Di dalam masjid ini terdapat sebuah prasasti dalam aksara Hanacaraka dan bahasa Jawa serta prasasti terjemahan dalam bahasa Indonesia mengenai pewakafan tanah untuk masjid ini pada tahun 1954.
Sejarah
Masjid Sholihin dibangun oleh R.NgtT. Prawirodirdjo yang diresmikan beliau sendiri pada hari Kamis Kliwon tanggal 16 Jumadilawal Jimmawal 1885 atau bertepatan dengan tanggal 21 Januari 1954. Bangunan Masjid Sholihin tergolong sebagai masjid kuno yang ada di Kota Solo yang masih berdiri dengan kokoh di lokasi yang strategis, dan sudah layak sebagai peninggalan budaya. Masjid ini terletak di Jl. Gajah Mada No.97, Punggawan, Banjarsari, Kota Surakarta, Jawa Tengah.Masjid Sholihin dibangun oleh R. Ngt T. Prawirodirdjo yang diresmikan beliau sendiri pada hari Kamis Kliwon tanggal 16 Jumadilawal Jimmawal 1885 atau bertepatan dengan tanggal 21 Januari 1954.
Sebelum pembangunan Masjid Sholihin dilaksanakan,terlebih dahulu telah dipasang pondasi dari masjid,serambi, dan pelampahan.Setelah itu mengalir bantuan dari para muslimin dan muslimat berupa pasir,batu gamping,kayu,dan lain-lain.Sedangkan,selaku orang yang bertanggung jawab dalam proses pembangunan masjid secara utuh dilakukan oleh R. Ng.Tjondrodiprodjo dan yang mengerjakan adalah R.Sutedjo. Pada waktu, masjid ini dibangun, yang menjadi Ketua Pengurus Masjid Sholihin adalah R. H.Muhammad Adnan.
Dilihat dari ukurannya,Masjid Sholihin tidaklah begitu besar atau luas,akan tetapi memiliki tampilan gaya bangunan yang menawan.Mengadopsi dari arsitektur bangunan masjid kuno Jawa pada umumnya, masjid ini memiliki atap bergaya arsitektur tajug tumpang tiga.Atap tumpuk berbentuk piramida yang menutupi ruangan dalam masjid ini sebenarnya tidaklah lazim digunakan pada bangunan-bangunan yang bercirikan seni Islam sebagaimana yang biasa dijumpai di negara-negara yang juga mayoritas penduduknya beragama Islam seperti Arab Saudi,Turki,Iran,Mesir,Maroko,dan Syiria,di mana kubah menjadi pilihan utama sebagai penutup ruang utama bangunan masjid.Di sinilah letak keunikan dari Masjid Sholihin ini yang pada akhirnya menjadi corak arsitektur masjid Jawa pada umumnya.
Filosofi Bangunan
Model tajug tumpang tiga pada atap bangunan masjid ini,melambangkan tingkatan-tingkatan dalam ajaran tasawwuf,yaitu syari’at,thariqat,dan ma’rifat.Kemudian puncak mustaka berbentuk bulatan-bulatan yang meruncing ke atasm enujukkan tingkatan keempat atau tingkatan yang tertinggi,yaitu haqqiqat.
1 Masuk ke dalam Daftar Benda Cagar Budaya yang Dilindungi Pemerintah Kota Surakarta, 2 Dicoret dari daftar karena usia pembangunan kurang dari 50 tahun Portal Surakarta ·Wikipedia:Buku/Surakarta