Jalur kereta api Kalisat–Panarukan adalah jalur kereta api nonaktif yang menghubungkan Stasiun Kalisat dan Stasiun Panarukan, Situbondo, termasuk dalam Wilayah Aset IX Jember dan dimiliki oleh Direktorat Jenderal Perkeretaapian sesuai UU No. 23 Tahun 2007.
Jalur yang panjangnya 70 km ini melayani kereta lokal angkutan penumpang Panarukan-Jember. Kereta ini terakhir melintas jalur ini pada awal tahun 2004. Namun jalur ini ditutup pada pertengahan 2004 karena sepinya kereta api yang lewat serta kalah bersaing dengan moda transportasi lain.
Pada Maret 2022, upaya penyelamatan aset perkeretaaapian dilakukan oleh Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Surabaya DJKA bersama Komunitas IRPS dan warga sekitar, yang didukung PT KAI Daop IX Jember. Penyelamatan ini berupa preservasi handle sinyal tipe krian di Stasiun Tamanan. Preservasi ini merupakan salah satu langkah awal untuk sosialisasi terhadap warga mengingat jalur ini masuk dalam prioritas jalur yang akan diaktifkan lagi sesuai Perpres 80 Tahun 2019.
Pada Agustus 2023, salah satu alat peraga sinyal tebeng tipe krian di Stasiun Prajekan diselamatkan pula oleh Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Surabaya DJKA bersama Komunitas IRPS untuk dijadikan monumen di Stasiun Krian. karena kondisinya yang semakin memprihatinkan.
Sejarah
Dalam verslag yang dibuat oleh Staatsspoorwegen, jalur ini diresmikan pada tanggal 1 Oktober 1897 sebagai bagian dari proyek jalur kereta api Jember-Panarukan. Stasiun-stasiun kereta api yang ada di jalur ini sepenuhnya tergolong klasik, karena mengusung arsitektur Neoklasik dan Indische Empire.[1] Dari Stasiun Situbondo, terdapat jalur cabang menuju Pabrik Gula Panji yang terlebih dahulu ditutup.
Menjelang nonaktif, jalur ini dahulu hanya dilayani oleh kereta api lokal Jember–Panarukan p.p. Sering ditarik lokomotif diesel hidraulis produksi Henschel (BB303 dan BB306), serta membawa tiga unit kereta penumpang ekonomi non-AC. Kereta penumpang ini dahulu difungsikan untuk mengumpan penumpang dari pelosok Situbondo menuju Stasiun Jember. Jalur ini dinonaktifkan penuh pada tahun 2004 oleh PT KA beserta stasiun dan seluruh layanannya karena prasarana yang tua dan kalah bersaing dengan mobil pribadi dan angkutan umum.[2]
Preservasi dan reaktivasi
Jalur kereta api ini memiliki peralatan persinyalan unik berupa sinyal tebeng bertipe "Krian". Pada tanggal 5 Desember 2014, sinyal-sinyal tebeng bertipe "Krian" beserta tuas-tuas handelnya yang ditempatkan di Stasiun Tamanan dipindah ke Museum Kereta Api Ambarawa. Penyelamatan benda bersejarah tersebut bertujuan untuk mengenalkan sejarah tipe persinyalan mekanik kepada masyarakat pada umumnya.[3][4]
Salah satu stasiun di jalur ini, yaitu Stasiun Bondowoso, sudah selesai dipugar, sehingga jalur dan layanannya akan segera dihidupkan sebagai layanan wisata dan pengangkutan barang.[5]
Dengan mengacu pada Peraturan Presiden No. 80 Tahun 2019, jalur ini dimasukkan dalam daftar reaktivasi yang dicanangkan oleh pemerintah.[6] Saat ini, progres reaktivasi jalur ini bersama 4 jalur lainnya (Lumajang-Pasirian, Madiun-Slahung, Babat-Tuban, dan Madura) selesai tahap studi kelayakan dan menunjukkan bahwa jalur ini layak untuk dihidupkan kembali.
Pada tanggal 28 Maret 2022, sinyal tebeng bertipe "Krian" yang berada di dekat Stasiun Tamanan dipreservasi kembali. Kemudian pada Agustus 2023, sinyal tebeng Krian di Prajekan yang kondisinya memprihatinkan karena berhimpit dengan perumahan warga diselamatkan oleh DJKA untuk ditempatkan di Stasiun Krian, tempat awal dimana sinyal ini berasal.
Pada akhir tahun 2023, hasil akhir studi kelayakan menyatakan bahwa Jalur KA lintas Kalisat-Panarukan ini sebagai peringkat pertama paling prioritas di antara 4 jalur yang lain, menjadikan rencana reaktivasi semakin berprogres positif.
^Subdirektorat Jalan Rel dan Jembatan (2004). Buku Jarak Antarstasiun dan Perhentian. Bandung: PT Kereta Api (Persero).Parameter |link= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Perusahaan Umum Kereta Api (1992). Ikhtisar Lintas Jawa.