Sindang Beliti Ulu mendapatkan namanya dari Sungai Beliti yang melintasi wilayah ini. Sungai ini merupakan salah satu dari sembilan sungai besar di wilayah Sumatra Bagian Selatan.[8] Penggunaan kata "ulu" pada namanya menunjukkan bahwa SBU terletak di kawasan hulu sungai Beliti, berkebalikan dengan Sindang Beliti Ilir yang sesuai namanya berada di kawasan yang lebih jauh dari hulu sungai (bagian hilir).
Kondisi wilayah
Kecamatan ini merupakan wilayah terkurung daratan. Semua desanya berada di pedalaman dan jauh dari pesisir, oleh karenanya bukan daerah rawan tsunami.[9] Tanah longsor, banjir, dan kekeringan adalah jenis bencana alam yang paling sering terjadi, masing-masing pada 2020 terjadi sebanyak tiga, tiga, dan dua kali.[10] Bencana yang melanda Sindang Beliti Ulu pada tahun 2020 tidak menelan korban jiwa.[11]
Administrasi
Sindang Beliti Ulu dibagi menjadi sembilan desa yang semuanya berstatus definitif,[12] yakni sebagai berikut.[13]
Antara 2010-2020, penduduk SBU mengalami penurunan sebesar 0,39% dan enam di antara seluruh desa di wilayah ini mencatatkan laju pertumbuhan penduduk negatif.[14]Sensus 2020 menunjukkan bahwa kecamatan ini memiliki penduduk sebanyak 11.400 jiwa.[14] Angka seks rasio kecamatan ini adalah 106.[15]
Berdasarkan kelompok usia, usia 15-64 tahun adalah kelompok dengan jumlah terbanyak, 8.331 dari total populasi kecamatan. Kelompok usia 0-14 tahun menyusul dengan 2.533 jiwa, diikuti kelompok usia lanjut (>65 tahun) sebesar 536 jiwa.[16]
Desa-desa dengan penduduk terbanyak adalah Apur (2.182 jiwa), Lubuk Alai (1.793 jiwa), dan Lawang Agung (1.466 jiwa). Sementara desa dengan penduduk paling sedikit adalah Air Nau (652 jiwa).[17] Air Nau pula mencatatkan laju pertumbuhan penduduk negatif tertinggi se-Kecamatan Sindang Beliti Ulu. Dalam satu dekade, penduduk desa ini berkurang 4,14%. Lawang Agung dan Tanjung Agung menyusul sebagai desa dengan laju pertumbuhan penduduk negatif tertinggi kedua dan ketiga, masing-masing berkurang 1,58 dan 1,54%.[17]
Sebagian besar keluarga di SBU sudah menikmati listrik. Jumlah pengguna listrik di kecamatan ini seluruhnya mencapai 5.151 keluarga. Semuanya, kecuali 44 keluarga di Air Nau, melanggan listrik ke PLN.[18] Non-pengguna listrik mencapai 445 keluarga, 84 di antaranya berada di Air Nau.[18]
Kesehatan
Kecamatan ini tidak memiliki rumah sakit dan akses masyarakat ke rumah sakit terdekat sangat sulit.[19] Fasilitas kesehatan utama adalah puskesmas non-rawat inap di Desa Tanjung Agung.[20] Tenaga kesehatan yang melayani Sindang Beliti Ulu meliputi seorang dokter umum, enam perawat, dan 16 bidan.[21]
Data tahun 2018 dan 2020 menunjukkan bahwa di kecamatan ini tidak ditemukan kasus gizi buruk.[22]
Pendidikan
Terdapat 16 fasilitas pendidikan di Sindang Beliti Ulu,[23] dengan rincian 12 SD (semuanya berstatus negeri),[24] tiga SMP (semuanya berstatus negeri),[25] dan sebuah SMA yang berstatus negeri.[26] Sekolah-sekolah di SBU tersebar di semua desa, kecuali Air Nau.[23]
Per tahun 2020, tidak tercatat adanya SMK dan perguruan tinggi di wilayah ini.[27] Pada umumnya akses penduduk ke perguruan tinggi tergolong sulit. Khusus Desa Karang Pinang, Lubuk Alai, dan Tanjung Agung, akses ke perguruan tinggi sangat sulit.[28]
SBU memiliki 100 guru SD yang menangani 1.217 murid, 34 guru SMP dengan 415 murid, serta 18 guru SMA dengan 123 murid.[29]
Kondisi sosial
Suku Lembak adalah kelompok pribumi di wilayah ini. Mereka berbicara dalam bahasa asli, bahasa Lembak, dan mendiami tanah yang dikenal dengan istilah Sindang Merdiko.[30]Sindang Merdiko sendiri sejak lama dikenal sebagai zona penyangga antara Rejang Empat Petulai dan Kesultanan Palembang, yang statusnya adalah semi-otonom.[30] Wilayah yang termasuk Sindang Merdiko meliputi seluruh kecamatan di Rejang Lebong yang berpenduduk asli suku Lembak. Sindang Beliti Ulu adalah salah satu di antaranya.
Mayoritas penduduknya menganut agama Islam, yang tercermin dari keberadaan 11 masjid dan empat musala di seluruh desa di kecamatan ini. Sementara itu, data penganut agama lain tidak diketahui dan sarana peribadatan non-muslim tidak dapat ditemui di daerah ini.[31]
Ekonomi
Pertanian dan perkebunan
Pertanian merupakan sektor perekonomian utama. Lima komoditas hortikultura terbesar di kecamatan ini meliputi terung (1.089,1 ton), buncis (863,4 ton), cabai (455 ton), petai (372,1 ton), dan tomat (292,5 ton).[32] Selain itu SBU juga menghasilkan 856,3 ton jahe, 294,3 ton lengkuas, dan 325,9 ton kunyit. Kencur juga diproduksi dalam jumlah yang lebih sedikit (5,2 ton).[33]
Daerah ini juga terkenal sebagai penghasil buah-buah tropis musiman. Produksi buah-buahan Sindang Beliti Ulu dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
Dari sektor perkebunan, kecamatan ini menghasilkan 918,31 ton kopi robusta dan 449,3 ton karet. Sawit, kelapa, lada, aren, dan kakao juga ditanam dalam jumlah yang lebih sedikit.[35]
Perdagangan
Ada 224 toko atau warung kelontong di wilayah SBU serta sebuah pasar dengan bangunan semipermanen di desa Tanjung Agung.[36] Warung makan yang ada berjumlah 15 buah. Konsentrasi warung makan tertinggi adalah di desa Apur, yang memiliki lima dari 15 buah warung makan di Sindang Beliti Ulu.[37]
Transportasi dan komunikasi
Sindang Beliti Ulu dapat diakses melalui jalan darat, baik berpermukaan beton, hotmix, maupun aspal, sepanjang tahun.[38] Tersedia jasa angkutan umum tanpa trayek.[39]
Ada tiga BTS atau menara pemancar, masing-masing satu di Apur, Karang Pinang, dan Lubuk Alai.[40] Hanya ada dua operator saja yang melayani komunikasi di daerah ini, dengan sinyal umumnya kuat, kecuali Jabi, Pengambang, Tanjung Agung, dan Tanjung Heran yang susah sinyal.[40]
Siregar; Abdullah, Makmoen (1986). Sistem ekonomi tradisional daerah Sumatera Selatan. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. hlm. 8.Parameter |firt1= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)