Kesambi[1] atau kosambi[2] (Schleichera oleosa) adalah nama sejenis pohon daerah kering anggota sukuSapindaceae. Beberapa nama daerahnya, di antaranya kasambi/kosambi (Sd.); kesambi, kusambi, sambi, kecacil (Jw., Bal.); kasambhi (Md.); kusambi, usapi (Tim.); kasembi, kahembi (Sumba); kehabe (Sawu); kabahi (Solor); kalabai (Alor); kule, ule (Rote); bado (Mak.); ading (Bug.).[3]
Nama-nama itu mirip dengan sebutannya di India, tanah asal tumbuhan ini, misalnya: kosam, kosumb, kusum, kussam, rusam, puvam.[4] Pohon ini dinamakan Cussambium (Coessambi-Boom) oleh Georg Eberhard Rumpf, ilmuwan Jerman-Belanda yang tinggal 45 tahun di Ambon.[5] Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai gum-lac tree, Indian lac tree, Malay lac tree, Macassar oil tree, Ceylon oak, dan lain-lain. Nama-nama itu merujuk pada hasil-hasil yang diperoleh dari pohon ini, seperti lak dan minyak Makassar.
Pemerian botanis
Pohon berumah dua (dioecious), kekar, sering bengkok, tinggi mencapai 40 m dan gemang batang sampai 2 m, meskipun kebanyakan kecil dari itu. Berbanir kecil, pepagan berwarna abu-abu.[6]
Daun-daun majemuk menyirip genap; dengan 4–8 anak daun bentuk jorong memanjang, kadang-kadang bundar telur atau bundar telur sungsang, 4,5–18,5(–25) × 2,5–9 cm, yang ujung terbesar, gundul, seperti kertas atau seperti jangat, yang muda berwarna jambon. Bunga-bunga terkumpul dalam malai berbentuk tandan, 6–15 cm, berjejalan pada pangkal tunas yang muda, sering bercabang pendek. Bunga tanpa mahkota; kelopak 4–5, menyatu pada pangkalnya, bertaju bundar telur atau menyegitiga, 1–1,5 mm, berambut tipis di kedua sisinya, kuning hijau. Benang sari 4—9. Buah bentuk gelendong lebar atau agak bulat telur, 1,5–2,5 × 1–2 cm, dengan ujung meruncing, licin atau berduri tempel sedikit, kuning. Biji 1–2 butir, hampir bulat, lk. 12 × 10 × 8 mm, cokelat, terselubung salut biji yang kekuningan, tipis, asam manis.[6][7]
Di Jawa, kesambi umumnya ditemukan di dataran rendah, namun dapat hidup hingga ketinggian sekitar 1.200 m dpl., pada kisaran curah hujan antara 750–2.500 mm per tahun.[8] Pohon ini juga ditemukan tumbuh liar di savana, hutan tropika gugur daun, dan hutan-hutan jati. Kesambi meluruhkan daun di musim kemarau, meski hanya sebentar saja tak berdaun.
Kegunaan
Kayu kesambi, terutama kayu terasnya, padat, berat, dan sangat keras; berwarna merah muda hingga kelabu. Kayu ini ulet, kenyal, dan tahan terhadap perubahan kering dan basah berganti-ganti, sehingga pada masa silam kerap dimanfaatkan sebagai jangkar perahu. Tidak mudah menyerpih, kayu kesambi sering dipakai membuat alu, silinder-silinder dalam penggilingan, dan perkakas rumah tangga umumnya.[3] Mempunyai nilai energi yang tinggi hingga 20.800 kJ/kg, kayu ini disenangi sebagai kayu bakar dan bahan pembuatan arang.[6]
Pepagan kesambi dimanfaatkan untuk menyamak kulit, mewarnai batik, mengelatkan nira agar tidak masam ketika difermentasi, serta untuk campuran lulur. Pepagan yang digerus halus dan dicampur minyak, digunakan sebagai obat kudis. Daunnya yang muda, mentah atau direbus, dimakan sebagai lalap. Buah kesambi yang telah masak dimakan segar, atau, mentahnya dijadikan asinan.[3]
Bijinya, langsung atau setelah lebih dulu dipanggang sebentar, dikempa untuk mendapatkan minyaknya. Minyak kesambi ini (Jw., kecacil) mengandung sedikit asam sianida, dan digunakan untuk mengobati kudis dan luka-luka. Di Sulawesi Selatan, minyak kesambi ini dimasak dengan pelbagai rempah-rempah dan harum-haruman, dijadikan aneka minyak berkhasiat obat; termasuk di antaranya "minyak makassar" (Macassar oil) yang terkenal untuk merawat rambut. Minyak ini setelah dicampur dengan bahan lain, seperti tepung kapur dapat dijadikan salep obat atau untuk menambal celah (memakal, mendempul) perahu. Dahulu, minyak kesambi ini juga dijadikan minyak lampu, minyak makan, dan bahan pembuat sabun.[3]
Daun-daun, pucuk rerantingan, dan limbah biji (bungkil) sisa pengempaan dijadikan pakan ternak. Sementara itu dalam industri kehutanan, pohon kesambi merupakan salah satu pohon inang terpenting bagi kutu lak (Kerria lacca). Lak dan syelak (shellac), resin lengket yang digunakan sebagai bahan pewarna, pengilat makanan, dan pernis, terutama dihasilkan oleh India.[6] Di Indonesia, lak diproduksi oleh Perhutani di Probolinggo, dan dahulu di Nusa Tenggara Timur (Alor, Sumba, Flores dan Rote), tempat tinggal alami kutu lak di ketinggian 100 hingga 500 m.
Potensi pengembangan di Indonesia
Berbicara mengenai potensi pengembangan produk-produk berbahan baku biji kesambi di Indonesia, tumbuhan ini memiliki karakteristik mudah beradaptasi sehingga mengandung manfaat serbaguna serta bernilai ekonomis dan sangat potensial untuk dikembangkan. Salah satu potensi dari tumbuhan ini yakni adalah pemanfaatan daging biji kesambi yang dapat dijadikan bahan baku dalam pembuatan biodiesel. Di Indonesia, kesambi dapat tumbuh dengan baik di pulai Jawa, Bali, NTT, Sulawesi, dan kepulauan Maluku. Oleh karena itu, potensi ini menyebabkan biji kesambi dapat digunakan sebagai komoditas yang bernilai ekonomis tinggi untuk dikembangkan di Indonesia.
Analisis metabolomik
Kualtias produk olahan biji kesambi seperti minyak biodiesel juga memiliki keterkaitan dengan profil metabolit yang dihasilkan. Beberapa studi telah dilakukan terhadap biji minyak untuk dapat melakukan optimasi peningkatan kualitas terkait dengan profil metabolit. Kualitas minyak yang baik memiliki beberapa parameter tertentu seperti viskositas, daya bakar, warna, dan sebagainya. Produksi minyak dari biji tersebut bergantung kepada produk-produk metabolisme yang berinteferensi dengan produk akhir.[9]
^Georg Eberhard Rumphius. Herbarium Amboinense. De Coessambi-Boom. Liber I, Cap. 47, 1741
^ abcdeIwasa, S., 1997.Schleichera oleosa (Lour.) OkenDiarsipkan 2012-01-19 di Wayback Machine.. [Internet] Record from Proseabase. I. Faridah Hanum & L.J.G. van der Maesen (Editors).
PROSEA (Plant Resources of South-East Asia) Foundation, Bogor, Indonesia. Diakses pada 11-Apr-2010.
^ abSteenis, CGGJ van. 1981.Flora, untuk sekolah di Indonesia. PT Pradnya Paramita, Jakarta. Hal. 276-277