Kuching
Kuching atau Kota Kuching[6] merupakan ibu kota Serawak, Malaysia. Kota ini juga merupakan ibu kota Divisi Kuching. Kota ini terletak di Sungai Serawak di ujung barat daya negara bagian Serawak di pulau Kalimantan dan meliputi area seluas 431 kilometer persegi (166 sq mi) dengan populasi sekitar 165,642 di wilayah administratif Kuching Utara dan 159,490 di wilayah administrasi Kuching Selatan.[7][8][9] — dengan jumlah 325,132 orang.[7] Kuching adalah ibu kota ketiga Serawak pada tahun 1827 pada masa pemerintahan Kekaisaran Brunei. Pada tahun 1841, Kuching menjadi ibu kota Serawak setelah Serawak diserahkan ke James Brooke untuk membantu Kerajaan Brunei dalam menghancurkan pemberontakan. Kota ini terus mendapat perhatian dan pengembangan selama pemerintahan Charles Brooke seperti pembangunan sistem sanitasi, rumah sakit, penjara, benteng, dan bazar. Pada tahun 1941, pemerintahan Brooke memiliki Perayaan Centenary di Kuching. Selama Perang Dunia II, Kuching diduduki oleh tentara Jepang dari tahun 1942 sampai 1945. Pemerintah Jepang mendirikan kamp Batu Lintang dekat Kuching untuk menahan tawanan perang dan interniran sipil. Setelah perang, kota ini tetap masih bertahan utuh. Namun, Rajah terakhir Serawak, Sir Charles Vyner Brooke memutuskan untuk menyerahkan Serawak sebagai bagian dari Mahkota Inggris pada tahun 1946. Kuching tetap menjadi ibu kota selama periode Mahkota Inggris. Setelah pembentukan Malaysia pada tahun 1963, Kuching juga tetap dikekalkan menjadi ibu kota dan mendapat status resmi kota pada tahun 1988. Sejak itu, kota Kuching dibagi menjadi dua wilayah administratif yang dikelola oleh dua pemerintah daerah yang terpisah. Pusat administrasi pemerintahan negara Serawak terletak di Wisma Bapa Malaysia, Kuching. Kuching adalah tujuan pangan utama bagi wisatawan dan merupakan pintu gerbang utama bagi wisatawan mengunjungi Serawak dan Kalimantan.[9] Taman Nasional Lahan Basah Kuching terletak sekitar 30 kilometer (19 mi) dari kota dan terdapat banyak tempat wisata lainnya di dalam dan sekitar Kuching seperti Taman Nasional Bako, Pusat Satwa Liar Semenggoh, Festival Musik Hutan Hujan Dunia (RWMF), bangunan legislatif Serawak, Astana, Fort Margherita, Museum Kucing, dan Museum Serawak. Kota ini telah menjadi salah satu pusat industri dan komersial utama di Malaysia Timur.[10][11] SejarahSerawak adalah bagian dari Kekaisaran Brunei sejak mengekangnya sultan Brunei pertama, Sultan Muhammad Shah. Kuching adalah ibu kota ketiga Serawak, yang didirikan pada tahun 1827 oleh perwakilan dari sultan Brunei, Pengiran Indera Mahkota.[12] Sebelum berdirinya Kuching, dua ibu kota masa lalu Serawak adalah Santubong, didirikan oleh Sultan Pengiran Tengah pada tahun 1599, dan Lidah Tanah, yang didirikan oleh Datu Patinggi Ali awal tahun 1820-an.[12] Kemudian, Pengiran Muda Raja Hashimit menyerahkan wilayah ini untuk petualang Inggris, James Brooke sebagai hadiah karena membantunya melawan pemberontakan di Serawak pada saat itu.[13] Pemberontakan itu hancur pada bulan November 1840, dan pada tanggal 24 September 1841, Brooke diangkat sebagai Gubernur Serawak dengan gelar "Rajah".[13] Ia tidak diumumkan sampai 18 Agustus 1842 setelah Sultan Omar Ali Saifuddin II meratifikasi gubernur, dan membutuhkan Brooke membayar jumlah tahunan sebesar $2,500 kepada Sultan.[13] Sejak saat itu, Kuching menjadi pusat pemerintahan Brooke.[14] Pemerintahan kemudian dilanjutkan oleh keponakannya, Charles Brooke. Sebagai ibu kota administratif, ia menjadi pusat perhatian dan pembangunan.[15] Perbaikan termasuk sistem sanitasi.[15] Pada tahun 1874, kota ini telah menyaksikan beberapa perkembangan, termasuk pembangunan rumah sakit, penjara, Fort Margherita, dan banyak bangunan lainnya.[15] Istri Charles Brooke menulis otobiografinya, (My Life in Sarawak), termasuk deskripsi tentang Kuching:
Astana (Istana), yang sekarang merupakan kediaman resmi Gubernur Serawak, dibangun di samping rumah pertama Brooke. Bangunan ini dibangun pada tahun 1869 sebagai hadiah pernikahan untuk istrinya.[17][18] Kuching terus berkembang di bawah Charles Vyner Brooke, yang menggantikan ayahnya sebagai Rajah Ketiga Serawak.[13] Pada tahun 1941, perayaan Centenary diadakan di Kuching.[19] Beberapa bulan kemudian, pemerintahan Brooke hampir tamat apabila Jepang menduduki Serawak.[13] Selama Perang Dunia II, enam peleton infanteri dari 2/15 Resimen Punjab ditempatkan di Kuching pada April 1941.[20] Resimen ini mempertahan Kuching dan lapangan terbang Bukit Stabar dari dihancurkan oleh Jepang. Pertahanan utama terkonsentrasi di Kuching dan Miri.[20] Namun pada tanggal 24 Desember 1941, Kuching ditakluk oleh tentara Jepang. Serawak diperintah sebagai bagian dari Kekaisaran Jepang selama tiga tahun dan delapan bulan, sampai Jepang menyerah resmi pada tanggal 11 September 1945. Penyerahan resmi ditandatangani pada HMAS Kapunda di Kuching.[21][22][23] Dari Maret 1942, Jepang mengoperasikan kamp Batu Lintang, untuk tawanan perang dan interniran sipil, tiga mil (5 km) di luar Kuching.[24] Setelah akhir Perang Dunia II, kota ini selamat dan tidak sepenuhnya rusak.[25] Rajah Serawak yang ketiga dan terakhir, Sir Charles Vyner Brooke kemudian menyerahkan Serawak ke Mahkota Inggris pada 1 Juli 1946.[26][27] Selama periode Mahkota Inggris, pemerintah Inggris giat berusaha untuk mengembangkan dan meningkatkan infrastruktur di Serawak.[22] Kuching direvitalisasi sebagai ibu kota Serawak di bawah pemerintahan Mahkota Inggris.[28] Ketika Serawak, bersama-sama dengan Borneo Utara, Singapura dan Federasi Malaya, membentuk Federasi Malaysia pada tahun 1963,[29] Kuching terus dikekalkan statusnya sebagai ibu kota dan diberikan status resmi kota pada 1 Agustus 1988.[30][31] EtimologiNama "Kuching" sudah digunakan untuk kota ini pada saat Brooke tiba pada tahun 1839.[8][15] Ada banyak teori mengenai derivasi dari kata "Kuching". Itu mungkin berasal dari kata Melayu untuk hewan kucing, atau dari nama "Cochin", sebuah pelabuhan perdagangan India di Pantai Malabar dan istilah generik di Tiongkok dan India Britania untuk perdagangan pelabuhan.[8] Beberapa artefak Hindu dapat dilihat hari ini di Museum Serawak.[32] Namun, sumber lainnya melaporkan bahwa kota Kuching sebelumnya dikenal sebagai "Serawak" sebelum Brooke tiba. Pemukiman ini berganti nama menjadi "bagian Serawak" selama ekspansi kerajaan. Barulah pada tahun 1872 bahwa pemukiman ini berganti nama menjadi "Kuching" semasa administrasi Charles Brooke.[32][33] Ada satu teori tidak didasarkan pada kisah miskomunikasi. Menurut suatu cerita, James Brooke tiba di Kuching pada kapal pesiarnya Royalis. Dia kemudian bertanyakan pemandu lokal yang membawanya mengenai nama kota tersebut. Pemandu lokal itu berpikir bahwa James sedang menunjuk ke arah seekor kucing, lantas ia mengatakan ia adalah "Kuching". Namun, etnis Melayu di Serawak biasanya merujuk nama kucing sebagai "pusak" bukannya kata Melayu "kucing".[32] Beberapa sumber juga menyatakan bahwa ia berasal dari buah yang disebut "mata kucing" (Euphoria malaiense),[catatan 1][catatan 2] buah yang tumbuh secara luas di Malaysia dan Indonesia.[34] Ada juga sebuah bukit di kota itu yang dinamai selepas buah mata kucing, yang disebut "Bukit Mata Kuching". Sementara seperti yang telah ditulis oleh seorang wanita Inggris untuk anaknya pada abad ke-19, dinyatakan bahwa nama itu berasal dari aliran sungai, yang disebut sebagai "Sungai Kuching".[8][35] Sungai ini terletak di kaki Bukit Mata Kuching dan di depan Klenteng Tua Pek Kong. Pada tahun 1950, sungai ini menjadi sangat dangkal karena endapan lumpur di sungai. Sungai itu kemudian diisi untuk membuat jalan.[32] Ada lagi teori yang lebih kredibel bahwa Kuching sebenarnya berarti "Ku" (古) - Lama dan "Ching" (井) - "Sumur" atau "sebuah sumur tua" (Hanzi: 古井; Pinyin: Gǔjǐng) dalam bahasa Tionghoa selama pemerintahan Brooke. Namun nama kota ini dalam bahasa Tionghoa sekarang adalah 古晉 (Pinyin: Gǔ jìn). Karena tidak ada pasokan air di kota itu, penyakit air pada saat itu menjadi hal yang biasa. Pada tahun 1888, sebuah epidemi melanda kota itu yang kemudiannya dikenal sebagai "Epidemi Wabah Kolera". Sebuah sumur yang terletak di atas China Street pada hari ini di Bazaar Utama membantu memerangi wabah itu dengan menyediakan pasokan air bersih, karena peningkatan permintaan untuk pasokan air, peran sumur tersebut kemudian digantikan oleh instalasi pengolahan air di Jalan Bau.[32][36] Ibu kotaSebagai ibu kota Serawak, Kuching memainkan peran penting dalam kesejahteraan politik dan ekonomi bagi penduduk negara bagian ini karena menjadi pusat pemerintahan di mana hampir semua kantor pusat pemerintahan dan kementerian berada di sini. Bangunan legislatif Serawak terletak di pinggiran kota Kuching di Petra Jaya. Ada tiga anggota Parlemen (MP) mewakili tiga daerah pemilihan parlemen seperti: Petra Jaya (P.194), Kota Kuching (P.195) dan Stampin (P.196). Kota ini juga memilih 8 wakil untuk badan legislatif dari daerah majlis legislatif seperti Tupong, Samariang, Satok, Padungan, Pending, Batu Lintang, Kota Sentosa, dan Batu Kawah.[37] Otoritas lokal dan definisi kotaKuching merupakan satu-satunya kota di Malaysia yang dikelola oleh dua wali kota,[12] kota ini terbagi kepada Kuching Utara dan Kuching Selatan.[38] Masing-masing dikelola oleh seorang wali kota Kuching Selatan dan komisaris Kuching Utara.[11] Komisaris Kuching Utara saat ini adalah Datuk Abang Wahap Abang Julai, yang mengambil alih dari Abang Atei Abang Medaan pada 1 Agustus 2011 sementara James Chan Khay Syn menjadi wali kota baru untuk Kuching Selatan pada 2008 setelah kematian mendadak Chong Ted Tsiung.[39][40] Kota ini memperoleh status kota pada tanggal 1 Agustus 1988,[30] dan sejak itu ia diperintah oleh Majilis Bandaraya Kuching Utara (DBKU) dan Majilis Bandaraya Kuching Selatan (MBKS). Kota ini didefinisikan dengan perbatasan daerah, sebelumnya munisipaliti Kuching. Dengan luas 1,868.83 kilometer persegi, ia adalah daerah paling padat penduduknya di Serawak.[41] Daerah ini kemudiannya dibagi menjadi tiga sub-daerah, yaitu bagian Kuching, Padawan dan Siburan. Bagian Kuching termasuk kawasan kota dan munisipaliti Padawan,[catatan 3] sementara Siburan dan Padawan adalah sub-daerah. Gabungan dari Majilis Bandaraya Kuching Utara, Majilis Bandaraya Kuching Selatan, Majilis Bandaraya Padawan dan Majilis Daerah Samarahan dikenal sebagai Greater Kuching.[1][42] Hubungan InternasionalBeberapa negara telah mendirikan konsulat mereka di Kuching, antaranya termasuk Australia,[43] Brunei,[44] Tiongkok,[45] Denmark,[46] Prancis,[47] Indonesia,[48] Polandia[49] dan Britania Raya.[50] Kuching kini mempunyai enam kota kembar dan satu provinsi kembar.
GeografiKuching terletak di tepi Sungai Serawak di bagian barat laut pulau Kalimantan.[56] Batas Kota Kuching mencakup semua daerah di Daerah Kuching yang mengandung area sekitar 43.101 kilometer persegi (16.641 sq mi) dibatasi Gunung Lasak di Muara Tebas ke Batu Buaya di Semenanjung Santubong berikutan serangkaian survey sebagaimana yang tercatat dalam Jadwal Ordonansi Pertama Kota Kuching, 1988.[6] Sebagai penyederhanaan undang-undang hukum, batas kota Kuching memperpanjang dari Bandara Internasional Kuching di selatan ke pantai utara Santubong dan semenanjung Bako; dari Taman Nasional Lahan Basah Kuching di barat ke muara Sungai Kuap di timur.[6] Sungai Serawak umumnya membagi kota tersebut menjadi bagian Utara dan Selatan. Titik tertinggi bagi kota ini adalah Gunung Santubong di semenanjung Santubong, yang pada 8.102 meter (26.581 ft) di atas permukaan laut, terletak 35 km sebelah utara dari pusat kota.[4] Urbanisasi yang cepat telah terjadi di Greater Kuching dan meluas ke Penrissen, Kota Sentosa, Kota Padawan, Batu Kawah, Siburan, Tarat, Bau, Lundu, Kota Samarahan, Asajaya serta Serian yang terletak sekitar 65 km dari Kuching. IklimKuching mempunyai iklim hutan hujan tropis (Klasifikasi iklim Köppen), cukup panas tetapi sangat lembap dalam tempo yang sama dan menerima curah hujan yang cukup besar.[57] Curah hujan tahunan rata-rata adalah sekitar 4.200 milimeter (170 in).[58] Kuching adalah wilayah terbasah di Malaysia dengan rata-rata 247 hari hujan per tahun. Kuching hanya menerima rata-rata 5 jam sinar matahari per hari dan rata-rata hanya 3.7 jam sinar matahari per hari di bulan Januari (bulan terbasah dalam tahun).[59] Tempo terbasah adalah selama bulan-bulan selama Monsun Timur-Laut iaitu dari November sampai Februari dan musim kering dimulai dari bulan Juni hingga Agustus. Suhu di Kuching berkisar 19 °C (66 °F) hingga 36 °C (97 °F) tetapi suhu rata-rata sekitar 23 °C (73 °F) pada waktu pagi dan naik menjadi sekitar 33 °C (91 °F) selama pertengahan sore tetapi indeks panas sering mencapai 42 °C (108 °F) selama musim kemarau akibat kelembaban.[60] Suhu ini tetap hampir konstan sepanjang tahun jika tidak dipengaruhi oleh hujan lebat dan angin kencang selama jam awal pagi yang dapat membawa suhu turun ke 19 °C (66 °F), tetapi ini sangat jarang terjadi.[57]
DemografiIstilah "(Bahasa Inggris: Kuchingite)" telah digunakan untuk menggambarkan orang-orang dari Kuching, meskipun tidak resmi.[17] Namun, cara paling sederhana untuk memanggil orang-orang dari Kuching hanya dengan memanggil "orang Kuching". EtnisSensus Malaysia pada tahun 2010 melaporkan bahwa Kuching memiliki populasi 325,132. Populasi kota (Utara dan Selatan) terdiri dari Melayu (146.580), Tionghoa (120,860), Iban (28,691), Bidayuh (13.681), bukan warga Malaysia (7,216), Bumiputra lainnya (3,250), Melanau (2,078), India (1,626) dan lain-lain (1,140).[63] Etnis Tionghoa terdiri dari Hokkien di daerah kota dan Hakka di pinggiran kota.[64] Etnis Tionghoa lainnya terdiri dari Foochow (orang Fuzhou), Teochew, orang Hainan, orang Kanton, orang Henghua dan lain-lain. Sebagian besar orang Melayu dan Melanau beragama Islam, Tionghoa mempraktikkan baik Buddhisme, Taoisme atau Kristen sementara Iban dan Bidayuh mayoritasnya Kristen dengan beberapa dari mereka masih mempraktikkan Animisme. Sejumlah umat Hindu, Sikh dan sejumlah kecil sekularis juga wujud di sekitar kota. Sebagian dari mereka yang bukan warga Malaysia berasal dari daerah-daerah Indonesia di Kalimantan karena kedekatan negara, mereka terdiri dari buruh migran.[66][67] Sejak periode Inggris, populasi kecil dari Asia Selatan terutama etnis Pakistan telah wujud di sekitar kota dengan mayoritasnya menjalankan bisnis dalam menjual pakaian dan rempah-rempah.[68] Migran lainnya termasuk juga orang-orang Bugis dari Hindia Belanda dan ras lain dari tetangga Belanda Kalimantan.[69] Pernikahan antar-ras di antara mereka dari latar belakang etnis yang berbeda bukan hal yang luar biasa di Kuching, karena kota itu sendiri adalah rumah bagi 30 kelompok etnis yang berbeda.[70][71] BahasaSelain menjadi ibu kota Serawak, kota Kuching menjadi pusat bisnis dan budaya bagi orang Melayu Serawak.[72] Dialek Melayu yang dituturkan di Kuching dikenal sebagai Bahasa Serawak, yang merupakan bagian dari bahasa Melayu.[73] Dialek yang digunakan di Kuching sedikit berbeda dari dialek yang digunakan di kota Miri.[73] Karena populasi terbesar kedua di kota ini terdiri dari etnis Tionghoa, bahasa Tionghoa sering digunakan, terutama Hokkien dan Mandarin.[74] Hampir semua warga bisa berbahasa Inggris.[75] Sejumlah sekolah swasta khusus yang mengajar bahasa Inggris untuk anak-anak ekspatriat juga dapat ditemukan di sekitar kota.[76] EkonomiKuching adalah salah satu pusat industri dan komersial utama untuk Serawak. Banyak bank tingkat negara, tingkat nasional dan bank komersial internasional, serta beberapa perusahaan asuransi mendirikan kantor pusat dan cabang mereka di sini. Ekonomi didominasi oleh sektor primer dan saat ini oleh industri berbasis tersier karena pemerintah negara bagian ini ingin mengubah Serawak menjadi maju pada tahun 2020.[11][77][78] Tujuan Daerah Bisnis Sentral Kuching, Estat Industri Pending, Taman Industri Demak Laut, Zona Gratis Industri Sama Jaya dan kota pinggiran Petra Jaya dibina adalah untuk meningkatkan aktivitas komersial dan industri kota untuk membuatnya menjadi pusat pertumbuhan utama di Malaysia Timur, juga untuk BIMP-EAGA (Area Pertumbuham Timur ASEAN - Brunei-Indonesia-Malaysia-Filipina).[78] Kota ini juga di mana berbagai konferensi, kongres dan pameran dagang di-host, seperti Forum Bisnis Global Malaysia,[79] Tomorrow’s Leaders Summit,[80] Kongres Dunia Asosiasi Listrik Hydro Internasional,[81] Konferensi Rute Asia dan banyak lainnya. Acara ini biasanya diadakan di Pusat Konvensi Borneo Kuching. Secara historis, orang Tionghoa telah memberi kontribusi pada perekonomian kota sejak migrasi mereka selama periode Kesultanan Brunei setelah ditemukan bijih antimon dan juga selama pemerintahan Charles Vyner Brooke yang mendorong migrasi orang Tionghoa di luar negara untuk menanam lada hitam di Serawak.[8] TransportasiDaratJalan-jalan di kota berada di bawah yurisdiksi dan pemeliharaan baik dua dewan lokal, yaitu DBKU (Majilis Bandaraya Kuching Utara) dan MBKS (Majilis Bandaraya Kuching Selatan), atau Departemen Pekerjaan Umum negara bagian. Jalan dari kategori yang terakhir adalah baik jalan negara atau jalan federal. Kebanyakan jalan internal yang utama adalah jalan raya kembar dan kota ini dihubungkan oleh jalan raya ke kota-kota lain di Serawak. Jalan raya ini merupakan jalan federal yang dikelola oleh Departemen Pekerjaan Umum Nasional. Kota ini juga terkenal dengan sejumlah bundaran termasuk satu bundaran yang tertua dan terbesar yang dikenal sebagai Bundaran Datuk Abang Kipali Bin Abang Akip.[82] Bundaran ini biasanya dihias dengan indah dan ia efisien untuk penanganan kemacetan lalu lintas.[82][83] Namun, lampu lalu lintas lebih umum digunakan sekarang karena pengguna lalu lintas kota terus meningkat. Sebagai kota yang terletak dekat khatulistiwa, lubang juga sering kali terbentuk selama musim hujan, biasanya pada akhir tahun karena bertepatan dengan musim dingin di belahan bumi utara. Jalan menuju luar kota ke pedalaman mempunyai kualitas yang sedikit rendah tetapi sekarang sedang ditingkatkan.[84] Rute jalan raya dari Kuching termasuk:
Transportasi umumAda dua jenis taksi yang beroperasi di kota, taksi utama adalah merah dan kuning sedangkan yang lebih besar dicat biru, yang lebih nyaman tetapi mahal dikenal sebagai "taksi eksekutif".[85] Pada tahun 2014, sebuah aplikasi smartphone pemesanan taksi bernama "MyTeksi" diluncurkan dan membuat kota ini sebagai area kelima setelah Lembah Klang, Cyberjaya, Putrajaya dan Johor Bahru yang memiliki aplikasi ini.[86] Terminal bus utama adalah Kuching Sentral, yang baru saja diluncurkan pada tahun 2012.[87] Terletak di selatan kota, sekitar 5 menit dari Bandara Internasional Kuching dan 20 menit dari pusat kota.[88] Terminal ini menyajikan tujuan jarak jauh ke Brunei, Sabah dan Kalimantan Barat di Indonesia.[89] Terminal bus lain adalah Terminal Bus Lama Kuching, masih beroperasi karena beberapa pengusaha bus yang seharusnya menggunakan terminal baru tidak mau menggunakan fasilitas itu karena ada beberapa perselisihan yang sedang berlangsung.[90] Minibus atau layanan van juga tersedia di kota. UdaraBandara Internasional Kuching (KIA) (Kode ICAO: WBGG) adalah pintu gerbang utama bagi penumpang udara. Sejarah bandara ini kembali ke tahun 1940-an dan saat ini bandara tersebut telah mengalami banyak pembangunan besar.[91] Sejak tahun 2009, bandara ini telah berkembang dengan pesat dengan peningkatan jumlah penumpang dan pergerakan pesawat. Ini adalah hub sekunder untuk Malaysia Airlines[92] dan AirAsia[93] sementara menjadi hub ketiga untuk MASwings,[94] yang melayani penerbangan ke kota-kota kecil dan daerah pedesaan di Malaysia Timur. Sungai dan LautKuching, seperti kebanyakan kota di Serawak, memiliki koneksi ke pusat-pusat perkotaan lainnya dan pemukiman dengan transportasi air. Antara tepi Sungai Serawak, dekat pusat kota, banyak 'tambang' (sampan beratap kayu tradisional) dapat dilihat membawa penumpang dari satu sungai ke sungai yang lain.[38][95] Bagi mereka yang tinggal di sepanjang tepi sungai, ia adalah cara singkat untuk sampai ke kota. Kapal ekspres turut melayani transportasi ke kota lain seperti Sibu dan Bintulu, pelabuhannya terletak di sebelah timur kota yaitu Pelabuhan Sim Kheng Hong (sebelumnya dikenal sebagai Pelabuhan Tanah Puteh) di Pending.[96][97] Fasilitas umum lainnyaPengadilan dan penegakan hukumKompleks Pengadilan Kuching terletak di Petra Jaya.[98][99] Ini mencakup Pengadilan Tinggi, Mahkamah Seksyen, dan Pengadilan Hakim.[100] Pengadilan lain seperti Syariah dan pribumi juga terletak di kota.[101][102] Markas Polisi Kontingen Serawak terletak di Jalan Badruddin.[103] Hanya ada satu markas polisi distrik di kota, yang merupakan markas polisi Daerah Kuching yang terletak di Jalan Simpang Tiga.[104] Kompleks Penjara Kuching terletak di Jalan Puncak Borneo.[105] Sel penjara sementara dapat ditemukan hampir di setiap kantor polisi di sekitar kota. KesehatanAda banyak jenis pelayanan kesehatan di kota.[106] Rumah sakit utama adalah Rumah Sakit Umum Serawak yang merupakan rumah sakit tertua sejak tahun 1923. Rumah sakit lainnya adalah Rumah Sakit Peringatan Rajah Charles Brooke.[107] Rumah Sakit Sentosa (Rumah Sakit Jiwa Sentosa), yang dibangun dengan setengahnya didanai dari Pemerintah Inggris dan telah dibuka sejak tahun 1958, ia menyediakan layanan psikiatri untuk seluruh negara bagian Serawak dan dikenal sebagai rumah sakit tertua kedua di Serawak setelah rumah sakit utama.[108] Pusat Spesialis Medis Normah di Petra Jaya adalah rumah sakit swasta terbesar di Serawak dengan mempunyai 130 katil.[109] Selain itu, tiga fasilitas kesehatan swasta besar lainnya adalah Pusat Medis Borneo dengan 120 katil,[110] Pusat Penjagaan Kesehatan KPJ dengan 75 katil,[111] dan Pusat Medis Timberland dengan 72 katil.[112] PendidikanUniversitasSaat ini tidak ada kampus universitas publik lain di Kuching, selain dari bangunan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Malaysia Serawak (UNIMAS) yang terletak di sebelah Rumah Sakit Umum Serawak. Pemerintah negara bagian Serawak memindahkan sisa kampus universitas publik terakhir yaitu Universitas Teknologi Mara dari Kuching ke Kota Samarahan pada tahun 1997 dalam inisiatif jangka panjang untuk mengubah Kota Samarahan menjadi pusat pendidikan.[113] Kuching adalah rumah bagi dua kampus universitas swasta penuh: Universitas Teknologi Swinburne, yang merupakan satu-satunya kampus cabang Swinburne di luar Australia; dan kampus Universitas UCSI, yang menawarkan Fakultas Manajemen dan Keramahan. Sebuah politeknik dan College Komuniti, yang dikenal sebagai Politeknik Kuching Serawak dan College Komuniti Kuching juga terletak di kota. College swasta lainnya dapat ditemukan di sekitar kota dengan sebagian besar college merupakan cabang dari universitas dan college universitas yang didirikan di Malaysia Barat, seperti College SEGi, College Sunway, PTPL Serawak, Limkokwing Borneo, dan College Twintech Serawak. Ada lembaga swasta melakukan program waralaba dari universitas penuh (selain menjalankan program mereka sendiri) seperti College SATT (melakukan program waralaba dari Universitas Teknologi Mara) dan Institut Manajemen Dinamis, Serawak (dibudidayakan waralaba program dari Universitas Tun Abdul Razak). College Internasional Teknologi Canggih atau dikenal sebagai ICATS adalah college yang dibuat dari inisiatif pemerintah negara bagian untuk meningkatkan pendidikan pelatihan teknis dan kejuruan di kalangan lulusan sekolah.[114] College ini didirikan dari mantan fasilitas College INTI Serawak.[115] Dioperasikan oleh negara bagian Serawak sendiri, ICATS berfokus pada produksi sumber daya manusia untuk sektor teknologi tinggi, terutama untuk pengembangan "Koridor Energi Terbarukan Serawak".[116] PerpustakaanPerpustakaan Serawak adalah pusat sumber daya informasi utama dan memberikan layanan informasi untuk sektor publik dan swasta.[117] Perpustakaan ini khusus buat warga Kuching dan warga pinggiran lainnya sebagai pusat utama catatan publik. Selain itu, ia mengelola, memantau dan memfasilitasi operasi 36 perpustakaan desa di negara bagian ini yang didanai oleh Perpustakaan Nasional Malaysia.[118] Perpustakaan umum lainnya di kota Kuching termasuk Perpustakaan Kota DBKU[119] dan perpustakaan desa seperti di Bandar Baru Samariang, Kampung Samariang Lama dan Taman Sepakat Jaya. Kebudayaan dan wisataAtraksi dan tempat-tempat rekreasiKebudayaanKota Kuching menampilkan beberapa museum yang mempunyai kepelbagaian budaya dan sejarah. Museum Serawak merupakan salah satu museum terbaik di Asia dan dikenal sebagai museum paling tertua dan paling bersejarah di kota Kuching, yang turut menunjukkan koleksi ras pribumi di Serawak.[120][121][122] Tepat di seberang Museum Serawak adalah Balai Tun Abdul Razak yang berfungsi sebagai tempat pameran dan kantor Departemen Museum Serawak. Sementara terletak tepat di belakang balai adalah Museum Islam Serawak. Museum lainnya di Kuching termasuk Museum Sejarah Tiongkok, Museum Kucing, Museum Kayu Serawak dan Museum Tekstil Serawak. Kuching juga adalah rumah bagi yang planetarium pertama di Malaysia,[123] yaitu Planetarium Sultan Iskandar yang berdekatan dengan Pusat Civic Kuching. Kawasan bersejarahBangunan bersejarah yang menarik di kota Kuching termasuk Astana (bekas istana Raja Putih Serawak dan saat ini menjadi kediaman resmi Yang di-Pertua Negeri Serawak), dan Fort Margherita. Jalan tertua di Kuching adalah Bazaar Utama, yang merupakan deretan toko Tionghoa abad ke-19 yang terletak di sepanjang Kuching Waterfront menghadap ke Sungai Serawak. Menawarkan konsentrasi kota terbaik dari toko-toko antik dan kerajinan tangan. Bazaar Utama merupakan bagian dari kota tua Kuching, yang juga termasuk Jalan Carpenter dan Jalan India.[65] Bangunan Pengadilan lama, yang berada di antara Jalan Carpenter dan Jalan India, telah mengalami renovasi besar dan sekarang adalah rumah bagi kompleks Dewan Parawisata Serawak.[124] Beberapa area menarik lainnya di sekitar kawasan pusat bisnis termasuk Jalan Padungan, yang merupakan Pecinan dari Kuching.[125] Kawasan rekreasi dan konservasiSejumlah tempat rekreasi dan area yang dilestarikan dapat ditemukan di Kuching. Taman Nasional Talang-Satang didirikan dengan tujuan utama melestarikan populasi penyu Serawak.[126] Ia mencakup luas total sekitar 19,400 hectare[convert: unit tak dikenal], dan terdiri dari tanah pulau yang berada di bawah tanda air pasang.[127] Taman ini juga termasuk area pantai dan empat pulau di sekitarnya dari pantai barat daya Serawak; Talang Besar, Talang Kecil dekat Sematan, dan Satang Besar dan Satang Kecil dekat Santubong, Kuching.[126] Empat "Kepulauan Penyu" ini bertanggung jawab untuk 95% dari semua pendaratan penyu di Serawak dan taman ini juga termasuk Cagar Alam Tukong Ara-Banun, dua pulau kecil yang merupakan area bersarang penting bagi koloni burung.[127] Damai, salah satu area utama resor pantai Serawak, terletak di Semenanjung Santubong, sekitar 35 menit berkendara dari Kuching.[128] Area ini memiliki pantai berpasir di kaki gunung hutan. Damai memiliki tiga hotel resor kelas dunia seperti Damai Beach Resort, Damai Puri Resort & Spa dan One Hotel Santubong.[129] Setiap resort memiliki pantai pribadi, kolam renang dan menawarkan aktivitas jet-ski, ski air, selancar angin, bersepeda gunung, tenis, squash dan pusat kebugaran. Ada juga standar lapangan golf 18-hole internasional yang dicipta oleh Arnold Palmer, seorang legendaris golf dari Amerika Serikat.[130] Tarikan lainnya adalah Damai Central, Permai Rainforest Resort, Sarawak Cultural Village dan desa-desa nelayan Santubong dan Buntal dengan restoran seafood yang sangat baik.[128] Sedangkan bagi pengunjung yang suka kegiatan petualangan, ada kegiatan pendakian di Gunung Santubong.[129] Selain itu, Damai juga merupakan salah satu area yang sempurna di Serawak untuk melihat ikan lumba-lumba karena mamalia ini dapat dilihat di sepanjang Sungai Salak, muara Santubong dan di Teluk Bako-buntal.[131] Semenanjung Santubong menawarkan beberapa area untuk mengamati burung karena Organisasi Internasional BirdLife telah mendaftarkan seluruh area Teluk Bako-buntal sebagai "Area Penting Burung".[38] Antara bulan Oktober dan Maret, sungai buntal menjadi area penting bagi migrasi burung.[38] Berbagai atraksi alam termasuk Taman Nasional, seperti Taman Nasional Bako[132] dan Taman Nasional Lahan Basah Kuching[133] serta Pusat Satwa Liar Semenggoh yang mengoperasi program asuhan dan rehabilitasi orang utan.[134] Juga, tersedia dekat Kuching adalah Taman Nasional Gunung Gading[135] dan Taman Nasional Kubah.[136] Terletak sekitar 40 menit berkendara dari Kuching adalah Santubong, sebuah area resor pantai terkemuka kelas dunia. Pantai-pantai lainnya adalah Pantai Lundu dan Pantai Sematan.[137] Resort Pegunungan Borneo juga berdekatan Kuching dan menawarkan dataran segar dan dingin yang terletak 1,000 meter di atas permukaan laut.[138] Atraksi lainKuching Waterfront tembentang dari hotel utama sehingga ke pusat kota Kuching.[139] Dirancang oleh arsitek Sydney,[139] waterfront ini disajikan dengan warung makan, restoran, bangku dan menawarkan pandangan yang sangat baik bagi Astana, Fort Margherita dan bangunan Legislatif Serawak yang baru.[12] Waterfront ini juga dilengkapi dengan menara observasi, sebuah teater terbuka dan air mancur musik.[12][140] Kawasan perbelanjaanKuching memiliki sejumlah pusat perbelanjaan. Ini termasuk Spring, Boulevard, Plaza Merdeka, Cityone Megamall, Kuching Sentral, Emart Lee Ling, Hills Shopping Mall, Sarawak Plaza, Tun Jugah, Riverside Complex Shopping, One Jaya, ST3, Genesis Parade 100% Mall, Green Heights Mall, Wisma Saberkas, Giant Tabuan Jaya Mall, Giant Kota Padawan Mall dan banyak lagi.[11] Lebih banyak pusat perbelanjaan dijangka terbuka di kota karena konstruksi terus berjalan.[11] Satok Weekend Market yang terletak di Medan Niaga Satok dioperasikan dari hari Sabtu dan Minggu. Berbagai jenis sayuran dan buah-buahan dapat ditemukan di sana termasuk barangan kerajinan tangan lainnya, hasil hutan (seperti madu liar), tanaman anggrek dan berbagai macam makanan ringan lokal.[141] MusikSejak tahun 1997, Kuching telah menjadi host Festival Musik Hutan Hujan Dunia (RWMF), sebuah festival musik tahunan yang membawa artis dan penonton dari seluruh dunia. Diselenggarakan oleh Sarawak Cultural Village dekat Gunung Santubong, festival ini sekarang salah satu acara musik terbesar di Malaysia.[142][143][144] RWMF telah dipilih sebagai festival internasional Top 25 oleh majalah Inggris, Songlines.[145] Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Kuching. Wikiwisata memiliki panduan wisata Kuching.
Referensi
Catatan kaki
|