Nama Curup berasal dari bahasa Rejang yang dimelayukan. Curup awalnya hanya merujuk dan terbatas pada satu desa kecil saja, yang sekarang dikenal sebagai Dusun Curup (bahasa Rejang dialek Musi/Selupu: Sadie Cu'up), salah satu desa utama Marga Selupu Rejang. Dusun Curup telah mengalami beberapa kali perpindahan lokasi dan salah satu lokasi permukiman tersebut didirikan terletak di dekat air terjun, atau dalam bahasa Rejang disebut cu'up.[b][8]
Kata cu'up pun nanti berubah menjadi "Curup" sesuai kebiasaan orang Melayu. Oleh karenanya, desa tersebut diberi nama sesuai dengan ketampakan alam yang ada di sekitar lokasi pendiriannya, layaknya kebiasaan masyarakat Rejang dalam menamai permukiman mereka.[9] Nama Curup dalam perkembangannya dipakai untuk menyebutkan daerah-daerah lain di sekitar Dusun Curup, termasuk Pasar Curup yang didirikan Belanda dan nantinya menjadi cikal bakal Kecamatan Curup yang sekarang.[10]
Sejarah dan perkembangan
Wilayah Curup yang sekarang merupakan fragmen kecil, sisa dari pemekaran Kecamatan Curup yang lama pada tahun 2005. Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Rejang Lebong Nomor 5 Tahun 2005, Curup dipecah menjadi lima kecamatan, yaitu Curup selaku kecamatan induk, serta Curup Selatan, Curup Tengah, Curup Timur, dan Curup Utara selaku kecamatan pemekaran. Perda tersebut kemudian diperbaharui dengan disahkannya Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong Nomor 4 Tahun 2010.[11]
Dusun Curup yang menjadi cikal bakal nama daerah ini berdasarkan Perda Kabupaten Rejang Lebong Nomor 5 Tahun 2005 tidak lagi menjadi bagian Kecamatan Curup, melainkan termasuk ke dalam wilayah administrasi kecamatan pemekaran Curup Utara.
Berbagai kalangan masyarakat, forum online, wacana di media atau artikel, bahkan Ketua DPRD Rejang Lebong, Mahdi Husen,SH hingga Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah menilai bahwa Curup sudah layak untuk ditingkatkan status menjadi kota otonom yang dipimpin walikota (kotamadya) sebagaimana Kota Pagaralam dan Sungaipenuh. Bahkan seharusnya telah menjadi kota otonom sejak dahulu berbarengan dengan kedua kota tersebut. Faktor yang juga mendorong seperti peningkatan sektor pendidikan, jumlah penduduk dan tentunya sejarah bahwa Curup pernah menjadi ibukota sementara Sumatera Selatan pada masa Revolusi Indonesia tahun 1948 ketika Palembang diduduki oleh Belanda.[12][13][14][15][16]
Namun wacana pemekaran kota ini kemungkinan belum akan terealisasi dalam tahun-tahun dekat mengingat usulan pemekaran Kabupaten Lembak dari Kabupaten Rejang Lebong yang lebih diprioritaskan.[17]
Kondisi wilayah
Geografi
Curup adalah daerah terkurung daratan yang berada pada hamparan luas yang dikelilingi oleh fragmen-fragmen Bukit Barisan hampir di segala sisinya. Hamparan yang luas ini dikenal masyarakat lokal sebagai luak. Dikarenakan Sungai Musi melintasi luak yang dimaksud, hamparan tempat Curup dan kecamatan-kecamatan di sekitarnya berada dikenal sebagai Luak Ulu Musi.
Batas-batas
Curup memiliki batas-batas administratif sebagai berikut.
Sebelah utara berbatasan dengan Curup Utara.
Sebelah timur berbatasan dengan Curup Timur dan Curup Tengah.
Sebelah selatan berbatasan dengan Curup Selatan.
Sebelah barat berbatasan dengan Curup Selatan.
Administrasi
Curup tergolong sebagai kecamatan urban. Kecamatan ini terbagi menjadi sembilan kelurahan dan tidak memiliki entitas dengan status desa. Jumlah kelurahan di Curup tidak berubah sekurang-kurangnyanya sejak tahun 2015.[18] Kelurahan yang terdapat di Curup, meliputi:
Jumlah penduduk Curup menurut Sensus Penduduk 2020 adalah sebesar 26.971 jiwa,[19] dengan rincian 6.030 jiwa penduduk usia 0-14 tahun, 19.023 jiwa penduduk usia produktif (15-64 tahun), dan 1.918 jiwa penduduk usia lanjut di atas 65 tahun.[20]
Terdapat 7.203 keluarga pengguna listrik di Curup.[21] Semuanya melanggan listrik yang disediakan oleh PLN. Per 2020 tercatat tidak ada keluarga yang bukan pengguna listrik di daerah ini. Talang Benih, Air Rambai, dan Jalan Baru merupakan tiga kelurahan dengan jumlah keluarga pengguna listrik terbesar. Ketiga kelurahan memiliki masing-masing 1.885, 1.194, dan 1.090 keluarga pelanggan listrik.[21]
Pendidikan
Selaku ibu kota kabupaten, Curup memiliki fasilitas pendidikan yang cukup memadai, mulai dari jenjang SD hingga perguruan tinggi. Data fasilitas pendidikan di Curup dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
Fasilitas Pendidikan
Kecamatan Curup
SD
negeri
14
swasta
7
MI
negeri
0
swasta
0
SMP
negeri
2
swasta
3
MTS
negeri
0
swasta
2
SMA
negeri
1
swasta
1
MA
negeri
0
swasta
0
SMK
negeri
1
swasta
4
Perguruan tinggi
negeri
1
swasta
2
Secara umum warga Curup dapat mengakses sarana pendidikan secara mudah atau sangat mudah.[22] Selain jumlah sarana pendidikannya memadai, kecamatan ini secara luas tergolong kecil dan jarak antarkelurahan serta dari kelurahan ke kantor camat pun tidak terlalu jauh, rata-rata 1–2 km saja.[23]
Kondisi sosial
Suku bangsa
Penduduk asli wilayah ini adalah suku bangsa Rejang (Tun Jang) dari marga Selupu Rejang dan Bermani Ulu.[24] Namun, seiring perkembangan zaman, masyarakat pendatang dari suku- suku yang lain sudah banyak yang menetap turun temurun di ibu kota Rejang Lebong ini. Suku pendatang dengan jumlah populasi yang signifikan adalah suku Jawa, Minangkabau, Tionghoa, Serawai, Lembak, Sunda, dan berbagai suku dari Sumatera Selatan.
Bahasa
Bahasa asli yang dituturkan di Curup adalah bahasa Rejang dialek Selupu atau Ulu Musi. Namun, bahasa daerah ini semakin tergerus dan kehilangan penutur,[25] dikarenakan terjadinya melayuisasi atau semakin umum dan menguatnya bahasa Melayu yang dipergunakan sebagai lingua franca masyarakat Curup yang sangat heterogen. Generasi Rejang yang sekarang secara umum sadar bahwa mereka adalah suku Rejang, tetapi tidak lagi memiliki kemampuan dalam berbahasa Rejang. Tidak diajarkannya bahasa tersebut oleh orang tua menyebabkan bahasa Rejang mengalami kegagalan transmisi dan terancam punah.[26]
Catatan
^Provinsi Sumatera Selatan saat itu dijadikan sebagai Daerah Militer Istimewa Sumatera Selatan (DMISS). Dr. A. K. Gani bertugas sebagai gubernur militer dan memerintah dari Curup yang untuk sementara waktu berstatus ibu kota darurat, mengingat kejatuhan Palembang ke tangan Belanda. Selengkapnya lihat Sejarah Perkembangan Pemerintahan di Daerah Sumatera Selatan (1996) hlm. 230-245
^Selain cu'up, istilah lain yang dipakai dalam bahasa Rejang untuk menyebut air terjun adalah têlun. Akhir-akhir ini, ketika bahasa Rejang semakin terdesak oleh bahasa Melayu dan penuturnya banyak yang mencampuradukkan kosakata Melayu ke dalam percakapan mereka, orang Rejang pun mulai menyebut air terjun sebagai bioa têjun atau bioajun, yang merupakan terjemahan mentah dari "air terjun". Pemakaian istilah bioa têjun pun tampak begitu masif, sehingga istilah cu'up dan têlun menjadi arkais atau obsolete dan nyaris tidak dipakai lagi.
Reegerings Almanak voor Nederlandsch-Indië Eerste Gedeelte: Grongebied en Bevolking Inrichting van Het Bestuur van Nederl-Indië en Bijlagen. Batavia: Landbrukkerij. 1920. hlm. 142, 143, 145.
Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah (1977). Adat Istiadat daerah Bengkulu. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah. hlm. 11.
"Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong Nomor 4 Tahun 2010 tentang Perubahan Pertama Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pembentukan Kecamatan Curup Utara, Kecamatan Curup Timur, Kecamatan Curup Selatan, Kecamatan Curup Tengah, Kecamatan Binduriang, Kecamatan Sindang Beliti Ulu, Kecamatan Sindang Dataran, Kecamatan Sindang Beliti Ilir dan Kecamatan Bermani Ulu Raya di Kabupaten Rejang Lebong". Pasal 13, per (PDF). Bupati Rejang Lebong dan DPRD Rejang Lebong. hlm. 5.