McDonnell Douglas MD-11 adalah pesawat berbadan lebar bermesin tiga, berjarak jauh. Diproduksi oleh McDonnell Douglas, dan kemudian oleh Boeing. Pesawat ini mampu menampung penumpang lebih banyak dibandingkan dengan McDonnell Douglas DC-10, tetapi sayangnya performanya jauh dibandingkan pesawat DC-10. Perbedaannya dengan DC-10 adalah adanya kokpit digital penuh, sehingga hanya memerlukan 2 kru kokpit dibandingkan DC 10 yang memerlukan 3 kru (MD-11 menghilangkan fungsi mekanik udara)
Pembuatan MD-11 pertama dimulai pada tanggal 9 Maret 1988, dan pemasangan badan pesawat dengan sayap pada Oktober pada tahun yang sama. Penerbangan pertama MD-11 awalnya direncanakan pada Maret 1989 namun tertunda sampai 10 Januari 1990. Dua pesawat pertama yang diproduksi dimaksudkan untuk dikirim kepada FedEx dan sudah dilengkapi dengan pintu samping kargo ke depan. Dua pesawat ini tetap ditangan McDonnell Douglas sebagai pesawat uji sampai tahun 1991 sebelum benar-benar dikonversi ke pesawat kargo dan dikirimkan ke pelanggan mereka. Sertifikasi FAA didapatkan pada November 8, 1990 sementara Otoritas Gabungan Penerbangan (JAA) Eropa mengeluarkan serfitikat MD-11 pada 17 Oktober 1991 setelah isu-isu diselesaikan.[2]
Pesawat pertama dikirim kepada maskapai nasionalFinlandia, Finnair, pada 7 Desember 1990 dan terbang perdana pada 20 Desember 1990 dari Helsinki ke Tenerife, Kepulauan Canary. Sebenarnya, JAT Yugoslav Airlines direncanakan akan menjadi konsumen perdana MD-11, tetapi dibatalkan karena perang Yugoslavia. Di Amerika Serikat, Delta Air Lines merupakan konsumen perdana MD-11, juga pada 1990. Garuda Indonesia mulai mendapatkan MD-11 pada 1991. Tahun 1996-1997, maskapai ini juga menjadi satu-satunya maskapai berjadwal di dunia yang memesan MD-11 ER. Pemesan lainnya adalah maskapai charter World Airways.
Pada periode inilah kelemahan-kelemahan MD-11 mulai tampak. MD-11 gagal mencapai target jarak dan konsumsi BBM seperti yang diinginkan banyak maskapai.[3]American Airlines sangat tidak puas akan performa pesawat ini. Singapore Airlines, yang berencana akan membeli, akhirnya membatalkan niat membeli MD-11 karena alasan serupa. Maskapai ini kemudian memutuskan membeli Airbus A340. Kelemahan mendasar MD-11 adalah performa pesawat dan mesinnya, dalam hal ini Pratt & Whitney PW4000. Estimasi mencatat bahwa jarak tempuh pesawat ini (dengan mesin Pratt & Whitney) sebenarnya adalah 7,000 mil laut (12,950 km) dengan muatan 27,680 kg. Dan, pesawat tiga mesin adalah pilihan yang tidak aman, seperti dibuktikan dengan DC-10. Dengan paket pengurangan gesekan Phase 1, pesawat ini hanya bisa mencapai jarak maksimum dengan muatan 22,000 kg atau 6,493 mil laut (12,025 km) dengan muatan penuh.[4]Singapore Airlines menyatakan bahwa MD-11 tidak sesuai untuk mengoperasikan rute-rute jarak jauh (terutama rute nonstop).[5]Garuda Indonesia pun memutuskan menghentikan penggunaan MD-11 pada tahun 1998, diduga karena alasan serupa (ditambah dengan krisis keuangan yang menimpa maskapai ini).
Meskipun McDonnell Douglas bersama Pratt & Whitney dan General Electric meluncurkan paket modifikasi dan perbaikan bobot, aerodinamika, kapasitas BBM, dan performa mesin, tetapi penjualan MD-11 sudah terkena dampak kelemahannya tersebut,[3] dan hasilnya, hanya 200 unit yang dibuat.
Operator
Berikut ini adalah maskapai yang pernah dan masih mengoperasikan MD-11 (nama yang dicetak miring berarti sudah memensiunkan MD-11).