Bahasa Avesta sebelumnya diyakini sebagai "bahasa Baktria Lama" namun anggapan tersebut "telah ditolak mulai pengujung abad ke-19".[5]
Bahasa Baktria merupakan sebuah bahasa dengan basis dominan alfabet berdasarkan alfabet Yunani dan di dalam bahasanya disebut sebagai αρια ("Arya"; endonim yang umum di rumpun masyarakat Iran). Nama lain dari bahasa Baktria di antaranya adalah Bahasa Yunani-Baktria (Greco-Bactrian), Kushan, atau Kushano-Baktria.
Setelah penaklukkan Baktria oleh Alexander yang Agung pada tahun 323 SM, bahasa Yunani selama kurang lebih dua abad menjadi bahasa pemerintahan penerus-penerus Alexander. Dalam kasus Baktria, terdapat Kekaisaran Seleukia dan kerajaan-kerajaan Yunani Baktria. Bangsa-bangsa Skithia (Saka, atau Sacaraucae di dalam sumber-sumber Yunani) menyerang Baktria sekitar tahun 140 SM. Kira-kira setelah tahun 124 SM, Batria ditaklukkan oleh bangsa TokhariaYuezhi. Salah satu bagian dari Yuezhi kemudian berlanjut untuk mendirikan Kushan pada abad pertama Masehi.
Kushan pada awalnya masih menggunakan bahasa Yunani dalam kegiatan pemerintahannya namun dengan segera beralih menggunakan bahasa Baktria. Naskah Rabatak (ditemukan tahun 1993 dan ditranskripsi tahun 2000) dalam bahasa Baktria menyebutkan bahwa Raja Kanishka (kurang lebih pada tahun 127 M)[8][9] berhenti menggunakan bahasa Yunani (Ionia) dan mulai menggunakan bahasa Baktria ("bahasa Arya"). Bahasa Yunani dengan begitu menghilang dari pemerintahan dan hanya bahasa Baktria yang digunakan. Alfabet Yunani namun tetap dipakai untuk menulis bahasa Baktria.
Pada abad ketiga, daerah Kushan di barat Sungai Indus jatuh ke tangan Kekaisaran Sassaniyah dan bahasa Baktria pun mulai menerima pengaruh dari bahasa Persia Pertengahan. Selain dari penulisan menggunakan aksara Pahlavi dan aksara Brahmi, beberapa uang logam dari zaman ini masih menyertakan tulisan Yunani-Baktria. Mulai abad keempat, Baktria dan India bagian barat laut ditaklukkan oleh Hun Putih. Masa Hun Putih dicirikan dengan keberagaman bahasa dengan kata-kata bahasa Baktria, Persia Pertengahan, Turk, Indo-Arya utara, dan Latin. Hun Putih menguasai daerah mereka hingga abad ke-7 oleh Arab di masa Penaklukkan Islam dan penggunaan bahasa Baktria pun berakhir. Meskipun begitu, bahasa Baktria masih digunakan di beberapa situasi namun kemudian tetap punah, dengan sampel terbaru berasal dari abad ke-9.[10]
Fonologi
Fonologi bahasa Baktria tidak diketahui secara pasti karena keterbatasan dari naskah asli bahasa Baktria.
Kendala terbesar di dalam penentuan fonologi bahasa Baktria adalah konsonan henti bersuara dan afrikat tidak selalu dibedakan dengan konsonan frikatif bahasa dan aksara Yunani.
*b, *d, *g di bahasa Proto-Iran menjadi konsonan desis seperti di bahasa Iran Timur lainnya. Ciri khusus di bahasa Baktria dengan bahas Iran lain yaitu bahasa Munji, Yidgha, dan Pashtun, adalah perkembangan *d > *ð Proto-Iran untuk menjadi /l/, yang kemungkinan merupakan pengaruh geografis.[7] *d hanya tersisa di gugus konsonan seperti *bandaka > βανδαγο (pembantu, pelayan) dan *dugdā > λογδο (anak perempuan). Gugus /lr/ dan /rl/ muncul di periode awal bahasa Baktria, tetapi lalu menjadi /dr/, dan kemudian /rd/, seperti pada *drauga > λρωγο pada sekitar abad ke-4 dan 5 dan > δδρωρο pada sekitar abad ke-7 dan 8 (kebohongan, kesalahan).[11]
*p, *t, *č, *k Proto-Iran menjadi bersuara di antara bunyi vokal dan setelah konsonan sengau atau *r.
Di dalam kata, digraf ββ dan δδ untuk *p dan *t ditemukan, yang kemungkinan melambangkan bunyi [b] dan [d]. ββ tetapi hanya ditemukan di satu kata, αββο (air). Bahasa Baktria Mani terlihat hanya memiliki /v/ secara asli. Menurut Gholami, δ tunggal dapat digunakan untuk menunjukkan bunyi frikatif [ð].[12]
γ tampak melambangkan bunyi [g] dan [ɣ], tetapi tidak diketahui apakah keduanya dibedakan secara jelas. Sumber dari naskah Mani menunjukkan bahwa γ dari *k kemungkinan adalah /g/ sementara γ dari *g adalah /ɣ/. Menurut ortografi Yunani, γγ melambangkan [ŋg].[13]
σ dapat merupakan lanjutan Proto-Iran *c > *s dan *č. Naskah Mani menunjukkan dua bunyi yang dilambangkan kemungkinan yaitu /s/ dan /ts/.[14]
ζ dapat merupakan lanjutan Proto-Iran *dz > *z, serta untuk *ǰ dan *č. Bunyi yang dilambangkan paling tidak adalah /z/ dan /dz/. Pembedaan tersebut dikonfirmasikan oleh naskah Mani. ζ juga ditemukan kemungkinan untuk melambangkan /ʒ/.
Status θ tidak jelas. Huruf tersebut hanya muncul di ιθαο (karena itu, juga), yang bisa jadi merupakan kata serapan rumun bahasa Iran. Kebanyaan *θ Proto-Iran menjadi /h/ (tertulis υ) atau dapat pula lenyap, seperti pada *puθra- > πουρο (anak laki-laki).[15] Gugus *θw, terlihat menjadi /lf/ seperti pada *wikāθwan > οιγαλφο (saksi).[16]
ϸ melambangkan *š Proto-Iran dan *s di gugus *sr, *str, *rst. Untuk beberapa kasus Proto-Iran, *š menjadi /h/ atau lenyap. Distribusinya tidak diketahui. Contoh seperti *snušā > ασνωυο (menantu perempuan), *aštā > αταο (delapan), *xšāθriya > χαρο (pemimpin), *pašman- > παμανο (wol).
^Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Bactrian". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History.Pemeliharaan CS1: Tampilkan editors (link)
^Henning (1960), p. 47. Bactrian thus “occupies an intermediary position between Pashto and Yidgha-Munji on the one hand, Sogdian, Choresmian, and Parthian on the other: it is thus in its natural and rightful place in Bactria”.
^ abNovák, Ľubomir (2014). "Question of (re)classification of Eastern Iranian languages". Linguistica Brunensia: 77–87.
^Harry Falk (2001), “The yuga of Sphujiddhvaja and the era of the Kuṣâṇas.” Silk Road Art and Archaeology 7: 121–36.p. 133.
Falk (2001): “The yuga of Sphujiddhvaja and the era of the Kuṣâṇas.” Harry Falk. Silk Road Art and Archaeology VII, pp. 121–136.
Henning (1960): “The Bactrian Inscription.” W. B. Henning. Bulletin of the School of Oriental and African Studies, University of London, Vol. 23, No. 1. (1960), pp. 47–55.
Gershevitch, Ilya (1983), "Bactrian Literature", dalam Yarshater, Ehsan, Cambridge History of Iran, 3 (2), Cambridge: Cambridge UP, hlm. 1250–1258, ISBN0-511-46773-7.