Berdiri di wilayah oasis, budidaya bebesaran di Khotan memungkinkan diadakannya kegiatan pembuatan dan perdagangan sutra dan karpet selain dari batu giok nefrit dan gerabah. Walaupun menjadi kota yang penting di Jalur Sutra dan salah satu sumber utama batu giok untuk wilayah China zaman dahulu, Kota Khotan itu sendiri relaif kecil. Panjang keliling Kota Khotan di Yōtkan kira-kira 2,5 hingga 3,2 km. Banyak dari benda-benda bersejarah di Khotan juga telah hilang akibat penjarahan.]].[5]
Penduduk Khotan menggunakan bahasa Saka Khotan, sebuah bahasa dari rumpun bahasa Iran Timur, dan bahasa Prakerta Gandhari, sebuah bahasa yang masih dekat dengan Bahasa Sanskerta. Terdapat perbedaan anggapan mengenai etnis dan antropologi dari penduduk Khotan, apakah mereka orang Asia Selatan penutur bahasa Gandhari atau orang Saka, orang Indo-Eropa yang bermigrasi dari Stepa Erasia. Mulai dari abad ke-3 M, bahasa Gāndhārī yang dipakai di Khotan juga mulai terpengaruh bahasa Saka. Bahasa Saka Khotan diakui sebagai bahasa resmi pemerintahan pada abad ke-10 dan digunakan oleh raja-raja Khotan dalam catatan pemerintahan.
Wilayah Cekungan Tarim telah dihuni oleh beberapa kelompok masyarakat berbahasa Indo-Eropa seperti orang Tokharia dan orang Saka.[6][7] Batu giok dari Khotan telah diperdagangkan ke China jauh sebelum Kota Khotan didirikan. Benda dari batu giok dari Khotan ditemukan di makam Dinasti Shang (Yin) dan Zhou. Perdagangan batu giok diyakini dilakukan oleh orang Yuezhi.[8]
Posisi geografis dari oasis tempat berdirinya Khotan menjadi faktor utama perkembangannya. Gurun Taklamakan di sebelah utara merupakan salah satu gurun paling kering di dunia sementara di selatan terdapat Pegunungan Kunlun (Qurum). Di sebelah timur hanya ada sedikit oasis setelah Niya sehingga perjalanan darat ke timur akan lebih sulit dibandingkan dengan perjalanan dari barat.[5][9] Khotan juga memperoleh air dari Sungai Yurung-kàsh[10] dan Kara-kàsh.
Pada tahun 1006, pemimpin Kekhanan Kara-Khanid, Yusuf Kadir (Qadir) Khan dari Kashgar menguasai Khotan, mengakhiri keberadaan Khotan sebagai negara beragama Buddha merdeka.[12]
^ abMallory, J. P.; Mair, Victor H. (2000), The Tarim Mummies: Ancient China and the Mystery of the Earliest Peoples from the West, London: Thames & Hudson, hlm. 77–81
^Mukerjee, Radhakamal (1964), The flowering of Indian art: the growth and spread of a civilization, Asia Pub. House