Dewa-dewi Romawi yang paling dikenal dewasa ini adalah dewa-dewi yang disamakan bangsa Romawi dengan dewa-dewi Yunani yang sebanding (lih. interpretatio graeca). Bangsa Romawi memasukkan mitos-mitos, ikonografi, dan kadang-kadang pula amalan-amalan keagamaan Yunani ke dalam kebudayaan mereka sendiri, antara lain di bidang sastra, seni rupa, dan kehidupan beragama di seluruh wilayah Kekaisaran Romawi. Banyak dewa-dewi asli Romawi yang tidak begitu jelas hal-ihwalnya, lantaran hanya nama dan kadang-kadang fungsinya saja yang dapat diketahui dari prasasti dan karya sastra yang sering kali sudah tidak utuh lagi. Ketidakjelasan semacam ini pada khususnya didapati pada dewa-dewi agama purba yang dianut bangsa Romawi sebelum zaman raja-raja, yang diistilahkan sebagai "agama Numa", suatu sistem kepercayaan yang terlestarikan dari abad ke abad atau dihidupkan kembali pada masa pemerintahan Numa Pompilius. Beberapa dewa-dewi purba Romawi memiliki padanan Itali atau Etruskinya, sebagaimana diidentikkan oleh sumber-sumber kuno maupun para peneliti modern. Dewa-dewi yang dipuja di daerah-daerah jajahan Kekaisaran Romawi diberi tafsir-tafsir teologis yang baru berdasarkan kemiripan fungsi atau tabiat dengan dewa-dewi Romawi.
Daftar alfabetis di bawah ini mengikuti pengelompokan dewa-dewi yang dibuat bangsa Romawi sendiri.[1] Untuk amalan memuja kaisar-kaisar Romawi yang dipertuhan (divus), baca artikel pemujaan kaisar.
Gelar dan sebutan
Gelar dan sebutan tertentu dapat saja diberikan kepada lebih dari satu dewata, personifikasi nilai luhur, insan ardadewata, dan divus (insan yang dipertuhan).
Augustus dan Augusta
Augustus, artinya "yang mulia" (bentuk maskulin), adalah sebutan penghormatan sekaligus gelar yang dianugerahkan kepada Oktavianus sebagai tanda pengakuan akan statusnya yang unik, rentang kewenangannya yang luar biasa, dan restu nyata dewata atas kepemimpinannya. Sesudah Oktavianus wafat dan dipertuhan, gelar ini dianugerahkan kepada para penggantinya. Augustus juga menjadi sebuah gelar yang cukup mendunia untuk berbagai macam dewa-dewi rendahan lokal, antara lain para Lares Augusti yang dipuja komunitas-komunitas lokal, dan dewa-dewi daerah jajahan yang tidak begitu jelas semisal Marazgu Augustus di Afrika Utara. Pemberian sebuah gelar yang disandang kaisar kepada dewa-dewi teras maupun rendahan, baik di Roma maupun di daerah-daerah jajahannya, dianggap sebagai tampilan tingkat terbawah dari kultus pemujaan kaisar.
Augusta, bentuk feminin dari Augustus, adalah sebutan takzim dan gelar yang erat kaitannya dengan pertumbuhkembangan dan penyebarluasan kultus pemujaan kaisar. Gelar ini diberikan kepada para permaisuri kaisar Romawi, baik yang masih hidup, yang sudah wafat, maupun yang dipertuhan (diva). Augusta yang pertama adalah Livia, permaisuri Oktavianus. Gelar ini kemudian hari diberikan kepada dewi-dewi kenegaraan, antara lain Bona Dea, Seres, Iuno, Minerva, dan Ops; kepada dewi-dewi rendahan atau lokal; dan kepada dewi-dewi personifikasi nilai luhur seperti Pax dan Viktoria.
Bonus dan Bona
Dalam ideologi kekaisaran, epitetBonus, artinya "yang baik," dilekatkan kepada dewa-dewi mujarad semisal Bona Fortuna (Peruntungan Baik atau Kemujuran), Bona Mens (Fikrah Baik atau Akal Waras), dan Bona Spes (Harapan Baik atau Optimisme). Pada zaman republik, epitet ini lebih lekat dengan sosok Bona Dea, "Dewi Baik" yang dipuja kaum wanita. Bonus Eventus (Hasil Baik) adalah salah satu dari dua belas dewa-dewi pertanian menurut pujangga Varro, tetapi kemudian hari melambangkan kejayaan atau keberhasilan pada umumnya.[2]
Caelestis
Sejak pertengahan zaman kekaisaran, gelar Caelestis, artinya "surgawi" atau "samawi", dilekatkan kepada dewi-dewi yang mengejawantahkan aspek-aspek dari satu dewi samawi tertinggi. Dea Caelestis disamakan dengan rasi bintang Virgo (Kanya), yang memegang neraca keadilan. Di dalam novel Metamorphoses karangan Apuleius,[3] tokoh utama Lucius diceritakan berdoa kepada dewi Mesir Helenistis, Isis, selaku Regina Caeli (Rani Samawi), yang konon bermanifestasi pula sebagai Seres, "bunda pemelihara asali"; sebagai Venus Samawi (Venus Caelestis); sebagai "saudari Phoebus", yakni Diana atau Artemis yang dipuja di Efesus; maupun sebagai Proserpina selaku tridewi pratala. Iuno Caelestis adalah versi Romawi dari Tanit, dewi bangsa Kartago.[4]
Menurut kaidah tata bahasa Latin, bentuk tasrifan Caelestis juga dapat dilekatkan pada kata benda maskulin, tetapi sifat "surgawi" atau "samawi" untuk dewa biasanya diungkapkan melalui sinkretisasi dengan Caelus, misalnya Caelus Aeternus Iuppiter (Yupiter Angkasa Abadi).
Invictus
Invictus, artinya "tak tertaklukkan" atau "tak terkalahkan", digunakan sebagai salah satu epitet ketuhanan pada awal abad ke 3 SM. Pada zaman kekaisaran, epitet ini mengungkapkan sifat tidak terkalahkan dari dewa-dewa yang dipuja secara resmi, seperti Yupiter, Mars, Herkules, dan Sol. Pada inskripsi uang logam, penanggalan, dan inskripsi-inskripsi lain, Merkurius, Saturnus, Silvanus, Fons, Serapis, Sabazius, Apolo, dan Genius juga digelari Invictus. Pujangga Cicero menganggapnya sebagai epitet yang lumrah bagi Yupiter, yang mungkin sekali merupakan sinonim dari gelar Omnipotens bagi dewa itu. Invictus juga dipakai di dalam pemujaan-pemujaan rahasia terhadap Mitras.[6]
Mater dan Pater
Mater, artinya "ibu", adalah sebutan takzim sebagai tanda hormat kepada wewenang maupun fungsi-fungsi keibuan para dewi, dan tidak semata-mata bermakna "ibu dari" seseorang atau sesuatu. Contoh-contoh tertua adalah Terra Mater (Ibu Pertiwi) dan Mater Larum (Ibu para Lares). Vesta, dewi kemurnian, yang biasanya dibayangkan sebagai seorang perawan, justru dihormati sebagai Mater. Dewi yang disebut Stata Mater adalah dewata persimpangan (dewa-dewi yang dipuja di simpang jalan) yang dianggap berjasa mencegah kebakaran di kota Roma.[7]
Sejak pertengahan zaman kekaisaran, permaisuri kaisar yang sedang menjabat dihormati sebagai Mater castrorum et senatus et patriae (ibunda perkemahan-perkemahan prajurit, senatus, dan tanah air). Pasukan berkuda (auxilia) Galia dan Jermani di dalam angkatan bersenjata Kekaisaran Romawi secara teratur mendirikan altar-altar pemujaan "para ibunda tanah lapang" (Campestres, dari kata campus, "tanah lapang," dengan gelar Matres atau Matronae).[8] Baca juga Magna Mater di bawah.
Para dewa disebut Pater, artinya "bapak", untuk menonjolkan keutamaan dan pemeliharaan mereka, ibarat perhatian ayah kepada anaknya, sekaligus sebagai tanda bakti pemujanya, ibarat bakti anak kepada ayahnya. Pater didapati sebagai epitet sejumlah dewa, antara lain Dis, Yupiter, Mars, dan Liber.
Magna Mater
Magna Mater, artinya "ibu agung", adalah gelar yang diberikan kepada Kibele di Roma. Beberapa sumber pustaka Romawi menggunakan istilah yang sama untuk menggelari Maia dan dewi-dewi lain.[9]
Kelompok dewa-dewi
Bahkan pada saat menyeru dewa-dewi, yang pada umumnya mengharuskan penyebutan nama dewa atau dewi yang bersangkutan secara tepat, bangsa Romawi kadang-kadang menyebut nama kelompok yang mencakup beberapa dewa-dewi sekaligus, alih-alih menyebut nama dewa-dewi tersebut satu per satu. Beberapa kelompok dewata, misalnya Camenae dan Parcae, diduga beranggotakan dewa-dewi dalam jumlah terbatas, kendati angkanya mungkin saja tidak konsisten dari zaman ke zaman dan dari karya tulis ke karya tulis. Meskipun demikian, dewa-dewi di dalam kelompok-kelompok berikut ini tidak tertentu jumlahnya.
Tiga kelompok dewa-dewi menurut alamnya
Pujangga Varro memilah dewa-dewi Romawi menjadi tiga golongan menurut alamnya, yaitu langit, bumi, dan pratala:
Di superi, artinya "dewa-dewi yang ada di atas" atau "dewa-dewi samawi". Altar pemujaan dewa-dewi samawi disebut altar (jamak: altaria).[10]
Di terrestres, artinya "dewa-dewi duniawi". Altar pemujaan dewa-dewi duniawi disebut ara (jamak: arae).
Di inferi, artinya "dewa-dewi yang ada di bawah" atau "dewa-dewi pratala". Altar pemujaan dewa-dewi pratala disebut focus (jamak: foci), yakni tungku tanah atau pendiangan yang dibuat khusus untuk upacara pemujaan.
Yang lebih lazim adalah kontras dualistis antara superi dan inferi.
Di indigetes dan novensiles
Di indigetes, menurut dugaan Georg Wissowa, adalah dewa-dewi pribumi Roma, kontras dengan di novensides atau novensiles, "dewa-dewi pendatang baru". Kendati demikian, tidak ada sumber kuno yang menyajikan dikotomi semacam ini, yang juga tidak berterima umum di kalangan sarjana abad ke-21. Arti epitet indiges (bentuk tunggal dari indigetes) tidak kunjung disepakati para sarjana, sementara epitet noven mungkin saja berarti "sembilan" (novem) alih-alih "baru".
Lectisternium adalah acara perjamuan yang diselenggarakan bagi dewa-dewi. Dalam acara ini, citra-citra dewa-dewi ditakhtakan di atas katil makan (hadirin dalam acara perjamuan Romawi tidak duduk di kursi melainkan berbaring di katil), seakan-akan hadir dan menikmati jamuan. Dalam uraiannya tentang lectisternium dua belas dewa-dewi besar pada tahun 217 SM, Livius, sejarawanzaman Agustus, mencantumkan nama dewa-dewi tersebut secara berpasang-pasangan:[13]
Tindakan memasangkan dewa-dewi semacam ini, maupun pengaruh antropomorfis dari mitologi Yunani, menimbulkan suatu kecenderungan di bidang kesusastraan Latin untuk menampilkan dewa-dewi sebagai pasangan "suami istri" atau sepasang kekasih (misalnya pasangan Venus-Mars).
Dii Consentes
Pujangga Varro menggunakan istilah Dii Consentes sebagai nama kelompok bagi dua belas dewa-dewi yang arcanya disepuh emas dan ditempatkan di forum (alun-alun). Dewa-dewi tersebut juga digambarkan berpasang-pasangan.[14] Meskipun nama-namanya tidak disebutkan, diduga dewa-dewi yang dimaksud adalah dua belas dewa-dewi besar yang dipuja dalam upacara lectisternium. Salah satu fragmen karya tulis Enius, pujangga yang hidup pada masa kemunculan upacara lectisternium, memuat daftar dua belas dewa-dewi lectisternium dengan nama yang sama tetapi dalam urutan yang berbeda dari daftar yang disusun pujangga Livius, yaitu Yuno, Vesta, Minerva, Seres, Diana, Venus, Mars, Merkurius, Yupiter, Neptunus, Vulkanus, Apolo.[15]
Dii Consentes kadang-kadang dipandang sebagai padanan Romawi untuk dewa-dewi Olimpos Yunani. Kata consentes dapat ditafsirkan macam-macam, tetapi lazimnya dianggap mengisyaratkan bahwa dewa-dewi tersebut membentuk suatu dewan atau majelis permusyawaratan dewa-dewi.
Alernus atau Elernus (kemungkinan besar Helernus), dewa purba pemilik hutan keramat (lucus) di dekat Sungai Tiber. Hanya pujangga Ovidus yang menyebut namanya.[22] Hutan keramat tersebut adalah tempat lahir Peri Cranea. Meskipun jati diri dewa ini agak kabur, para imam negara tetap melaksanakan upacara pemujaan (sacra) di hutan keramatnya pada masa pemerintahan Kaisar Agustus.[23] Alernus mungkin tergolong dewa pratala, jika kurban yang tepat baginya adalah seekor lembu jantan hitam, karena hewan kurban (victima) dengan warna kulit gelap biasanya dipersembahkan kepada dewa-dewi pratala.[24] Menurut Dumézil, Alernus adalah dewa kacang-kacangan.[25]
Angerona, dewi pelepasan dari kesakitan dan duka nestapa.
Angitia, dewi yang dikait-kaitkan dengan ular dan Medea.
Averruncus, salah satu dewa yang dipuja supaya memberi peringatan sebelum malapetaka datang melanda.
B
Bacchus, dewa minuman anggur, kesenangan berahi, dan kebenaran, mula-mula merupakan nama kultus pemujaan dewa Yunani Dionisos dan diidentikkan dengan dewa Romawi Liber.
Camenae, dewi-dewi yang dikaitkan dengan berbagai hal, antara lain air tawar, nubuat, dan persalinan. Ada empat Camenae, yakni Carmenta, Egeria, Antevorta, dan Postvorta.
Cardea, dewi sekeri (cardo), disebut pujangga Ovidius dengan nama Carna (di bawah)
Dea Tacita ("Dewi Bisu"), salah satu dewi orang mati; kemudian hari disamakan dengan dewi bumi Larenta.
Decima, dewi rendahan, salah satu dari Parcae (padanan Romawi untuk Moirai). Pengukur benang hayat, padanan Yunaninya adalah Lakhesis.
Devera atau Deverra, dewi pengageng sapu-sapu yang dipakai untuk membersihkan kuil sebagai persiapan penyelenggaraan berbagai macam ibadat pemujaan, kurban, maupun perayaan; dewi ini melindungi para bidan dan perempuan yang sedang bersalin.
Diana, dewi perburuan, bulan, keperawanan, dan persalinan, saudari kermbar Apolo dan salah satu dari Dii Consentes.
Nerio, dewi perang purba dan personifikasi nilai luhur valor (keuletan). Istri Mars.
Neverita, diduga salah satu dewi, dihubung-hubungkan dengan Consus dan Neptunus di dalam rasi bintang Etruski-Romawi Martianus Capella, tidak ada lagi keterangan selain itu.[29]
Nixi, di nixi, dii nixi, atau Nixae, dewi-dewi persalinan.
Nona, dewi rendahan, salah satu dari Parcae (padanan Romawi untuk Moirai). Pemintal benang hayat, padanan Romawi untuk Kloto.
Nortia dewi nasib, takdir, dan peluang; dewi bangsa Etruski yang diadopsi bangsa Romawi; dewi dari kota Volsinii, tempat sebatang paku dilantak ke tembok kuilnya sebagai bagian dari upacara menyambut tahun baru.
Nox, dewi malam; diserap dari kepercayaan bangsa Yunani; nama Romawi untuk Niks.
Picus, dewa burung pelatuk bangsa Itali yang memiliki kuasa meramal nasib.
Pietas, dewi darmabakti; personifikasi nilai luhur Romawi pietas (ketakwaan).
Pilumnus, dewa rendahan pemberi perlindungan, berkaitan dengan keselamatan bayi pada waktu persalinan.
Pluto, sebanding dengan dewa Yunani Plouton, nama dewa penguasa para arwah yang dipopulerkan melalui agama-agama rahasia dan filsafat Yunani; kadang-kadang dipakai di dalam karya-karya sastra Latin dan disamakan dengan Dis pater atau Orcus.
Quirinus, dewa bangsa Sabini yang disamakan dengan Mars; Romulus, pendiri kota Roma, dipertuhan sebagai Quirinus sesudah wafat. Quirinus dipuja sebagai salah satu dewa perang serta salah satu dewa bangsa dan negara kota Roma; diupacarai seorang flamen utama; salah satu Tridewata Purba.
Quiritis, dewi ibu. Mula-mula adalah salah satu dewi bangsa Sabini atau dewi pra-Romawi, kemudian hari disamakan dengan Yuno.
R
Robigo atau Robigus, salah satu dewa atau dewi pelindung tanaman pangan, personifikasi penyakit yang menyerang gandum.
Trivia, dewi persimpangan jalan dan ilmu sihir, disamakan dengan Hekate.
V
Vakuna, dewi istirahat pascapanen bangsa Sabini yang melindungi ternak domba para petani, kemudian hari disamakan dengan Nike dan dipuja sebagai dewi perang.
Vagitanus atau Vatikanus, dewa pembuka mulut bayi yang baru lahir untuk mengeluarkan tangisan pertama.
Vediovus atau Veiovis, kurang jelas hal-ihwalnya, semacam kebalikan dari Yupiter, sebagaimana tersirat dari namanya; mungkin salah satu dewa pratala.
Venilia atau Venelia, dewi samudra, istri Neptunus atau Faunus.
Venti, dewa-dewa angin, sebanding dengan Anemoi di Yunani: Aquilo(n) atau Septentrio, dewa angin utara (Boreas di Yunani); Auster, dewa angin selatan (Notos di Yunani); Vulturnus, dewa angin timur (Euros di Yunani); Favonius, dewa angin barat (Zefiros di Yunani); Kaurus atau Korus, dewa angin barat laut (lih. angin-angin minor).
Venus, dewi asmara, kecantikan, berahi, dan taman; ibu dari Aeneas, leluhur bangsa Romawi; salah satu Dii Consentes.
Veritas, dewi dan personifikasi nilai luhur Romawi veritas (kebenaran).
Sejumlah tokoh mitologi Yunani yang tidak menjadi bagian dari sistem kepercayaan bangsa Romawi muncul di dalam narasi-narasi mitologis Latin dan sebagai alusi-alusi puitis; untuk nama tokoh-tokoh tersebut, lihat:
^Robert Schilling, "Roman Gods," Roman and European Mythologies (University of Chicago Press, 1992, dari edisi Prancis terbitan tahun 1981), hlmn. 75 daring dan 77 (catatan kaki nomor 49). Kecuali dinyatakan lain, kutipan-kutipan dari sumber-sumber primer diambil dari buku karangan Robert Schilling.
^Hendrik H.J. Brouwer, Bona Dea: The Sources and a Description of the Cult hlmn. 245-246.
^Benko, Stephen, The virgin goddess: studies in the pagan and Christian roots of mariology, Brill, 2004, hlmn. 112–114: lih. pula hlmn. 31, 51.
^CIL 03, 11008"Seorang prajurit anggota Legio I Adiutrix [mendarmabaktikan ini] untuk Dewa Tak Terkalahkan" (Deo Invicto / Ulpius Sabinus / miles legio/nis primae / (A)diutricis).
^Steven Ernst Hijmans, Sol: The Sun in the Art and Religions of Rome (diss., Universitas Groningen 2009), hlm. 18, disertai kutipan-kutipan dari Corpus Inscriptionum Latinarum.
^Lawrence Richardson, A New Topographical Dictionary of Ancient Rome (Johns Hopkins University Press, 1992), hlmn. 156–157.
^R.W. Davies, "The Training Grounds of the Roman Cavalry," Archaeological Journal 125 (1968), hlm. 73 et passim.
^Macrobius, Saturnalia 1.12.16–33.Dikutip di dalam H.H.J. Brouwer, Bona Dea: The Sources and a Description of the Cult (Brill, 1989), hlmn. 240, 241.
^Varro, Antiquitates rerum humanarum et divinarum, buku 5, fragmen 65; lih. pula Livius 1.32.9; Paulus apud Festus, hlm. 27; Servius Danielis, keterangan untuk Aeneis 5.54; Lactantius Placidus, keterangan untuk Statius, Theb. 4.459–60.
^Varro, De re rustica 1.1.4: "eos urbanos, quorum imagines ad forum auratae stant, sex mares et feminae totidem.
^Enius, Annales fragmen 62, dalam J. Vahlen, 1903, Ennianae Poesis Reliquiae, Leipzig (Edisi ke-2). Daftar Enius tersusun dalam bentuk puitis, sehingga kata-katanya mungkin ditata mengukuti kaidah heksametrum daktilos.
^Benar tidaknya bergantung kepada dugaan emendasiAternus menjadi Alernus di dalam potongan keterangan dari Festus, hlm. 83 di dalam edisi kritis yang disusun Lindsay. Di Fasti 2.67, bacaan Avernus, kendati tidak mustahil benar, tidak masuk akal secara geografis. Lih. diskusi seputar dewa ini di dalam Matthew Robinson, A Commentary on Ovid's Fasti, Book 2 (Oxford University Press, 2011), hlmn. 100–101.
^Sebagaimana ditunjukkan oleh Robinson, Commentary, hlm. 101; Georges Dumézil, Fêtes romaines d'été et d'automne (1975), hlmn. 225 dst., dengan menafsirkan nama dewa itu sebagai bentuk lain dari Helernus yang berkaitan dengan kata Latin holus, holera, artinya "sayur-sayuran." Risiko dan "sifat terlalu cair" yang terkandung di dalam rekonstruksi Dumézil atas mitologi-mitologi yang sudah hilang ditunjukkan Robert Schilling, "The Religion of the Roman Republic: A Review of Recent Studies," dalam Roman and European Mythologies, hlm. 87–88, khususnya terkait mitos Carna sebagai konteks untuk dugaan mengenai Helernus.
^Marko Marinčič, "Roman Archaeology in Vergil's Arcadia (Vergil Eclogue 4; Aeneid 8; Livy 1.7), dalam Clio and the Poets: Augustan Poetry and the Traditions of Ancient Historiography (Brill, 2002), hlm. 158.