Dandan Oilik (Hanzi sederhana: 丹丹乌里克; Hanzi tradisional: 丹丹烏里克; Pinyin: Dāndānwūlǐkè) atau Dandān-Uiliq ("rumah-rumah gading") adalah sebuah kota oasis dahulu yang kini telah ditinggalkan dan situs sejarah Buddha di Gurun Taklamakan di China. Dandan Oilik berada di timur laut Khotan, Xinjiang, antara Sungai Khotan dan Sungai Keriya. Bagian pusat dari situs Dandan Oilik mencakup area seluas 4,5 km2 sementara wilayah oasis keseluruhannya berukuran 22 km2. Situs ini dahulu hidup pada abad ke-6 didukung oleh lokasinya yang berada di Jalur Sutra[1] hingga ditinggalkan oleh penduduknya sebelum penyerbuan Tibet pada akhir abad ke-8.
Sebagian dari Dandan Oilik ditemukan kembali dan digali oleh beberapa penjelajah asing mulai tahun 1896. Usaha penggalian menghasilkan penemuan arkeologi seperti naskah, relief stuko, lukisan di papan kayu, dan mural. Sebuah survei rinci dilakukan tahun 2006 namun sebagian besar dari situs ini masih terkubur. Dandan Oilik untuk saat ini tidak terbuka bagi umum.[2][3]
Penemuan kembali
Setelah lebih dari seribu tahun ditinggalkan dan terkubur dari pasir yang tertiup angin, Dandan Oilik ditemukan kembali pada tahun 1896 oleh seorang penjelajah Swedia yaitu Sven Hedin. Meninggalkan barang bawannya di Khotan, Hedin memulai perjalanannya pada tanggal 14 Januari 1896 bersama empat orang lain, tiga unta, dua keledai, serta perbekalan untuk lima puluh hari. Pada hari kelima, regu Hedin meninggalkan Sungai Giok Putih, mengarah ke timur melewati bukit-bukit pasir. Melintas di antara davans atau celah di antara bukit pasir, 10 hari setelah berangkat dari Khotan, Hedin mengendarai untanya menuju "Kota Terkubur Taklamakan".[4][5]
Ia di sana menemukan sisa-sisa dari ruma-rumah kayu, sebuah "Kuil Buddha" dengan tembok yang terbuat dari anyaman rumput yang ditopang pada pancang dan tertutup dengan plaster serta lukisan. Lukisan-lukisan tersebut ditemukan menggambarkan seorang perempuan yang sedang berlutut, pria berkumis dengan pakaian Persia, hewan, dan perahu di tengah ombak. Ia juga menemukan serpihan-serpihan kertas dengan huruf yang tidak diketahui, model telapak kaki dari gipsum, dan beberapa gambar Buddha. Sebagian besar dari reruntuhan mencakup area berdiameter dua hingga dua setengah mil yang terkubur di bawah bukit-bukit pasir. Hedin menyadari dan menyebutkan bahwa proses ekskavasi yang ia lakukan menjadi "usaha percuma" karena pasir kembali menutupi setiap jengkal tanah yang digali sehingga seluruh bagian bukit harus digali. Ia juga menyebutkan bahwa unta dan keledai yang ia bawa masih dapat memakan rumput dari bangunan yang sudah tua tersebut "dengan lahapnya".[4] Walaupun Hedin tidak dapat membuka seluruh bagian dari kota, ia menemukan sisa-sisa kebun, deretan tanaman populus yang menunjukan jalan, serta sisa pohon aprikot dan plum. Ia lalu menyimpulkan bahwa "... dinding dari kota yang dikutuk Tuhan ini, Sodom kedua di tengah gurun, dahulu pernah disapu oleh aliran air yang kuat — Keriya-daria".[4]
Aurel Stein
Pada bulan Desember 1900, setelah mengetahui kabar dari Khotan dari seorang "'pemburu harta' yang dapat dipercaya", Aurel Stein menelusuri kembali jalan yang ditempuh Hedin bersama dua orang pemandu dan satu regu berisi 30 orang pekerja untuk memulai usaha ekskavasi.[6][7] Ia menemukan beberapa bangunan (diberi nama label D. I hingga D. XVII), termasuk beberapa di antaranya adalah rumah dan kuil agama Buddha. D. II memiliki sebuah pijakan berbentuk persegi panjang di bagian tengahnya dengan sebuah alas patung teratai di atasnya, dengan hanya bagian kaki dari patung ditemukan. Di bagunan yang lebih kecil yang menempel di sebelahnya, ia menemukan patung Buddha tanpa kepala yang ia angkut di atas keledai dan sekarang menjadi koleksi dari British Museum. Patung tanpa kepala lainnya, tertutup baju zirah rantai, dan memakai sepatu bot yang lebar seperti sepatu kulit chāruks dari Turkestan, yang sedang menginjak patung lain yang diyakini menggambarkan Kubera.[6] Ia juga menemukan beberapa naskah yang ditulis di atas kertas, kayu, dan tongkat yang berisi mulai dari urusan sehari-hari hingga keagamaan Buddha.[6][8]
Ekspedisi lainnya
Geografer Ellsworth Huntington pada tahun 1905 mengunjungi Dandan Oilik dan mengamati bahwa situs tersebut dulunya diairi oleh sebuah sungai yang kini tidak lagi melewati wilayah tersebut.[9][10] Sejak tahun 1928 dan kunjungan Emil Trinkler dan Walter Bosshard, situs ini tidak tersentuh selama hampir 70 tahun sebelum adanya pemeriksaan awal pada tahun 1996 oleh Lembaga Arkeologi Xinjiang.[9] Pada tahun 1998, Christoph Baumer memimpin sebuah penjelajahan ke Dandan Oilik dan menghasilkan temuan lebih lanjut.[9][11] Pada tahun 2002, ekspedisi gabungan dari Badan Benda Kebudayaan Xinjiang, Lembaga Penelitian Arkeologi Xinjiang, dan Lembaga Penelitian Niya dari Universitas Bukkyo, Jepang menemukan sebuah kuil Buddha baru dengan lukisan di temboknya. Kuil tersebut digali lebih lanjut dan 30 bagian dari lukisan diambil dan dibawa ke Ürümqi. Lukisan yang diambil menggambarkan Buddha duduk, tokoh-tokoh di tradisi Seribu Buddha, bodhisattva, penunggang kuda, dan sebuah tulisan dalam bahasa Saka.[9]
^ abcdZhang Yuzhong; Qu Tao; Liu Guorui (2008). "A Newly Discovered Buddhist Temple and Wall Paintings at Dandan-Uiliq in Xinjiang". Journal of Inner Asian Art and Archaeology. Brepolis. 3: 157–170. ISBN978-2-503-52804-5.
^Baumer, Christoph (2003). Southern Silk Road: in the Footsteps of Sir Aurel Stein and Sven Hedin. Bangkok: Orchid Press. hlm. 71–90.
Bacaan lebih lanjut
Xinjiang Institute of Cultural Relics and Archaeology, China; The Academic Research Organization for the Niya Ruins of Bukkyo University, Japan, ed. (2009). 丹丹乌里克遗址-中日共同考察研究报告 (dalam bahasa Chinese). Beijing: Cultural Relics Press. hlm. 335. ISBN978-7-5010-2864-1.Parameter |trans_title= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Menggunakan parameter penyunting (link) Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)