Herba secara umum merupakan kelompok komponen tumbuhan yang luas namun tidak mencakup sayuran dan komponen tumbuhan lainnya yang menjadi nutrisi makro dalam gizi manusia (umbi, serealia pangan). Herba umumnya sangat beraroma dan digunakan sebagai bumbu dapur, bahan baku pewangi, obat-obatan, dan kebutuhan spiritual. Herba yang digunakan sebagai bumbu masak dapat juga disebut rempah-rempah dalam bahasa Indonesia, tetapi istilah rempah daun kini juga telah digunakan.[1] Herba merupakan komponen dari tumbuhan terna,[2] yaitu "tumbuhan dengan batang lunak tidak berkayu atau hanya mengandung jaringan kayu sedikit sekali sehingga pada akhir masa tumbuhnya mati sampai ke pangkalnya tanpa ada bagian batang yang tertinggal di atas tanah".[3]
Dalam botani, istilah "herba" merujuk kepada tumbuhan terna.[4] Namun dalam berbagai kebutuhan seperti terapi dan spiritual, bagian tumbuhan apapun dapat disebut dengan herba sehingga definisi dari herba dapat sangat luas. Berbagai spesies pohon utuh, semak, tanaman merambat, paku, lumut, alga, liken, hingga jamur dapat disebut sebagai herba.[5][6]
Etimologi
Dalam bahasa Prancis Modern pada abad ke-12, “herbe” diartikan sebagai rumput, tanaman untuk pakan hewan. Dari bahasa latin, “herba” diartikan sebagai rumput, rumput liar, gulma. Dalam bahasa Spanyol disebut dengan “yerba”, bahasa Portugis “herva”, bahasa Italia “erba”. Pada abad ke-15 dari bahasa latin, kata “herba” diserap oleh bahasa Inggris. Tetapi, “h” dibisukan hingga abad ke-19.[7]
Batasan definisi
Herba dan rempah merupakan istilah yang sering dianggap sama sehingga definisi dari keduanya dapat dibatasi sebagai berikut:[8]
Herba diartikan sebagai daun kering dari tanaman yang memiliki bau aromatik yang digunakan untuk memberikan rasa dan aroma pada makanan. Bagian daun ini biasanya dijual terpisah dari batang tanaman dan batang daun
Rempah diartikan sebagai bagian kering dari tanaman dengan bau aromatik kecuali bagian daunnya. Pengertian ini sangat luas dan mencakup hampir semua bagian dari tanaman
Rempah daun berbeda dengan sayuran karena mereka digunakan dalam jumlah yang sedikit dan hanya menyediakan rasa, bukan volume dari masakan.[9] Kaisar Charlemagne (742–814) telah meragkum 74 herba yang berbeda yang ditanam di kebunnya. Hubungan antara penggunaan herba dan kesehatan manusia telah diketahui di Eropa sejak Abad Pertengahan, dengan buku The Forme of Cury yang telah terbit pada abad ke-14 mendorong penggunaan herba di dalam masakan.[10]
Indonesia
Di Indonesia, herba kemangi menjadi salah satu herba yang popular digunakan dalam berbagai masakan. Herba kemangi biasanya dapat dikonsumsi secara langsung sebagai lalap ataupun sebagai penambah aroma masakan. Lalap dengan daun kemangi banyak dikonsumsi oleh masyarakat Sunda di daerah Jawa Barat[11]. Budaya konsumsi lalap oleh masyarakat Sunda sudah ada sejak abad ke-10 Masehi dan disebut dalam Prasasti Taji pada tahun 901 Masehi[12]. Konsumsi herba kemangi dipercaya dapat menghilangkan bau mulut dan bau badan.[13][14]
Italia
Makanan Italia terkenal dengan penambahan herba di dalamnya untuk meningkatkan aroma dan rasa makanan. Herba yang digunakan dapat berupa herba segar ataupun yang telah dikeringkan. Beberapa herba yang banyak digunakan dalam makanan Italia adalah[15]
Basil. Basil merupakan herba yang paling banyak digunakan dalam makanan Italia. Basil dapat digunakan baik dalam kondisi segar ataupun telah dikeringkan. Basil segar biasa digunakan untuk “cold dishes” atau ditambahkan setelah memasak. Sementara itu, basil kering digunakan di awal sebelum makanan dimasak untuk menambah rasa dan aroma contohnya ditambahkan untuk membuat sup dan saus. Rasa dan aroma basil dapat menyatu dengan bumbu pelengkap Italia lain seperti keju, tomat, dan cuka balsamik.
Oregano. Dalam masakan sehari-hari, oregano biasanya digunakan untuk membuat saus pasta dari tomat. Penambahan oregano ke dalam masakan tradisional banyak ditemui di daerah selatan Italia dan Sisilia. Oregano biasanya digunakan dalam bentuk keringnya dibandingkan dengan bentuk segarnya karena aroma dan rasa oregano yang telah dikeringkan lebih tajam dibandingkan bentuk segarnya.
Rosemari. Dalam masakan tradisional Itali, rosemari banyak digunakan untuk memanggang daging karena aromanya yang unik. Rosemari biasanya ditambahkan dalam bentuk segar di awal proses memasak.
Timi. Herba timi digunakan dalam bentuk segar ataupun kering, tergantung dari jenis makanan yang akan dimasak. Bentuk segarnyanya memiliki aroma seperti campuran lemon dan mint yang tajam. Oleh karena itu, pengguna herba timi sering disandingkan dengan penambahan lemon. Timi merupakan bagian dari keluarga mint dan banyak digunakan pada berbagai makanan Mediterania. Herba timi biasanya ditambahkan ke dalam sayuran, kentang, atau daging sebelum dipanggang.
Peterseli. Peterseli atau dalam bahasa Inggris disebut parsley adalah salah satu herba yang paling umum digunakan dalam masakan Italia seperti di dalam pasta, saus, dan sup. Peterseli digunakan untuk menambah unsur rasa dan aroma pedas ke dalam masakan. Terdapat dua varietas peterseli yaitu yang berdaun datar dan daun keriting. Namun, peterseli daun datar lebih umum digunakan dalam masakan Italia sehingga sering disebut “Peterseli Italia”. Daun datar memiliki rasa dan aroma yang lebih kuat dalam membumbui masakan sementara daun keriting lebih banyak digunakan sebagai hiasan makanan.
Sage. Sage banyak digunakan dalam bentuk segar dibandingkan dengan bentuk kering contohnya ditambahkan pada makanan yang dimasak dengan saus mentega. Sage banyak ditambahkan ke dalam hidangan pasta seperti gnocchi, risotto, dan ravioli.
Bay. Bentuk daun bay segar memiliki rasa kompleks yang tajam di lidah sehingga daun bay kering lebih sering ditambahkan ke dalam makanan. Daun bay kering banyak ditambahkan pada sup, kaldu, daging, dan acar sayuran.
Marjoram. Marjoram memiliki rasa dan aroma yang serupa dengan oregano tetapi lebih lembut. Marjoram sering digunakan untuk bumbu salad, marinasi, dan saus.
Beberapa herba dapat diseduh dengan air mendidih untuk membentuk teh herbal.[4][5] Biasanya herba yang digunakan dalam wujud daun, bunga, maupun biji-bijian yang telah dikeringkan.[4] Teh herbal biasanya dibuat dari herba aromatik,[16] tidak mengandung tannin maupun kafein,[4] dan umumnya tidak dicampur susu.[5] Teh herbal amat dikaitkan dengan relaksasi dan kebutuhan spiritual.[16]
Teh herbal dapat terdiri dari satu atau lebih zat herbal dengan tujuan untuk dikonsumsi dan dibuat dengan cara infus, dekok, atau maserasi. Infus merupakan teknik preparasi teh herbal dengan cara menuangkan air mendidih pada bahan herbal dan diseduh hingga jangka waktu biasanya 5-15 menit. Infus lebih cocok digunakan untuk preparasi daun, bunga, dan bagian tanaman yang halus. Sementara dekok sedikit berbeda, pada teknik preparasi dengan dekok bahan herbal direbus dengan air hingga mendidih selama 15-30 menit. Untuk bagian tanaman yang lebih keras seperti kayu, rimpang, dan kulit kayu, teknik preparasi dengan maserasi lebih baik digunakan. Maserasi dilakukan dengan cara merendam bahan herbal pada suhu kamar selama kurang lebih 30 menit. Teknik preprasi teh herbal dapat berbeda-beda di tiap wilayah tergantung dari tradisi dan tujuan pengobatan misalnya teh herbal dapat diinfus beberapa kali (ekstraksi berulang) dan dapat diekstraksi pada suhu yang berbeda.[17]
Beberapa teh herbal yang popular dipasaran yaitu:
Teh rooibos (Aspalathus linearis). Teh Rooibo merupakan teh herbal yang berasal dari Afrika Selatan. Untuk membuat teh rooibos, daun dan batang kering dapat difermentasi terlebih dahulu atau langsung tanpa difermentasi.[18]
Teh honeybush (Cyclopia intermedia). Teh honeybush berasal dari Afrika Selatan. Bagian yang digunakan adalah daun dan batang yang telah dikeringkan dan difermentasi.[19]
Teh kamomil (Matricaria recutita). Bagian yang digunakan adalah bunga yang telah dikeringkan. Teh kamomil berasal dari kawasan Eropa dan Asia Barat.[20]
Teh rosehip (Rosa spp.). Genus Rosa tersebar di daerah Eropa, Timur Tengah, Asia, dan Amerika Utara. Bagian yang digunakan adalah buah yang telah dikeringkan.[21]
Teh yerba mate (Ilex paraguariensis). Untuk membuat The yerba mate digunakan batang dan daun yang telah tua kemudian difermentasi. Teh yerba mate berasal dari Amerika Selatan.[22]
Teh peppermint (Mentha piperita). Bagian yang digunakan adalah daun yang telah dikeringkan. Teh peppermint diperkenalkan di wilayah Eropa.[23]
Teh nettle (Urtica dioica). Bagian yang digunakan adalah daun yang telah dikeringkan. Genus Urtica tersebar luas di daerah Eropa, Amerika Utara, Afrika Utara, dan beberapa daerah di Asia.[24]
Herba telah digunakan sejak jaman prasejarah, hingga 5000 sebelum masehi, dibuktikan dalam tulisan beraksara pakuSumeria yang menyatakan bahwa herba telah digunakan dalam pengobatan.[25]Aelius Galenus, seorang dokter pada jaman Yunani Kuno, diketahui telah memasukkan hingga lebih dari seratus herba dalam ramuan-ramuannya.[26]
Rasional dari penggunaan herba sebagai obat-obatan adalah kandungan fitokimia di dalamnya yang memiliki efek bagi tubuh. Meski terlihat manfaatnya saat digunakan dalam jumlah sedikit, beberapa senyawa fitokimia tersebut juga dapat bersifat toksik jika dikonsumsi dalam jumlah besar.[27]
Berbagai herba juga diketahui bersifat psikoaktif sehingga tidak hanya dimanfaatkan sebagai pengobatan, tetapi juga sebagai rekreasi dan spiritual. Ganja dan koka adalah contoh dua herba yang bersifat psikoaktif tersebut. Ganja telah digunakan manusia sejak jaman holocene, sedangkan penggunaan daun koka telah berlangsung di pedalaman Peru sejak 8000 yang lalu.[28][29] Suku pribumi Australia telah menggunakan berbagai tumbuhan, utamanya sejenis mint (Mentha australis) dan eucalyptus, sebagai obat-obatan.[26]
Ephedra. Ephedra (Ephedra sinica) telah digunakan untuk pengobatan selama lebih dari 5000 tahun. Dalam bahasa Cina, Ephedra sinica disebut dengan ma huang yang artinya astringent kuning merupakan salah satu herba yang telah lama digunakan di Cina sebagai untuk pengobatan. Secara tradisional, E. sinica digunakan sebagai stimulansia, antiasma, dan pengobatan untuk asma bronkial, batuk, demam, flu, sakit kepala, edema, dan alergi.[32][33] Di Asia Tengah, Ephedra adalah salah satu tanaman utama yang diidentifikasi sebagai tanaman soma (atau haoma). Menurut budaya Indo-Iran kuno, tanaman soma digunakan untuk membuat minuman yang dapat membuat umur panjang dan mencapai keabadian. Sisa dari tumbuhan Ephedra dan Cannabis ditemukan dari mangkuk keramik yang ditempatkan di "kuil-kuil api suci", menunjukkan kemungkinan dibuatnya minuman ritualistik dari tumbuhan. Tradisi konsumsi minuman soma tampaknya juga dipengaruhi oleh Yunani Kuno dan saat ini masih dilestarikan di kalangan Zoroaster.[34] Pada 2004 oleh FDA, penggunaan ephedra dilarang karena kandungan alkaloid efedrin di dalamnya yang memicu kerusakan hati.[33][35] Di Indonesia, Ephedra merupakan obat herbal yang termasuk dalam daftar negatif atau negative list sehingga dilarang digunakan untuk pengobatan.[36]
Tembakau Indian. Oleh penduduk asli Amerika atau masyarakat Indian, tembakau Indian (Lobelia inflata) digunakan untuk ritual keagamaan. Pada abad ke-16, seorang dokter dan ahli botani yang berasal Amerika Utara, Matthias de Lobel, pertama kali memperkenalkan tembakau Indian untuk pengobatan. Masyarakat Indian secara tradisional menggunakan L. inflata untuk mengobati penyakit pernapasan. Lobelia inflata, juga digunakan untuk mengatas beberapa kondisi antara lain kolik, rematik, demam, asma, abses, insomnia, tetanus, dan syok. Namun pada tahun 1993, penggunaan Lobelia inflata dilarang oleh FDA dikarenakan tercatat adanya korban jiwa.[37][38]
Skullcap. Skullcap (Scutellaria lateriflora) adalah tanaman yang digunakan oleh penduduk asli Amerika untuk pengobatan dan upacara keagamaan. Skullcap digunakan untuk “mengikat” pasangan bersama-sama dalam ritual pernikahan, dan dianggap melindungi dari mantra jahat.[39] Bagian dari skullcap yang digunakan untuk pengobatan adalah daun dan batang yang telah dikeringkan. Skullcap dipercaya dapat mengobati kecemasan, stres, insomnia, gangguan menstruasi, masalah pencernaan, histeria, ketegangan saraf, epilepsi, dan chorea. Nama skullcap mengacu pada kemiripan bentuk bunganya dengan helm yang digunakan oleh tentara Eropa. Saat ini, skullcap digunakan sebagian besar sebagai obat penenang dan pil tidur yang penggunannya dikombinasi dengan herba lain seperti valerian. Namun secara klinis, konsumsi skullcap telah dikaitkan dengan kerusakan hati.[40][41]
^Small, E.; National Research Council Canada (2006). Culinary Herbs. NRC Research Press. hlm. 1. ISBN978-0-660-19073-0. Diakses tanggal 9 October 2018.
^Freeman, Margaret B. (1943). Herbs for the Medieval Household, for Cooking, Healing and Divers uses. New York: The Metropolitan Museum of Art. hlm. ix–x.
^"Glossary on herbal teas"(PDF). European Medicine Agency. 2010-07-15. Diakses tanggal 22-01-22.Parameter |first1= tanpa |last1= di Authors list (bantuan); Periksa nilai tanggal di: |access-date= (bantuan)