Tata letak Pura Jagatkarta juga berdasarkan legenda bahwa titik tersebut adalah tempat di mana Prabu Siliwangi mencapai moksa bersama para prajuritnya, sehingga sebelum dibangun, sebuah Candi dengan patung harimau (Sunda: maung) berwarna putih dan hitam (lambang Prabu Siliwangi) didirikan sebagai penghormatan terhadap Kerajaan Pajajaran, Kerajaan Hindu terakhir di tanah Parahyangan. Sebagian peninggalan Pajajaran kini tersimpan di Museum Nasional Indonesia di Jakarta.
Akses jalan dari kaki Gunung Salak menuju Pura Jagatkarta telah diperlebar sejak pembangunannya dirintis pada tahun 1995, sehingga kendaraan bisa mencapai Pura dengan mudah. Namun karena banyaknya pengunjung yang datang untuk mengikuti upara ngenteg linggih atau peresmian Pura Jagatkarta, areal parkir terletak jauh dari areal pura.
Pembangunan
Pembangunan Pura Jagatkarta dirintis pada tahun 1995 dan adalah dari hasil kerja gotong royong umat Hindu Nusantara. Pura Jagatkarta secara resmi belum selesai dibangun, tetapi bangunan pura utama seperti bagian Pura Padmesana, Balai Pasamuan Agung, dan Mandala Utama telah selesai.
Sebelum masuk di areal utama Pura Jagatkarta juga terdapat Pura Melanting dan Pura Pasar Agung yang digunakan khusus untuk bersembahyang, menyempurnakan, serta menyucikan persembahan yang akan dihaturkan di Pura Jagatkarta sebagai wujud rasa syukur. Pengunjung wisatawan umumnya dilarang masuk ke pura utama, kecuali bagi yang hendak melakukan ritual bersembahyang, akses hanya hingga pelataran luar pura.