Hakim-hakim 17 (disingkat Hak 17) adalah pasal ketujuh belas Kitab Hakim-hakim dalam Alkitab Ibrani dan Perjanjian Lama di Alkitab Kristen.[1] Pasal ini berisi kisah tentang patung sembahan Mikha, yang berakhir di pasal 18, berkaitan dengan sejarah suku Dan.[2]
Teks
Waktu
- Kisah yang dicatat di pasal ini terjadi di awal masa Hakim-hakim, karena di pasal 18 dikisahkan tentang perjalanan suku Dan yang disinggung dalam pasal 1
Struktur
Pembagian isi pasal (disertai referensi silang dengan bagian Alkitab lain):
Ayat 1
- Ada seorang dari pegunungan Efraim, Mikha namanya. (TB)[3]
Sejarah kronologis kitab Hakim-hakim berakhir dengan pasal 16 (Hakim–hakim 16:1–31). Mulai dengan episode Mikha, bagian terakhir kitab Hakim-hakim (Hakim–hakim 17:1–21:25) menguraikan standar-standar moral yang rendah, upacara-upacara keagamaan yang sesat, dan tatanan sosial yang kacau di Israel selama periode hakim-hakim. Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa jikalau firman Allah dan prinsip-prinsip moral yang benar diabaikan, maka baik individu maupun masyarakat secara keseluruhan akan dibinasakan (bandingkan Amsal 14:34; 21:7). Dua kali penulis mengatakan bahwa "setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri" (Hakim–hakim 17:6; 21:25; bandingkan Amsal 14:12). Jalan Allah ditolak sehingga mengakibatkan keputusasaan, kekacauan, dan kematian.[4]
Ayat 2
- Berkatalah ia (Mikha) kepada ibunya: "Uang perak yang seribu seratus itu, yang diambil orang dari padamu dan yang karena itu kauucapkan kutuk--aku sendiri mendengar ucapanmu itu--memang uang itu ada padaku, akulah yang mengambilnya." Lalu kata ibunya: "Diberkatilah kiranya anakku oleh TUHAN." (TB)[5]
Jumlah 1100 uang perak tepat sama dengan jumlah uang yang dijanjikan akan diberikan oleh setiap raja (= kepala daerah, wali kota) orang Filistin kepada Delila, jika ia dapat menyerahkan Simson untuk ditangkap mereka. Peristiwa ini dicatat di Kitab Hakim-hakim pasal sebelumnya (pasal 16).[6]
Ayat 5
- Mikha ini mempunyai kuil. Dibuatnyalah efod dan terafim, ditahbiskannya salah seorang anaknya laki-laki, yang menjadi imamnya. (TB)[7]
Karena Mikha tidak tunduk kepada kekuasaan dari penyataan Allah yang diilhamkan dan tertulis dan diberikan melalui Musa, ia menipu dirinya sendiri dan melakukan apa yang benar menurut pandangannya sendiri (Hakim-hakim 17:6; bandingkan Ulangan 11:18–25; Yosua 1:5–8). Ia menipu dirinya sampai percaya bahwa ia dapat menerima berkat Allah (Hakim–hakim 17:13) dan pada saat bersamaan melanggar semua perintah Alkitab yang jelas. Dosa-dosanya meliputi mencuri (ayat Hakim–hakim 17:2), menyembah berhala (Hakim–hakim 17:3–5), tidak menaati perintah-perintah Allah (Hakim-hakim 17:6), dan mengangkat anaknya sendiri sebagai imam (Hakim–hakim 17:5–13; Bilangan 16:17; Ulangan 21:5; bandingkan 2 Timotius 4:3). Pemahaman yang benar dan pertimbangan moral yang sehat hilang di Israel ketika bangsa itu meninggalkan perjanjian Allah.[4]
Ayat 6
- Pada zaman itu tidak ada raja di antara orang Israel; setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya. (TB)[8]
Orang yang melakukan apa yang benar menurut pandangannya sendiri sudah pasti akan melakukan perkara yang jahat di pandangan Allah (bandingkan Hakim–hakim 2:11; 4:1; 6:1; 10:6). Sikap yang ingkar akan hukum ini adalah sama lazim pada zaman kita ini seperti pada masa Mikha. Orang mau berbuat sekehendak hatinya sendiri dan merasa tersinggung bila diberi tahu apa yang dapat dan yang tidak dapat mereka lakukan—bahkan oleh Allah dan Firman-Nya. Orang yang mengabaikan standar-standar mutlak Allah demi keinginan manusiawi yang subyektif akhirnya akan mengalami kekacauan rohani, moral, dan sosial. Pada pihak lain, orang percaya sejati akan dengan senang hati tunduk kepada standar-standar dan pendirian Allah sebagaimana dinyatakan dalam Firman-Nya yang tertulis.[4]
Lihat pula
Referensi
Pranala luar