Stasiun Banyuwangi (BW) adalah stasiun kereta api nonaktif yang terletak di ibu kota Kabupaten Banyuwangi, tepatnya di Karangrejo, Banyuwangi, Banyuwangi. Stasiun yang terletak pada ketinggian +6 m ini termasuk dalam Wilayah Penjagaan Aset IX Jember. Stasiun ini dahulu merupakan stasiun kereta api yang letaknya paling timur di Jawa dan Indonesia sebelum digantikan dengan Stasiun Banyuwangi Baru (sekarang Ketapang) pada tahun 1985, yang terletak 10 km dari kota ke arah utara, satu kompleks dengan Pelabuhan Ketapang. Meski demikian, Stasiun Banyuwangi Lama tetap masih beroperasi setelah Stasiun Banyuwangi Baru beroperasi, hingga akhirnya benar-benar dinonaktifkan pada tahun 1988.
Sejarah
Banyuwangi mulai menjadi incaran Staatsspoorwegen untuk menanamkan pengaruhnya. Hal ini jelas-jelas diperkuat dengan sulitnya mengangkut hasil bumi dari wilayah Banyuwangi sehingga dapat diekspor melalui pelabuhan di Panarukan. Kesulitan-kesulitan tersebut dicatat oleh Steven Anne Reitsma dalam bukunya, Indische spoorweg-politiek. Reitsma mengaku bahwa pada masa itu Banyuwangi merupakan daerah yang terisolasi dan dikurung oleh bukit-bukit terjal yang tidak bisa dilalui jalan desa maupun jalur pedati. Pada akibatnya, SS menawarkan kereta api sebagai solusi dalam mengangkut hasil-hasil bumi.[3]
Pada akhirnya, keputusan untuk membangun jalur kereta api mulai terwujud dengan mulai dibangunnya jalur baru Kalisat–Banyuwangi mulai tahun 1897. Jalur ini dibangun membelah gunung, melintasi dua terowongan, serta memiliki jembatan yang cukup dalam di petak Garahan–Mrawan.[4] Jalur ini dibuka penuh untuk layanan umum pada tanggal 2 Februari 1903 oleh SS.[5] Begitu jalur ini dibuka, 3.000 kepala keluarga memutuskan untuk bertempat tinggal di pinggir rel di jalur ini. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya jalur kereta api sebagai penggerak ekonomi kala itu.[6]
Dengan beroperasinya jalur baru Kabat–Banyuwangi Baru per tanggal 7 September 1985,[7] pamor stasiun ini lambat laun meredup. Pelayanan penumpang di Stasiun Banyuwangi Lama mulai dialihkan ke Stasiun Banyuwangi Baru (sekarang Ketapang) karena pelayanan kapal feri dari Banyuwangi menuju Bali dipindah dari pusat kota ke Pelabuhan Ketapang, sehingga stasiun ini hanya melayani KA barang saja. Stasiun ini resmi dinonaktifkan penuh pada tanggal 31 Maret 1988 karena pelayanan barang juga dipindah ke Stasiun Banyuwangi Baru akibat dari dibangunnya Pelabuhan Meneng dan Tanjungwangi. Penutupan ini juga termasuk menonaktifkan segmen Kabat–Banyuwangi Lama seluruhnya.[8]
Bangunan
Bangunan utama stasiun ini—yang masih mempertahankan ciri khas SS—sekarang sudah menjadi kios dan emplasemennya berubah menjadi pasar tradisional. Stasiun ini dahulu memiliki depo lokomotif dan turntable. Ke arah utara jalur ini masih berlanjut hingga berujung di Pantai Boom Banyuwangi. Jalur ini dahulu dibangun untuk kepentingan barang. Sisa-sisa jembatan di jalur ini masih banyak ditemukan.
Pada gunungan hall depan terdapat ornamen garuda Wahana Daya Pertiwi, yang merupakan lambang (coat-of-arms) dari PJKA.
Galeri
Referensi
- ^ Subdit Jalan Rel dan Jembatan (2004). Buku Jarak Antarstasiun dan Perhentian. Bandung: PT Kereta Api (Persero).
- ^ Buku Informasi Direktorat Jenderal Perkeretaapian 2014 (PDF). Jakarta: Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan Indonesia. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 1 Januari 2020.
- ^ Reitsma, Steven Anne (1920). Indische Spoorweg-Politik. Landsdrukkerij.
- ^ "de Vooltooiing van Spoorweg Kalisat-Banjoewangi". de Indische Gids. 25 (1): 653–655. 1903.
- ^ Verslag der Staatsspoor-en-Tramwegen in Nederlandsch-Indië. Batavia: Burgerlijke Openbare Werken. 1921–1932.
- ^ Veth, P.J.; Snelleman, J.F.; Niermeyer, J.F. (1907). Java: geographisch, ethnologisch, historisch. De Erven F. Bohn.
- ^ Prasasti di Stasiun Karangasem dengan angka tanggal 7 September 1985 menjadi bukti peresmian jalur baru tersebut.
- ^ LIntas cabang yang masih aktif dan tidak aktif PJKA. Bandung: PT Kereta Api Indonesia (Persero), 2011.