Arus keuangan terlarang dalam ekonomi mengacu pada sejenis pelarian modal ilegal yang terjadi apabila uangnya diperoleh, ditransfer, atau dihabiskan secara ilegal. Uang tersebut sengaja dihilangkan dari catatan peredaran di negara asal, dan pendapatan saham dari arus keuangan terlarang di luar sebuah negara biasanya tidak dikembalikan ke negara asal.
Arus keuangan terlarang dapat dihasilkan dengan berbagai cara yang tidak diungkapkan dalam anggaran atau neraca pembayaran nasional, termasuk penipuan harga dagang, pergerakan tunai besar-besaran, transaksi hawala, dan penyelundupan.[1]
Meski arus keuangan terlarang sangat erat kaitannya dengan pelarian modal, keduanya berbeda di satu sisi; pelarian modal adalah ungkapan yang membebankan seluruh masalah ini kepada negara berkembang yang menjadi tempat asal pelarian uang. Istilah tersebut menunjukkan bahwa negara berkembang harus sepenuhnya bertanggung jawab menyelesaikan permasalahan ini. Istilah arus keuangan terlarang menunjukkan bahwa fenomena ini dua arah dan tidak sepenuhnya tanggung jawab negara berkembang.
Terdapat sejumlah model ekonomi untuk memperkirakan arus keuangan terlarang dan pelarian modal. Dua cara yang paling lazim adalah World Bank Residual Model dan DOTS Trade Mispricing Model yang memanfaatkan pangkalan data Direction of Trade Statistics (DOTS) milik IMF untuk menganalisis kejanggalan statistik perdagangan antarnegara. Cara lain untuk memperkirakan penipuan harga dagang adalah model berbasis IPPS yang dikembangkan oleh John Zdanowicz dari Florida International University. Cara tersebut menganalisis transaksi ekspor dan impor individu antara Amerika Serikat dengan seluruh dunia untuk mencari kejanggalan harga ekspor dan impor. Para ekonom juga memakai metode uang panas (Narrow) dan metode Dooley untuk memperkirakan arus keuangan terlarang.
Sebuah makalah yang ditulis tahun 2013 oleh Raymond W. Baker, Direktur Global Financial Integrity, memperkirakan bahwa arus keuangan terlarang "yang keluar dari negara-negara berkembang mencapai kurang lebih $1 triliun per tahun". Penelitian tersebut juga menemukan bahwa tiga arus keuangan terlarang terbesar berasal dari Tiongkok, Rusia, dan Meksiko.[2]
Contoh kasus
Pakistan
Di Pakistan, arus keuangan terlarang diperkirakan mencapai $10 miliar akibat penghindaran pajak dan pelarian uang ke luar negeri. Arus keuangan terlarang merupakan salah satu sebab sepertiga penduduk Pakistan hidup di bawah garis kemiskinan.[3]
Swaziland
Swaziland kehilangan sekitar $556 juta akibat arus keuangan terlarang pada tahun 2012 dan $1,139 miliar tahun 2007.[4]
Lihat pula
Referensi
- ^ CSIS and GFI Conference: Illicit Financial Flows: The Missing Link in Development; Panel 1 — What is Known About Illicit Financial Flows (.m3u format)
- ^ "Illicit Financial Flows From Developing Countries: 2002-2011" Diarsipkan 2018-04-04 di Wayback Machine., Dev Kar and Brian LeBlanc, 2011.
- ^ Haq, Dr Ikramul. "Hunt for black money". http://tns.thenews.com.pk/. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-04-19. Diakses tanggal 26 April 2015.
- ^ Zwane, Teetee. "Sd loses about 11.8 % of its gross domestic product". observer.org.sz. Diakses tanggal 25 May 2015.