Nama Siagian dalam Bahasa Batak Toba secara harfiah merujuk kepada kata si dan anggian yang memiliki arti sebagai seorang anak bungsu. Hal tersebut mengacu kepada:
Kata si dalam Bahasa Batak Toba merupakan prefiks yang dipakai sebagai penunjuk nama,
Kata anggian dalam Bahasa Batak Toba memiliki arti sebagai lebih muda di antara yang bersaudara atau anak bungsu.
Namun dalam kenyataannya Raja Siagian bukanlah anak bungsu dari Tuan Dibangarna. Menurut kisah yang diceritakan turun-temurun dari keturunan Tuan Dibangarna, Raja Siagian sebenarnya adalah anak bungsu Tuan Dibangarna dari istri pertama. Kemudian Tuan Dibangarna menikah lagi dengan seorang perempuan boru Pasaribu dan melahirkan anak yang kemudian diberi nama Sianipar. Raja Sianipar lahir setelah ketiga abangnya, Raja Panjaitan, Raja Silitonga, dan Raja Siagian telah dewasa.
Menurut silsilah garis keturunan Suku Batak (tarombo), Raja Siagian adalah generasi ketujuh dari Si Raja Batak dan anak ketiga dari Tuan Dibangarna.[2]
Dalam perkembangannya, Keturunan Raja Siagian mengklasifikasikan diri ke dalam dua kelompok dan satu sub-marga:
Menurut kisah yang diceritakan turun-temurun dari keturunan Raja Siagian, cicit Pandean Duri yang bernama Raja Mardongan mengalami konflik dengan saudara-saudaranya yang menyebabkan Raja Mardongan pergi meninggalkan kampung Halamannya di Balige dan menetap di wilayah Habinsaran, akibat kekesalan terhadap saudaranya, keturunan Raja Mardongan tidak menggunakan marga Siagian, melainkan marga Pardosi.
Keturunan Raja Siagian memiliki hubungan erat dengan marga-marga keturunan Tuan Dibangarna lainnya; keempat marga tersebut (Panjaitan, Silitonga, Siagian, dan Sianipar) memegang teguh ikatan persaudaraan untuk tidak menikah antar satu dengan yang lain. Namun di beberapa daerah seperti Balige, ditemukan juga praktik dimana marga Siagian telah saling menikah dengan marga turunan Tuan Dibangarna lainnya dikarenakan keterbatasan marga-marga asing yang mendiami wilayah tersebut. Namun dewasa ini, praktik pernikahan antar sesama marga turunan Tuan Dibangarna tersebut sudah mulai ditinggalkan dan dianggap tabu.
Dikarenakan Raja Siagian merupakan anak ketiga dari Tuan Dibangarna, maka seluruh marga Siagian dianggap lebih muda oleh marga Panjaitan dan Silitonga, dan juga dituakan oleh marga Sianipar. Oleh sebab itu setiap keturunan dari marga Siagian harus memanggil abang/kakak ketika bertemu dengan marga Panjaitan dan Silitonga dan memanggil adik ketika bertemu dengan marga Sianipar tanpa memperhatikan usia.
Raja Siagian menikah dengan br. Sibarani, oleh sebab itu Hulahula (mataniari binsar) dari seluruh marga Siagian adalah marga Sibarani.
Padan
Keturunan Raja Siagian yang terkhusus berasal dari kelompok Pandean Duri keturunan Raja Situtu (Siagian Huta Gurgur) memiliki ikatan Padan (ikrar janji) dengan marga Marpaung. Bagi keturunan Siagian Huta Gurgur memegang teguh padan dengan tidak menikah dengan marga Marpaung. Padan diantara Keturunan Raja Marpaung dikarenakan peperangan di zaman dahulu antara sesama marga yang mengakibatkan Keturunan Raja Marpaung mendapatkan pertolongan dari Keturunan Raja Siagian dari kelompok Pandean Duri keturunan Raja Situtu (Siagian Huta Gurgur).
Tokoh
Beberapa tokoh yang bermarga Siagian, di antaranya adalah: