Ali azh-Zhahir (bahasa Arab: علي الظاهر)(20 Juni 1005 – 13 Juni 1036), atau nama dan gelar lengkapnya Azh-Zhahir Lil'azāz dīn allāh Abul Hasan Ali bin Al-Hakim Biamrillāh ( الظاهر لإعزاز دين الله أبو الحسن علي ابن الحاكم بأمر الله), adalah khalifah ketujuh dari dinasti Fatimiyah. Azh-Zhahir memegang kuasa kekhalifahan setelah ayahnya Al Hakim Biamrillah menghilang.
Pemerintahan
Pada awal kekuasaannya, Ali azh-Zhahir berada di bawah perwalian bibinya Sitt al-Mulk, sedangkan pada masa kemudian pemerintahannya dibantu oleh Ali bin Ahmad Jarjarai sebagai wazirnya.
Pada masa pemerintahannya, Mesir mengalami kelaparan dan wabah yang menimbulkan anarki (1023-1025), serta di Palestina dan Suriah terjadi pemberontakan oleh suku Badui (1024-1029). Koalisi para pemberontak berhasil dipecah-belah oleh keahlian diplomasi Fatimiyah, setelah itu panglima Anushtegin ad-Dizbiri mengalahkan mereka secara militer. Ia menjalin hubungan baik dengan Kekaisaran Bizantium, meskipun kedaulatan atas Aleppo selalu diperselisihkan yang kadang-kadang menimbulkan perang. Demi memperbaiki hubungan baik dengan Bizantium dan warga Kristen kekhalifahannya, pembangunan kembali Gereja Makam Kudus yang hancur tahun 1009 telah resmi diizinkan di bawah pemerintahannya dalam bentuk perjanjian dengan Kaisar Bizantium Romanus III. Meskipun demikian, realisasi pembangunan yang didanai oleh Bizantium itu baru berlangsung pada tahun 1042.
Kematian
Ali azh-Zhahir meninggal karena wabah pada tanggal 13 Juni 1036, anaknya kemudian menjadi khalifah Fatimiyah kedelapan dengan gelar Al-Mustanshir.