Kuntu Daud
Kuntu Daud (lahir 09 Agustus 1972) adalah politikus PDI Perjuangan yang berasal dari Maluku Utara. Ia menjabat sebagai Ketua DPRD Maluku Utara sejak 13 November 2019. Kuntu berhasil duduk kembali menjadi anggota DPRD Maluku Utara pada Pemilu 2019 setelah meraih 2.760 suara di Daerah Pemilihan (Dapil) Maluku 4 yang meliputi Kabupaten Halmahera Selatan.[1] Sebelumnya, Kuntu juga menjadi anggota DPRD Maluku Utara periode 2014-2019 setelah berhasil pada Pemilu 2014 di dapil yang sama.[2] Kehidupan pribadiKuntu menikah dengan Jumiyanti dan telah dikaruniai 4 orang putra.[3] Kuntu juga aktif sebagai pengurus organisasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi). Ia tercatat menjabat sebagai Bendahara PD Persi Maluku Utara periode 2015-2018.[4] Karier politikAnggota DPRD Maluku UtaraKuntu berhasil menjadi anggota DPRD Maluku Utara periode 2014-2019 setelah berhasil dalam Pemilu 2014. Ia terpilih di Dapil Maluku 4 yang meliputi Kabupaten Halmahera Selatan.[2] Ketua DPRD Maluku UtaraDPP PDI Perjuangan menunjuk Kuntu sebagai Ketua DPRD Maluku Utara definitif periode 2019-2024. Ia menyisihkan satu nama lainnya yang direkomendasikan oleh DPD PDI Perjuangan Maluku Utara, yaitu Rahmawati Muhammad. Rahmawati merupakan anggota terpilih denga raihan suara terbanyak, sedangkan Kuntu merupakan Wakil Bendahara DPD PDI Perjuangan Maluku Utara.[10] Kuntu dilantik sebagai Ketua DPRD Maluku Utara bersama tiga wakil ketua, yaitu Muhammad Abusama dari Partai Golkar sebagai Wakil Ketua I, Wahda Zainal Imam dari Partai Gerindra sebagai Wakil Ketua II, dan M. Rahmi Husen dari Partai Demokrat sebagai Wakil Ketua III. Keempat Pimpinan DPRD Maluku Utara periode 2019-2024 tersebut dilantik pada 13 November 2019.[11][12][13] Rekam jejakPenanganan pandemi koronavirus di Maluku UtaraSebagai Ketua DPRD Maluku Utara, Kuntu mengajak kepada seluruh pihak untuk bekerja sama dalam menangani pandemi koronavirus di Maluku Utara. Baginya, kerja sama antarlembaga seperti Sekretariat Daerah, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Pertambangan sangat diperlukan. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait menurutnya harus mengambil peran dalam penanganan hal tersebut, salah satunya adalah membangun kerja sama dengan pihak perusahaan yang beroperasi di Maluku Utara. Bantuan bagi masyarakat terdampak menjadi salah satu hal terpenting untuk didahulukan. Ia meminta penanganan pandemi koronavirus ini dapat dilakukan dengan cepat dan tidak terlalu berbelit-belit mengingat berkaitan erat dengan masalah kemanusiaan.[14] Pada saat masa reses, Kuntu mengunjungi Kabupaten Halmahera Selatan sebagai wilayah konstituennya. Ia menyerahkan paket sembako sebagai bantuan bagi masyarakat terdampak pandemi koronavirus di 10 desa yang tersebar dalam 3 kecamatan. Kuntu meminta kepada masyarakat untuk mengikuti himbauan pemerintah untuk tetap menjaga kesehatan dengan gaya hidup sehat dan mematuhi aturan pembatasan sosial. Ia juga mengingatkan kepada Pemprov Maluku Utara untuk memastikan bantuan dari pemerintah diterima oleh masyarakat terdampak dan tepat sasaran.[15][16] Kuntu kemudian menjadi Ketua Panitia Khusus (Pansus) Covid-19 DPRD Maluku Utara yang diketuai oleh Ishak Naser dari Partai NasDem.[17] Pansus DPRD tersebut memakan anggaran yang cukup fantastis, yaitu sekitar tiga miliar rupiah. Satu dari enam rekomendasi pansus kemudian menimbulkan kontroversi ditengah masyarakat, yaitu perihal penutupan pasar sebagai tindakan untuk memutus mata rantai penyebaran koronavirus di Maluku Utara[18][19] Dalam beberapa rapat pembahasan, Kuntu sempat mengusulkan untuk penutupan akses masuk dan keluar Maluku Utara, namun usul tersebut ditolak oleh Forum Komunikasi Pimpinan Daerah.[20][21] Demonstrasi karyawan PT. IWIPKejadian demonstrasi karyawan PT. Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) yang berujung perusakan beberapa fasilitas perusahaan, menurut Kuntu, merupakan buntut dari lemahnya penerapan Perjanjian Kerja Bersama (PKB). PT. IWIP yang beroperasi di Kabupaten Halmahera Tengah tersebut diharapkan dapat memberdayakan karyawan dan masyarakat setempat, baik dari sisi pendidikan, ekonomi, tenaga kerja, dan program-program pemberdayaan lainnya. Hal tersebut untuk menghindari terabaikannya hak-hak karyawan.[22] Lihat pulaReferensi
|