Hobab (bahasa Ibrani: חֹבָב, ḥō·ḇāḇ [kho-bawb'], artinya "disayangi") bin Rehuel adalah ipar Musa[1] dan saudara laki-laki Zipora, istri Musa, yang adalah putri dari Rehuel (atau Yitro).[2]
Catatan Alkitab
Dalam perjalanan di padang gurun, rupanya Hobab ikut serta ayahnya, membawa Zipora dan kedua putra Musa, menemui Musa yang sedang memimpin bangsa Israel baru keluar dari tanah Mesir. Saat itu bangsa Israel mendirikan perkemahan di gunung Sinai (gunung TUHAN).[3]
Ketika bangsa Israel mulai berangkat meninggalkan gunung Sinai untuk pergi ke tanah Kanaan, berkatalah Musa kepada Hobab anak Rehuel orang Midian, mertua Musa: "Kami berangkat ke tempat yang dimaksud TUHAN ketika Ia berfirman: Aku akan memberikannya kepadamu. Sebab itu ikutlah bersama-sama dengan kami, maka kami akan berbuat baik kepadamu, sebab TUHAN telah menjanjikan yang baik tentang Israel." Tetapi jawabnya kepada Musa: "Aku tidak ikut, melainkan aku hendak pergi ke negeriku dan kepada sanak saudaraku." Kata Musa: "Janganlah kiranya tinggalkan kami, sebab engkaulah yang tahu, bagaimana kami berkemah di padang gurun, maka engkau dapat menjadi penunjuk jalan bagi kami. Jika engkau ikut bersama-sama dengan kami, maka kebaikan yang akan dilakukan TUHAN kepada kami akan kami lakukan juga kepadamu."[4]
Dari 1 Samuel 15:6 diketahui bahwa Hobab dan kaumnya, "orang Keni", memang berangkat bersama-sama orang Israel. Tempat perkemahan mereka di sebelah timur sungai Yordan di dekat perkemahan orang Israel, sebelum menyeberang ke tanah Kanaan, terlihat oleh Bileam bin Beor.[5] Setelah bangsa Israel memasuki tanah Kanaan di bawah pimpinan Yosua bin Nun, dicatat dalam Kitab Hakim-hakim pasal 1:
- Keturunan Hobab, ipar Musa, orang Keni itu, maju bersama-sama dengan bani Yehuda dari kota pohon kurma ke padang gurun Yehuda di Tanah Negeb dekat Arad; lalu mereka menetap di antara penduduk di sana.[6]
Heber dan Yael
Selanjutnya salah satu keluarga dari keturunan Hobab memberi jasa besar kepada bangsa Israel pada zaman hakim Debora. Adapun Heber, orang Keni itu, telah memisahkan diri dari suku Keni, dari anak-anak Hobab ipar Musa, dan telah berpindah-pindah memasang kemahnya sampai ke pohon tarbantin di Zaanaim yang dekat Kedesh.[7] Saat itu terjadi peperangan antara bangsa Israel yang dipimpin oleh Debora dan Barak melawan tentara Yabin, raja Kanaan, yang memerintah di Hazor, yang telah 20 tahun lamanya menindas orang Israel dengan keras. Panglima tentara Yabin ialah Sisera yang diam di Haroset-Hagoyim.[8] TUHAN (YHWH) memberi kemenangan kepada orang Israel di gunung Tabor. TUHAN mengacaukan Sisera serta segala keretanya dan seluruh tentaranya oleh mata pedang di depan Barak, sehingga Sisera turun dari keretanya dan melarikan diri dengan berjalan kaki. Lalu Barak mengejar kereta-kereta dan tentara itu sampai ke Haroset-Hagoyim, dan seluruh tentara Sisera tewas oleh mata pedang; tidak ada seorangpun yang tinggal hidup.[9]
Tetapi Sisera dengan berjalan kaki melarikan diri ke kemah Yael, isteri Heber, orang Keni itu, sebab ada perhubungan baik antara Yabin, raja Hazor, dengan keluarga Heber, orang Keni itu. Yael itupun keluar mendapatkan Sisera, dan berkata kepadanya: "Singgahlah, tuanku, silakan masuk. Jangan takut." Lalu singgahlah ia ke dalam kemah perempuan itu dan perempuan itu menutupi dia dengan selimut. Kemudian berkatalah ia kepada perempuan itu: "Berilah kiranya aku minum air sedikit, aku haus." Lalu perempuan itu membuka kirbat susu, diberinyalah dia minum dan diselimutinya pula. Lagi katanya kepada perempuan itu: "Berdirilah di depan pintu kemah dan apabila ada orang datang dan bertanya kepadamu: Ada orang di sini?, maka jawablah: Tidak ada." Tetapi Yael, isteri Heber, mengambil patok kemah, diambilnya pula palu, mendekatinya diam-diam, lalu dilantaknyalah patok itu masuk ke dalam pelipisnya sampai tembus ke tanah—sebab ia telah tidur nyenyak karena lelahnya—maka matilah orang itu. Pada waktu itu muncullah Barak yang mengejar Sisera. Keluarlah Yael mendapatkan dia dan berkata kepadanya: "Mari, aku akan menunjukkan kepadamu orang yang kaucari itu." Lalu masuklah Barak ke dalam dan tampaklah Sisera mati tergeletak dengan patok dalam pelipisnya.[10]
Dengan demikian Allah pada hari itu menundukkan Yabin, raja Kanaan, di depan orang Israel. Dan kekuasaan orang Israel kian keras menekan Yabin, raja Kanaan, sampai mereka melenyapkan Yabin, raja Kanaan itu.[11] Lalu amanlah negeri itu empat puluh tahun lamanya.[12]
Lihat pula
Referensi