subspesies paratuberculosis, yang biasanya disingkat MAP.
Bakteri ini berbeda dengan Mycobacterium tuberculosis, penyebab utama tuberkulosis pada manusia, dan Mycobacterium bovis, penyebab utama tuberkulosis pada sapi dan terkadang juga pada manusia. Secara genetis, MAP berkerabat dekat dengan Mycobacterium avium, tetapi memiliki perbedaan karakter fenotipe seperti pertumbuhan yang lebih lambat, perlu tambahan zat kimia pengangkut besi yaitu mikobaktin ketika ditumbuhkan in vitro, membentuk koloni kasar saat ditumbuhkan pada media agar padat, serta menginfeksi mamalia.
Manifestasi klinis
Pada sapi, tanda utama paratuberkulosis adalah diare dan hilangnya jaringan otot dan lemak (wasting). Sebagian besar kasus terlihat pada hewan berusia 2 hingga 6 tahun. Tanda-tanda awal bisa tak terdeteksi, dan mungkin terbatas pada penurunan berat badan dan produksi susu, atau pengerasan rambut. Diare biasanya kental, tanpa darah, lendir, atau puing-puing epitelium, dan mungkin terjadi secara berkala (intermiten). Beberapa pekan setelah diare, pembengkakan lunak dapat terjadi di bawah rahang yang dikenal sebagai "rahang botol" atau edema intermandibular. Tanda ini disebabkan oleh hilangnya protein dari aliran darah ke saluran pencernaan. Paratuberkulosis bersifat progresif; hewan yang terkena menjadi semakin kurus dan biasanya mati akibat dehidrasi dan kakeksia yang berat.
Tanda klinis jarang terlihat sampai dua tahun atau lebih setelah infeksi awal, yang biasanya terjadi tak lama setelah hewan lahir. Tahun pertama kehidupan merupakan periode yang paling rentan terhadap infeksi. Hewan yang baru lahir paling sering terinfeksi dengan menelan sejumlah kecil tinja yang terinfeksi dari lingkungan persalinan atau ambing induknya. Selain itu, hewan yang baru lahir dapat terinfeksi ketika berada di dalam rahim (infeksi vertikal) atau dengan menelan bakteri yang masuk dalam susu dan kolostrum. Hewan yang terpapar bakteri pada usia yang lebih tua, atau terpapar bakteri pada usia muda dalam dosis yang sangat kecil, kemungkinan tidak menunjukkan tanda klinis hingga mereka berumur lebih dari dua tahun.
Tanda klinis pada ruminansia pada umumnya serupa. Pada domba dan kambing, wol atau rambut sering rusak dan mudah rontok, tetapi jarang terjadi diare. Pada rusa, paratuberkulosis dapat berkembang dengan cepat dan tanda klinis sering kali muncul pada hewan berusia di bawah satu tahun. Gangguan usus juga telah dilaporkan pada kelinci dan primata selain manusia.
Risiko pada manusia
Pada manusia, MAP dapat menimbulkan gejala yang mirip dengan paratuberkulosis, walaupun diagnosis untuk menguji MAP sulit dilakukan. Kesamaan klinis terlihat antara penyakit Johne pada ruminansia dan penyakit radang usus pada manusia. Karena hal ini, beberapa peneliti berpendapat bahwa MAP adalah penyebab penyakit Crohn. Namun, studi epidemiologi menunjukkan hasil yang bervariasi; dalam studi tertentu, bakteri tersebut (atau respons imun terhadapnya) jauh lebih sering ditemukan pada pasien dengan penyakit Crohn dibandingkan dengan orang tanpa gejala.