Suku Badui

Orang Badui
Urang Kanékés
Kelompok suku Badui luar
Daerah dengan populasi signifikan
Bantenca 26.000 jiwa
Bahasa
Bahasa Sunda Badui
Agama
 • 99% Sunda Wiwitan
 • 1% Islam Sunni
Kelompok etnik terkait
Sunda Banten • Sunda Priangan

Suku Badui alias Sunda Badui (Bahasa Badui: Urang Kanékés, Urang Cibéo,[a] atau kadang hanya sering disebut Badui, terkadang ditulis secara tidak baku sebagai Baduy)[1] merupakan sekelompok masyarakat adat Sunda di wilayah pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Populasi mereka sekitar 26.000 orang, mereka merupakan salah satu kelompok masyarakat yang menutup diri mereka dari dunia luar. Selain itu mereka juga memiliki keyakinan tabu untuk didokumentasikan, khususnya penduduk wilayah Badui Dalam.

Suku Badui termasuk sub-suku dari suku Sunda, mereka dianggap sebagai masyarakat Sunda yang belum terpengaruh modernisasi atau kelompok yang hampir sepenuhnya terasing dari dunia luar.

Masyarakat Badui menolak istilah "wisata" atau "pariwisata" untuk mendeskripsikan kampung-kampung mereka. Sejak 2007, untuk mendeskripsikan wilayah mereka serta untuk menjaga kesakralan wilayah tersebut, masyarakat Badui memperkenalkan istilah "Saba Budaya Badui", yang bermakna "Silaturahmi Kebudayaan Badui".[2]

Etimologi

Sebutan "Badui" merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Kemungkinan lain adalah karena adanya Sungai Badui dan Gunung Badui yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut. Mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai urang Kanekes atau "orang Kanekes" sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung mereka seperti Urang Cibeo (Garna, 1993).

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, penulisan yang tepat adalah "Badui", bukan "Baduy".[1]

Wilayah

Bangunan rumah adat warga Badui Luar

Suku Badui bermukim di wilayah di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Permukimannya terpusat di daerah aliran sungai pada sungai Ciujung yang termasuk dalam wilayah Cagar Budaya Pegunungan Kendeng.[3] Kanekes secara geografis terletak pada koordinat 6°27’27” – 6°30’0” LS dan 108°3’9” – 106°4’55” BT (Permana, 2001). Mereka bermukim tepat di kaki pegunungan Kendeng yang berjarak sekitar 40 km dari Ibu Kota Kabupaten Lebak, yaitu Kecamatan Rangkasbitung. Wilayah yang merupakan bagian dari Pegunungan Kendeng dengan ketinggian 300 – 600 m di atas permukaan laut (DPL) tersebut mempunyai topografi berbukit dan bergelombang dengan kemiringan tanah rata-rata mencapai 45%, yang merupakan tanah vulkanik (di bagian utara), tanah endapan (di bagian tengah), dan tanah campuran (di bagian selatan). suhu rata-rata 20 °C.[butuh rujukan]

Tiga desa utama Kanekes Dalam adalah Cikeusik, Cikertawana, dan Cibeo.[butuh rujukan]

Bahasa

Bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa Sunda dialek Badui. Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan Bahasa Indonesia, walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari sekolah. Orang Kanekes Dalam tidak mengenal budaya tulis, sehingga adat-istiadat, kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya tersimpan di dalam tuturan lisan saja.

Orang Kanekes tidak mengenal sekolah, karena pendidikan formal berlawanan dengan adat-istiadat mereka. Mereka menolak usulan pemerintah untuk membangun fasilitas sekolah di desa-desa mereka. Bahkan hingga hari ini, walaupun sejak era Soeharto pemerintah telah berusaha memaksa mereka untuk mengubah cara hidup mereka dan membangun fasilitas sekolah modern di wilayah mereka, orang Kanekes masih menolak usaha pemerintah tersebut. Namun masyarakat Kanekes memiliki caranya sendiri untuk belajar serta mengembangkan wawasan mereka hingga sepadan dengan masyarakat di luar suku Badui.

Kelompok masyarakat

Orang Kanekes pada tahun 2010

Masyarakat Kanekes secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu tangtu, panamping, dan dangka (Permana, 2001).

Kelompok tangtu adalah kelompok yang dikenal sebagai Kanekes Dalam (Badui Dalam), yang paling ketat mengikuti adat, yaitu warga yang tinggal di tiga kampung Cibeo, Cikertawana, dan Cikeusik. Ciri khas Orang Kanekes Dalam adalah pakaiannya berwarna putih alami dan biru tua (warna tarum) serta memakai ikat kepala putih. Mereka dilarang secara adat untuk bertemu dengan orang asing.

Kanekes Dalam adalah bagian dari keseluruhan orang Kanekes. Tidak seperti Kanekes Luar, warga Kanekes Dalam masih memegang teguh adat-istiadat nenek moyang mereka.

Sebagian peraturan yang dianut oleh Orang Kanekes Dalam antara lain:

  • Tidak diperkenankan menggunakan kendaraan untuk sarana transportasi
  • Tidak diperkenankan menggunakan alas kaki
  • Pintu rumah harus menghadap ke utara/selatan (kecuali rumah sang Pu'un atau ketua adat)
  • Larangan menggunakan alat elektronik (teknologi)
  • Menggunakan kain berwarna hitam/putih sebagai pakaian yang ditenun dan dijahit sendiri serta tidak diperbolehkan menggunakan pakaian modern.

Kelompok masyarakat kedua yang disebut panamping adalah mereka yang dikenal sebagai Kanekes Luar (Badui Luar), yang tinggal di berbagai kampung yang tersebar mengelilingi wilayah Kanekes Dalam, seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain sebagainya. Masyarakat Kanekes Luar berciri khas mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna biru gelap (warna tarum).

Kanekes Luar merupakan orang-orang yang telah keluar dari adat dan wilayah Kanekes Dalam. Ada beberapa hal yang menyebabkan dikeluarkannya warga Kanekes Dalam ke Kanekes Luar:

  • Mereka telah melanggar adat masyarakat Kanekes Dalam.
  • Berkeinginan untuk keluar dari Kanekes Dalam
  • Menikah dengan anggota Kanekes Luar

Ciri-ciri masyarakat orang Kanekes Luar

  • Mereka telah mengenal teknologi, seperti peralatan elektronik.
  • Proses pembangunan rumah penduduk Kanekes Luar telah menggunakan alat-alat bantu, seperti gergaji, palu, paku, dll, yang sebelumnya dilarang oleh adat Kanekes Dalam
  • Menggunakan pakaian adat dengan warna hitam atau biru tua (untuk laki-laki), yang menandakan bahwa mereka tidak suci. Kadang menggunakan pakaian modern seperti kaos oblong dan celana jeans.
  • Menggunakan peralatan rumah tangga modern, seperti kasur, bantal, piring & gelas kaca & plastik.
  • Mereka tinggal di luar wilayah Kanekes Dalam.
  • Sebagian di antara mereka telah terpengaruh dan berpindah agama.

Apabila Kanekes Dalam dan Kanekes Luar tinggal di wilayah Kanekes, maka "Kanekes Dangka" tinggal di luar wilayah Kanekes, dan pada saat ini tinggal 2 kampung yang tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam). Kampung Dangka tersebut berfungsi sebagai semacam buffer zone atas pengaruh dari luar (Permana, 2001).

Asal usul

Delegasi Kanekes sekitar tahun 1920

Menurut kepercayaan yang mereka anut, orang Kanekes mengaku keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal usul tersebut sering pula dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama. Menurut kepercayaan mereka, Adam dan keturunannya, termasuk warga Kanekes, mempunyai tugas bertapa atau asketik (mandita) untuk menjaga harmoni dunia.

Pendapat mengenai asal usul orang Kanekes berbeda dengan pendapat para ahli sejarah, yang mendasarkan pendapatnya dengan cara sintesis dari beberapa bukti sejarah berupa prasasti, catatan perjalanan pelaut Portugis dan Tiongkok, serta cerita rakyat mengenai 'Tatar Sunda' yang cukup minim keberadaannya. Masyarakat Kanekes dikaitkan dengan Kerajaan Sunda yang sebelum keruntuhannya pada abad ke-16 berpusat di Pakuan Pajajaran (sekitar Bogor sekarang). Sebelum berdirinya Kesultanan Banten, wilayah ujung barat pulau Jawa ini merupakan bagian penting dari Kerajaan Sunda. Banten merupakan pelabuhan dagang yang cukup besar. Sungai Ciujung dapat dilayari berbagai jenis perahu, dan ramai digunakan untuk pengangkutan hasil bumi dari wilayah pedalaman. Dengan demikian penguasa wilayah tersebut, yang disebut sebagai Pangeran Pucuk Umun menganggap bahwa kelestarian sungai perlu dipertahankan. Untuk itu diperintahkanlah sepasukan tentara kerajaan yang sangat terlatih untuk menjaga dan mengelola kawasan berhutan lebat dan berbukit di wilayah Gunung Kendeng tersebut. Keberadaan pasukan dengan tugasnya yang khusus tersebut tampaknya menjadi cikal bakal Masyarakat Kanekes yang sampai sekarang masih mendiami wilayah hulu Sungai Ciujung di Gunung Kendeng tersebut (Adimihardja, 2000). Perbedaan pendapat tersebut membawa kepada dugaan bahwa pada masa yang lalu, identitas dan kesejarahan mereka sengaja ditutup, yang mungkin adalah untuk melindungi komunitas Kanekes sendiri dari serangan musuh-musuh Pajajaran.

Van Tricht, seorang dokter yang pernah melakukan riset kesehatan pada tahun 1928, menyangkal teori tersebut. Menurut dia, orang Kanekes adalah penduduk asli daerah tersebut yang mempunyai daya tolak kuat terhadap pengaruh luar (Garna, 1993b: 146). Orang Kanekes sendiri pun menolak jika dikatakan bahwa mereka berasal dari orang-orang pelarian dari Pajajaran, ibu kota Kerajaan Sunda. Menurut Danasasmita dan Djatisunda (1986: 4-5) orang Badui merupakan penduduk setempat yang dijadikan mandala' (kawasan suci) secara resmi oleh raja, karena penduduknya berkewajiban memelihara kabuyutan (tempat pemujaan leluhur atau nenek moyang), bukan agama Hindu atau Budha. Kebuyutan di daerah ini dikenal dengan kabuyutan Jati Sunda atau 'Sunda Asli' atau Sunda Wiwitan (wiwitan=asli, asal, pokok, jati). Oleh karena itulah agama asli mereka pun diberi nama Sunda Wiwitan.

Lukisan seorang Badui di Rijksmuseum Amsterdam sekitar tahun 1816 - 1846

Kepercayaan

Kepercayaan masyarakat Kanekes yang disebut sebagai ajaran Sunda Wiwitan, ajaran leluhur turun temurun yang berakar pada penghormatan kepada karuhun atau arwah leluhur dan pemujaan kepada roh kekuatan alam (animisme). Meskipun sebagian besar aspek ajaran ini adalah asli tradisi turun-temurun, pada perkembangan selanjutnya ajaran leluhur ini juga sedikit dipengaruhi oleh beberapa aspek ajaran Hindu, Buddha, dan di kemudian dari ajaran Islam.

Bentuk penghormatan kepada roh kekuatan alam ini diwujudkan melalui sikap menjaga dan melestarikan alam; yaitu merawat alam sekitar (gunung, bukit, lembah, hutan, kebun, mata air, sungai, dan segala ekosistem di dalamnya), serta memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada alam, dengan cara merawat dan menjaga hutan larangan sebagai bagian dalam upaya menjaga keseimbangan alam semesta. Inti kepercayaan tersebut ditunjukkan dengan adanya pikukuh atau ketentuan adat mutlak yang dianut dalam kehidupan sehari-hari orang Kanekes (Garna, 1993). Isi terpenting dari 'pikukuh' (kepatuhan) Kanekes tersebut adalah konsep "tanpa perubahan apa pun", atau perubahan sesedikit mungkin:

Lojor heunteu beunang dipotong, pèndèk heunteu beunang disambung (panjang tidak bisa/tidak boleh dipotong, pendek tidak bisa/tidak boleh disambung).

Tabu tersebut dalam kehidupan sehari-hari diinterpretasikan secara harafiah. Di bidang pertanian, bentuk pikukuh tersebut adalah dengan tidak mengubah kontur lahan bagi ladang, sehingga cara berladangnya sangat sederhana, tidak mengolah lahan dengan bajak, tidak membuat terasering, hanya menanam dengan tugal, yaitu sepotong bambu yang diruncingkan. Pada pembangunan rumah juga kontur permukaan tanah dibiarkan apa adanya, sehingga tiang penyangga rumah Kanekes sering kali tidak sama panjang. Perkataan dan tindakan mereka pun jujur, polos, tanpa basa-basi, bahkan dalam berdagang mereka tidak melakukan tawar-menawar.

Objek kepercayaan terpenting bagi masyarakat Kanekes adalah Arca Domas, yang lokasinya dirahasiakan dan dianggap paling sakral. Orang Kanekes mengunjungi lokasi tersebut untuk melakukan pemujaan setahun sekali pada bulan Kalima, yang pada tahun 2003 bertepatan dengan bulan Juli. Hanya Pu'un atau ketua adat tertinggi dan beberapa anggota masyarakat terpilih saja yang mengikuti rombongan pemujaan tersebut. Di kompleks Arca Domas tersebut terdapat batu lumpang yang menyimpan air hujan. Apabila pada saat pemujaan ditemukan batu lumpang tersebut ada dalam keadaan penuh air yang jernih, maka bagi masyarakat Kanekes itu merupakan pertanda bahwa hujan pada tahun tersebut akan banyak turun, dan panen akan berhasil baik. Sebaliknya, apabila batu lumpang kering atau berair keruh, maka merupakan pertanda kegagalan panen (Permana, 2003a).

Bagi sebagian kalangan, berkaitan dengan keteguhan masyarakatnya, kepercayaan yang dianut masyarakat adat Kanekes ini mencerminkan kepercayaan keagamaan masyarakat Sunda secara umum sebelum masuknya Islam.

Pemerintahan

Masyarakat Kanekes mengenal dua sistem pemerintahan, yaitu sistem nasional, yang mengikuti aturan negara Indonesia, dan sistem adat yang mengikuti adat istiadat yang dipercaya masyarakat. Kedua sistem tersebut digabung atau diakulturasikan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi benturan. Secara nasional, penduduk Kanekes dipimpin oleh kepala desa yang disebut sebagai jaro pamarentah, yang ada di bawah camat, sedangkan secara adat tunduk pada pimpinan adat Kanekes yang tertinggi, yaitu "Pu'un".

Struktur pemerintahan Kanekes

Pemimpin adat tertinggi dalam masyarakat Kanekes adalah "Pu'un" yang ada di tiga kampung tangtu. Jabatan tersebut berlangsung turun-temurun, namun tidak otomatis dari bapak ke anak, melainkan dapat juga kerabat lainnya. Jangka waktu jabatan Pu'un tidak ditentukan, hanya berdasarkan pada kemampuan seseorang memegang jabatan tersebut.

Mata pencaharian dan pemenuhan pangan

Sebagaimana yang telah terjadi selama ratusan tahun, maka mata pencaharian utama masyarakat Kanekes adalah bertani padi huma. Selain itu mereka juga mendapatkan penghasilan tambahan dari menjual buah-buahan yang mereka dapatkan di hutan seperti durian dan asam keranji, serta madu hutan. Bertani merupakan pekerjaan utama masyarakat Badui dan padi adalah tanaman utama yang dibudidayakan. Orang Badui menanam padi ladang atau ngahuma. Mereka pantang menanam di sawah, sehingga tidak pernah menggunakan cangkul untuk mengolah tanah. Alat pertanian yang digunakan yaitu parang dan tunggak untuk memasukkan benih. Di ladang, orang Baduy akan menanam padi satu kali dalam setahun dengan benih lokal. Masa tanam hingga panen membutuhkan waktu selama lima bulan.[4]

Interaksi dengan masyarakat luar

Masyarakat Kanekes yang sampai sekarang ini ketat mengikuti adat-istiadat bukan merupakan masyarakat terasing, terpencil, ataupun masyarakat yang terisolasi dari perkembangan dunia luar. Berdirinya Kesultanan Banten yang secara otomatis memasukkan Kanekes ke dalam wilayah kekuasaannya pun tidak lepas dari kesadaran mereka. Sebagai tanda kepatuhan/pengakuan kepada penguasa, masyarakat Kanekes secara rutin melaksanakan seba ke Kesultanan Banten (Garna, 1993). Sampai sekarang, upacara seba tersebut terus dilangsungkan setahun sekali, berupa menghantar hasil bumi (padi, palawija, buah-buahan) kepada Gubernur Banten (sebelumnya ke Gubernur Jawa Barat), melalui Bupati Lebak di Kecamatan Rangkasbitung. Di bidang pertanian, penduduk Kanekes Luar berinteraksi erat dengan masyarakat luar, misalnya dalam sewa-menyewa tanah, dan tenaga buruh.

Perdagangan yang pada waktu yang lampau dilakukan secara barter, sekarang ini telah mempergunakan mata uang rupiah biasa. Orang Kanekes menjual hasil buah-buahan, madu, dan gula kawung/aren melalui para tengkulak. Mereka juga membeli kebutuhan hidup yang tidak diproduksi sendiri di pasar. Pasar bagi orang Kanekes terletak di luar wilayah Kanekes seperti pasar Kroya, Cibengkung, dan Ciboleger.

Pada saat ini orang luar yang mengunjungi wilayah Kanekes semakin meningkat sampai dengan ratusan orang per kali kunjungan, biasanya merupakan remaja dari sekolah, mahasiswa, dan juga para pengunjung dewasa lainnya. Mereka menerima para pengunjung tersebut, bahkan untuk menginap satu malam, dengan ketentuan bahwa pengunjung menuruti adat-istiadat yang berlaku di sana. Aturan adat tersebut antara lain tidak boleh berfoto di wilayah Kanekes Dalam, tidak menggunakan sabun, sampo atau sikat gigi dengan pasta gigi di sungai, tidak boleh membuang sampah sembarangan. Namun, wilayah Kanekes tetap terlarang bagi orang asing (non-WNI). Beberapa wartawan asing yang mencoba masuk sampai sekarang selalu ditolak masuk.

Pada saat pekerjaan di ladang tidak terlalu banyak, orang Kanekes juga senang berkelana ke kota besar sekitar wilayah mereka dengan syarat harus berjalan kaki. Pada umumnya mereka pergi dalam rombongan kecil yang terdiri dari 3 sampai 5 orang, berkunjung ke rumah kenalan yang pernah datang ke Kanekes sambil menjual madu dan hasil kerajinan tangan. Dalam kunjungan tersebut biasanya mereka mendapatkan tambahan uang untuk mencukupi kebutuhan hidup.

Catatan

  1. ^ Tergantung wilayah yang mereka tinggali.

Rujukan

  1. ^ a b "Hasil Pencarian - KBBI Daring". kbbi.kemdikbud.go.id. 
  2. ^ Cahya, Kahfi Dirga, ed. (2020-07-20). "Saba Budaya Baduy Gantikan Wisata Baduy, Apakah Itu?". Kompas.com. Diakses tanggal 2021-08-07. 
  3. ^ BPS Provinsi Banten (2019). Pariwisata Banten dalam Angka Tahun 2019 (PDF). Dinas Pariwisata Provinsi Banten. hlm. 51. 
  4. ^ Arif, Ahmad (2021). Masyarakat Adat dan Kedaulatan Pangan. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. hlm. 251. ISBN 9786024814809. 

Kepustakaan

  • Adimihardja, K. (2000). Orang Baduy di Banten Selatan: Manusia air pemelihara sungai, Jurnal Antropologi Indonesia, Th. XXIV, No. 61, Jan-Apr 2000, hal 47 – 59.
  • Garna, Y. (1993). Masyarakat Baduy di Banten, dalam Masyarakat Terasing di Indonesia, Editor: Koentjaraningrat & Simorangkir, Seri Etnografi Indonesia No.4. Jakarta: Departemen Sosial dan Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial dengan Gramedia Pustaka Utama.
  • Iskandar, J. (1991). An evaluation of the shifting cultivation systems of the Baduy society in West Java using system modelling, Thesis Abstract of AGS Students, [1][pranala nonaktif permanen].
  • Makmur, A. (2001). Pamarentahan Baduy di Desa Kanekes: Perspektif kekerabatan, [2].
  • Nugraheni, E. & Winata, A. (2003). Konservasi lingkungan dan plasma Nutfah menurut kearifan tradisional masyarakat kasepuhan Gunung Halimun, Jurnal Studi Indonesia, Volume 13, Nomor 2, September 2003, halaman 126-143.
  • Permana, C.E. (2001). Kesetaraan gender dalam adat inti jagat Baduy, Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
  • Permana, C.E. (2003). Arca Domas Baduy: Sebuah referensi arkeologi dalam penafsiran ruang masyarakat megalitik, Indonesian Arheology on the Net, [3]
  • Permana, C.E. (2003). Religi dalam tradisi bercocok tanam sederhana, Indonesian Arheology on the Net, [4]
  • Ascher, Robert, 1971 Analogy in Archaeological Interpretation, dalam James Deetz (ed.) Mans Imprint from the Past. Boston: Little Brown. Hal: 262271.
  • Danasasmita, Saleh dan Anis Djatisunda,., 1986 Kehidupan Masyarakat Kanekes. Bandung: Sundanologi.
  • Ekadjati, Edi S., 1995 Kebudayaan Sunda (Suatu Pendekatan Sejarah). Jakarta: Pustaka Jaya.
  • Garna, Judhistira, 1988 Perubahan Sosial Budaya Baduy dalam Nurhadi Rangkuti (Peny.). Orang Baduy dari Inti Jagat. Bentara Budaya, KOMPAS, Yogyakarta: Etnodata Prosindo.
  • 1993 Masyarakat Baduy di Banten, dalam Koentjaraningrat (ed.) Masyarakat Terasing di Indonesia. Jakarta: Gramedia . Hal. 120-152)
  • Hoevell, W.R. van, 1845 Bijdrage tot de kennis der Badoeinen in het zuiden der residentie Bantam. TNI, VII: 335-430.
  • Iskandar, Johan, 1992 Ekologi Perladangan di Indonesia: Studi Kasus dari Daerah Baduy, Banten Selatan, Jawa Barat. Jakarta: Djambatan.
  • Jacobs, J. and J.J. Meijer, 1891 De Badoejs. s-Grahenhage: Martinus Nijhoff.
  • Koorders, D., 1869 Losse Aantekeningeng tijdens het bezoek bij de Badois, BKI, LVI: 335-341.
  • Kramer, C., 1979 Etnoarchaeology: Implication of Ethnography for Archaeology. New York: Columbia University Press.
  • Mundardjito., 1981 Etnoarkeologi: Peranannya dalam Pengembangan Arkeologi di Indonesia, dalam Majalah Arkeologi 1-2, IV:17-29
  • Permana, R. Cecep Eka, 1996 Tata Ruang Masyarakat Baduy. Tesis Antropologi Program Pascasarjana Universitas Indonesia.
  • Pleyte, C.M., 1909 Artja Domas, het zielenland der Badoejs. Tijdschrift voor Indishe Taal, land en Volkenkunde. LI:Afl. 6: 494-526.
  • Sucipto, Toto (Drs.); Limbeng, Julianus, S.Sn., M.Si. (2007). Dra. Siti Maria, ed. Studi Tentang Religi Masyarakat Baduy di Desa Kanekes Provinsi Banten. Seri pengungkapan nilai-nilai kepercayaan komunitas adat. Jakarta: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata; Direktorat Jenderal Nilai Budaya, Seni dan Film; Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 
  • Tricht, B. van, 1929 Levende Antiquiteiten in West-Java. Djawa IX: 43-120.
  • Rahardjo, D.M.; Rahayu (2002). Urang kanekes di Banten Kidul. Jakarta: Badan pengembangan kebudayaan dan pariwisata. OCLC 993742641. 

Pranala luar

Gambar pada pranala luar
Klik pranala guna melihat gambar
Arca Domas

Read other articles:

Si ce bandeau n'est plus pertinent, retirez-le. Cliquez ici pour en savoir plus. Cet article n’est pas rédigé dans un style encyclopédique (avril 2018). Vous pouvez améliorer sa rédaction ! Les soins de santé sont un domaine qui s'appuie sur les sciences appliquées et les connaissances en sciences biomédicales. Ils concernent la santé des humains et la santé animale. Dans les deux cas, ils comprennent des recherches et études scientifiques, ainsi que des études cliniques (étu…

この項目には、一部のコンピュータや閲覧ソフトで表示できない文字が含まれています(詳細)。 数字の大字(だいじ)は、漢数字の一種。通常用いる単純な字形の漢数字(小字)の代わりに同じ音の別の漢字を用いるものである。 概要 壱万円日本銀行券(「壱」が大字) 弐千円日本銀行券(「弐」が大字) 漢数字には「一」「二」「三」と続く小字と、「壱」「弐」…

Pour les articles homonymes, voir Bismarck. Plaque de Bismarck Nord Éponyme Archipel Bismarck Composition Lithosphère océanique Plaque principale Plaque pacifique Superficie 0,00956 stéradians Rotation · Vitesse : · Pôle eulérien : 0,33 °/Ma04° 00' S 139° 00' E(référentiel : plaque pacifique) modifier  La plaque de Bismarck Nord est une microplaque tectonique de la lithosphère de la planète Terre. Sa superficie est de 0,00956 stéradians. Elle est généra…

List of events ← 1580 1579 1578 1577 1576 1581 in Ireland → 1582 1583 1584 1585 1586 Centuries: 14th 15th 16th 17th 18th Decades: 1560s 1570s 1580s 1590s 1600s See also:Other events of 1581 List of years in Ireland Events from the year 1581 in Ireland. Incumbent Monarch: Elizabeth I Events April 19 – general pardon offered to participants in the Second Desmond Rebellion (other than the leaders).[1] Dermot O'Hurley appointed Archbishop of Cashel by Pope Gregory XIII, but is …

2020年夏季奥林匹克运动会波兰代表團波兰国旗IOC編碼POLNOC波蘭奧林匹克委員會網站olimpijski.pl(英文)(波兰文)2020年夏季奥林匹克运动会(東京)2021年7月23日至8月8日(受2019冠状病毒病疫情影响推迟,但仍保留原定名称)運動員206參賽項目24个大项旗手开幕式:帕维尔·科热尼奥夫斯基(游泳)和马娅·沃什乔夫斯卡(自行车)[1]闭幕式:卡罗利娜·纳亚(皮划艇)[2…

Cet article est une ébauche concernant le bois et la forêt, l’archéologie, les Nord-Amérindiens et le Colorado. Vous pouvez partager vos connaissances en l’améliorant (comment ?) selon les recommandations des projets correspondants. Pour l’article homonyme, voir Indian. Indian GrovePrésentationType Bosquet, site archéologiqueCivilisation Utes (?)Patrimonialité Inscrit au NRHP (2000)Smithsonian 5SH1035LocalisationLocalisation Comté de Saguache, Colorado  États-UnisA…

Diagram dindingJingga : Lis atas, Hijau : Lis tengah, Kuning : Dinding separa, Ungu : Lis lantai Lis dinding majemuk dibuat dari beberapa elemen balok individual Lis atas adalah bentuk birai yang dibuat dari lis dekoratif yang dipasang di atas dinding interior. Hal ini juga digunakan di atas pintu, jendela, pilaster dan lemari . Secara historis terbuat dari plester atau kayu, instalasi Lis atas modern mungkin terdiri dari satu elemen, atau kumpulan beberapa komponen menjadi s…

This article is about the former village of Dravlje. For the Dravlje District, see Dravlje District. Place in Upper Carniola, SloveniaDravljeDravljeLocation in SloveniaCoordinates: 46°4′49″N 14°28′47″E / 46.08028°N 14.47972°E / 46.08028; 14.47972Country SloveniaTraditional regionUpper CarniolaStatistical regionCentral SloveniaMunicipalityLjubljanaElevation[1]311 m (1,020 ft) Dravlje (pronounced [ˈdɾaːu̯ljɛ]; German: Draule[2&…

Mirko Rački, Mural in Croatian State Archives building Mirko Rački (13 October 1879 – 21 August 1982) was a Croatian painter. Rački was born in Novi Marof, and graduated from the Teacher's Academy in Zagreb. He then went to the private art school of Heinrich Strehblow in Vienna, then studied at the Academy in Prague under Vlaho Bukovac and in Vienna under W. Unger. He lived in Munich from 1907 to 1914, then in Rome, Geneva, Zagreb, and finally in Split. His most productive period was when h…

This article relies largely or entirely on a single source. Relevant discussion may be found on the talk page. Please help improve this article by introducing citations to additional sources.Find sources: Canoeing at the 2022 Asian Games – Women's C-2 500 metres – news · newspapers · books · scholar · JSTOR (October 2023) Women's C-2 500 metres at the 2022 Asian GamesVenueFuyang Water Sports CentreDate2 October 2023Competitors18 from 9…

Honorary position in the British parliament Father of the HouseIncumbentSir Peter Bottomleysince 13 December 2019House of Commons of the United KingdomMember ofHouse of CommonsSeatWestminsterFirst holderWilliam Wither Bramston Beachcirca. 1899 The father of the House is a title that is bestowed on the senior member of the House of Commons who has the longest continuous service. If two or more members have the same length of current uninterrupted service, then whoever was sworn in earliest, …

Legal rights and human rights relating to labor relations between workers and employers This article is about the legal and human rights associated with labor relations. For the Australian political faction, see Labor Right. This article includes a list of general references, but it lacks sufficient corresponding inline citations. Please help to improve this article by introducing more precise citations. (September 2017) (Learn how and when to remove this message) Part of a series onOrganized la…

Valley in Southcentral Alaska, north of Anchorage Mat-Su redirects here. For the borough, see Matanuska-Susitna Borough, Alaska. Map of the region. It is worth noting that the name is a misnomer as there are two separate valleys Matanuska-Susitna Valley (/mætəˈnuːskə suːˈsɪtnə/) (known locally as the Mat-Su or The Valley) is an area in Southcentral Alaska south of the Alaska Range about 35 miles (56 km) north of Anchorage, Alaska.[1] It is known for the world record sized c…

City in Alaska, United States Wasilla redirects here. For the Ossetian god of the same name, see Ossetian mythology. For the Arabic word, see Tawassul. City in Alaska, United StatesWasilla BentehCityCity of WasillaView of Main Street from the Parks HighwayWasilla City HallWasilla Lake seen from the Parks HighwayIditarod headquarters signWasilla Depot FlagSealLocation in Matanuska-Susitna Borough and the state of Alaska.WasillaLocation in AlaskaShow map of AlaskaWasillaLocation in North AmericaSh…

Women's gymnastic team representing University of Minnesota Minnesota Golden Gophers women's gymnasticsFounded1974UniversityUniversity of MinnesotaHead coachJenny Hansen (1st season)ConferenceBig TenLocationTwin Cities, MinnesotaHome arenaMaturi Pavilion (Capacity: 5,700)NicknameMinnesota Golden GophersColorsMaroon and gold[1]   NCAA Regional championships1980, 1982NCAA Tournament appearances1997, 2002, 2013, 2022Conference championships1988, 1989, 1991, 199…

Публічне акціонерне товариство «Мотор Січ» Логотип Тип ПАТОрганізаційно-правова форма господарювання відкрите акціонерне товариствоГалузь машинобудуванняСпеціалізація виготовлення авіаційних двигунівЛістинг на біржі ПФТС: MSICHГасло Енергія, народжена для польотуЗас…

2015 concert tour by Luke Bryan Kick the Dust Up TourTour by Luke BryanPromotional poster for the tourAssociated albumSpring Break...Checkin' OutKill the LightsStart dateMay 8, 2015End dateOctober 30, 2015Legs1No. of shows52Box officeU.S. $71.5 millionLuke Bryan concert chronology That's My Kind of Night Tour(2014–15) Kick the Dust Up Tour(2015) Farm Tour(2015)Kill the Lights Tour(2016) Kick the Dust Up Tour was the third headlining concert tour by American country music singer Luke Bryan, in …

Voce principale: Terrorismo. Questa voce o sezione sull'argomento storia d'Italia non cita le fonti necessarie o quelle presenti sono insufficienti. Puoi migliorare questa voce aggiungendo citazioni da fonti attendibili secondo le linee guida sull'uso delle fonti. Segui i suggerimenti del progetto di riferimento. 2 agosto 1980: i soccorsi si avviano verso la stazione di Bologna dopo l'esplosione della bomba Via D'Amelio subito dopo la strage del 19 luglio 1992 L'agguato di via Fani il 16 ma…

هذه الصفحة صفحة نقاش مخصصة للتحاور بخصوص نطاقات الإنترنت. هذه الصفحة ليست منتدىً للنقاش العام عن نطاقات الإنترنت، أي نقاش من قبيل هذا سيُحذف. إذا كنت تريد مناقشة أمر عن ويكيبيديا نفسها بصفة عامة، توجَّه إلى الميدان. وقِّع عند الانتهاء من كل مداخلة بكتابة أربع مدات ~~~~ مواضيع …

←Railway station in Navi Mumbai, Maharashtra, India This article has an unclear citation style. The references used may be made clearer with a different or consistent style of citation and footnoting. (February 2019) (Learn how and when to remove this message) Seawoods–DaraveMumbai Suburban Railway stationGeneral informationLocationNavi MumbaiCoordinates19°01′19″N 73°01′08″E / 19.022°N 73.019°E / 19.022; 73.019Elevation3mOwned byMinistry of Railways, India…