Talas, keladi, atau seratah (Colocasia esculenta L.) adalah tumbuhan penghasil umbi-umbian yang cukup penting. Tanaman ini berasal dari suku talas-talasan atau Araceae[5]. Diduga asli berasal dari Asia Tenggara atau Asia Tengah bagian selatan, talas diperkirakan telah dibudidayakan manusia sejak zaman purba, bahkan pada zaman sebelum padi ditanam orang.[6] Kini talas telah menyebar ke berbagai belahan dunia, termasuk India, Tiongkok, Afrika Barat dan Utara, dan Hindia Barat.[6] Talas merupakan makanan pokok, selain sukun, di beberapa kepulauan di Oseania. Di Indonesia, talas populer ditanam di hampir semua daerah.
Banyak nama dalam bahasa-bahasa daerahnya yang merujuk pada umbi ini, misalnya talé, kĕladi, sukat, suhat, seuhat, suwat (Bat.); taro (Nias); taléh, kaladi, kuladi (Min.); talos, kĕladi (Lamp.); talĕs, kĕladi, kujang, luèh (Day.); taleus, bolang (Sd.); tales, janawari (Jw.); tales, kaladi (Md.); talĕs, kladi (Bl.); lomak (Sas.); talé, koladi, kolai, kolei, korei, kore (aneka dialek di Sulut); aladi, suli, kosi, paco (Sulsel); lole, ufi lole (Timor); inane, inano, inan, ina wuu, ronan, kětu, etu, hakar, wakal, gwal (berbagai pulau di Maluku); bètè, ota, dilago, komo (Maluku Utara); ifen (Biak); omo, uma, warimu, hèkérè, sèkéré, yéfam (Papua).[7] Sementara talas dalam bahasa Inggris disebut taro, old cocoyam, dasheen, dan eddoe.[6]
Pengenalan
Herba, dengan semacam umbi yang disebut Bonggol (Ingg.: corm, umbi bonggol) yang tumbuh di bawah tanah; tingginya 0,4–1,5 m.Daun-daun 2–5 helai; dengan tangkai berwarna hijau, bergaris-garis hijau tua atau keunguan, 23–150 cm, pangkalnya berbentuk pelepah; helaian daun 6,60 × 7,53 cm, bundar telur, jorong, atau lonjong, dengan ujung meruncing, kadang-kadang berwarna keunguan di sekitar menancapnya tangkai, sisi bawahnya berlilin, taju pangkalnya membulat.[8]
Perbungaan terjadi di dalam tongkol di ketiak, bertangkai 15–60 cm. Seludang bunga 10–30 cm, terdiri atas dua bagian, yang atas lebih panjang, kuning oranye dan rontok. Tongkol berwarna mentega pada bagian jantannya. Buah buni berwarna hijau, lk. 0,5 cm. Biji berbentuk gelendong, beralur membujur.[8]
Manfaat
Talas terutama ditanam untuk dimakan umbinya, yang merupakan sumber karbohidrat yang cukup penting. Namun umbi ini mengandung getah yang gatal, yang berbeda-beda ketajamannya menurut jenisnya, sehingga harus dimasak terlebih dulu sebelum dapat dikonsumsi. Memakan talas tak boleh berlebihan, karena ia mengandung getah yang mengakibatkan gatal. Terlalu banyak memakan talas menimbulkan rasa begah dan gangguan pencernaan.[9] Umbi talas dapat diolah dengan cara dikukus, direbus, dipanggang, digoreng, atau diolah menjadi tepung, bubur, dan kue-kue.
Di beberapa daerah di Indonesia di mana padi tidak dapat tumbuh, antara lain di Kepulauan Mentawai dan Papua, talas dimakan sebagai makanan pokok, dengan cara dipanggang, dikukus, atau dimasak dalam tabung bambu. Di Hawaii dan beberapa bagian Kepulauan Polinesia, umbi talas dikukus dan ditumbuk untuk dibuat pasta yang selanjutnya dapat difermentasi untuk menghasilkan puding.[6] Di Jawa dan juga di tempat-tempat lain di Indonesia, umbi talas dikukus atau digoreng untuk dinikmati sebagai camilan.
Di samping umbi, daun dan tangkai daun talas yang muda dapat dimanfaatkan sebagai sayuran. Sayur lompong dari Jawa Barat adalah sejenis gulai yang memanfaatkan bagian pucuk dan tangkai daun talas yang muda,[7] dimasak dengan atau tanpa santankelapa. Daun-daunnya yang muda terkenal sebagai pembungkus buntil yang disukai.[6]
Daun talas, tua atau muda, juga dimanfaatkan sebagai pakan ikan gurame. Daun, tangkai daun, dan umbinya digunakan sebagai campuran pakan ternak, terutama ternak babi.[6]
Daun talas berbentuk perisai yang besar. Daun ini dapat digunakan sebagai pelindung kepala saat hujan. Permukaan daunnya ditumbuhi rambut-rambut halus yang menjadikannya kedap air, yakni air akan mengalir langsung meninggalkan permukaan daun tanpa membasahinya. Karena lebarnya, daun talas dapat digunakan sebagai pembungkus, misalnya untuk ikan basah, di pasar tradisional.
Rasa talas itu sendiri manis dan pedas, dan sifatnya netral. Umbinya sedikit beracun, berkhasiat anti-radang, dan mengurangi bengkak. Daun dan tangkainya bersifat astringen. Umbi dan tangkai daunnya mengandung tepung, villose, polifenol, dan saponin. Daunnya mengandung polifenol. Untuk pemakaian luar, cuci daun berikut tangkainya, lalu giling hingga halus. Turapkan ia ke borok, bisul, atau bagian yang terkena air panas.[9]
Talas pandan: baunya ibarat pandan wangi kalau sudah direbus. Ciri-cirinya, berwarna sedikit ungu, dan pangkal pelepahnya berwarna agak merah.
Talas ketan: agak lekat (lengket) seperti ketan saat sudah direbus. Warnanya hijau muda, dan kerap membuat anakan banyak sekali. Talas ketan yang dikenal dengan nama talas bogor atau talas lambao adalah hasil seleksi Balai Penelitian Pertanian di Bogor, yang dulu dikenal dengan nama Algemene Proefstation de Landbouw.
Talas banteng: besar umbinya, tetapi sayang, tidak enak rasanya. Talas ini tangkainya warna ungu.
Talas lahun anak: talas ini punya banyak anakan, tetapi sayang, kecil-kecil ukurannya.
Talas yang sering dijual di pasar adalah talas pandan dan ketan. Penanaman talas hendaknya dilakukan pada permulaan musim hujan saja. Pilihlah tanah yang banyak disinari matahari untuk penanaman. Buatlah lubang sedalam 50 × 50 cm, dengan jarak antar lubang 80 cm. Kemudian, isilah lubang itu dengan pupuk kandang atau sampah dapur, dan timbuni tanah itu. Kemudian tancap bibit talas tersebut dengan perbandingan 2/3 bagian badannya itu tertancap.[10] Kalau tanaman sudah berumur sebulan, sianglah semua rumput yang ada di sekitarnya. Kalau tanaman sudah berumur 2-3 bulan, iris dulu tepian batangnya. Kemudian, timbun lagi dengan tanah. Pastikan, jangan sampai terlalu banyak anakan yang tumbuh. Kalau anakan cuma satu-dua saja, masih boleh untuk persediaan bibit kelak. Pada umur 7-8 bulan, talas baru bisa dipanen. Tanaman dibongkar keseluruhannya, dan umbinya dipotong dari batangnya.[10]
^Linné, C. von & L. Salvius. 1753. Species plantarum :exhibentes plantas rite cognitas, ad genera relatas, cum differentiis specificis, nominibus...Tomus II: 965. Holmiae :Impensis Laurentii Salvii.
^ abHeyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna IndonesiaI: 497-9. Badan Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan. Jakarta. (versi berbahasa Belanda-1913- I: 156, sebagai Colocasia antiquorum Schott)
^ abSteenis, CGGJ van. 1981.Flora, untuk sekolah di Indonesia. PT Pradnya Paramita, Jakarta. Hal. 143-4