Sejarah kereta api Sumatera Barat tak dapat dipisahkan dari ditemukannya batu bara di wilayah tersebut. Batu bara yang paling diincar adalah batu bara Ombilin, ditemukan oleh tim eksplorasi yang dipimpin oleh W.H. van Greve pada tahun 1868.[1][2][3] Agar distribusi batu bara tersebut lancar, Hindia Belanda kemudian mengajukan sebuah konsesi jalur kereta api di Sumatera Barat. Maka keluarlah sebuah besluit yang dicatat dalam Staatsblad tahun 1891 No. 176. Karena tidak adanya insinyur Belanda yang turut andil dalam pembangunan lintas ini, maka didatangkanlah insinyur dari Inggris mengingat Sumatera Barat yang memiliki kontur perbukitan yang terjal.[2]
Untuk segmen ini, jalur Lubuk Alung–Padang Panjang selesai pada tanggal 1 Juli 1891. Dari Padang Panjang dibuatkan jalur menuju Fort de Kock (Bukittinggi) pada tanggal 1 November 1891. Pada tanggal 1 Juli 1892, segmen Padang Panjang–Solok telah selesai dibangun. Segmen Solok–Muaro Kalaban diresmikan pada tanggal 1 Oktober 1892. Pada tanggal 1 Januari 1894, perpanjangan Muaro Kalaban menuju Sawahlunto telah selesai dibangun.[4]
Jalur ini pernah digunakan untuk kereta penumpang reguler hingga sekitar tahun 1986 layanan kereta api penumpang pun berhenti akibat dampak kebijakan motorisasi Orde Baru sehingga transportasi penumpang dengan kereta api kalah efisien dibandingkan kendaraan bermotor pada saat itu sehingga layanan KA di jalur tersebut hanya kereta api pengangkut batu bara dan kereta api wisata (pada akhir pekan).[5] Pada tahun 1992 hingga 1994 Perumka (nama PT KAI pada saat itu) mengadakan kerjasama dengan kontraktor Ferrostaal untuk rehabilitasi total prasarana jalur bergerigi segmen Kayu Tanam–Batu Tabal, jalur ini direhab menjadi rel R42 bantalan baja (salah satu yang istimewa yang mana jalur non-gigi yang aktif masih menggunakan R33 dan R25 pada waktu itu).
Pelayanan kereta api batu bara di jalur ini berakhir pada tahun 2002-2003 karena terancam bangkrutnya tambang batu bara.[6] Jalur ini sempat diaktifkan lagi sekitar tahun 2006 untuk kereta wisata dan merupakan produk kerja sama PT KA dengan komunitas railfans Sumatera Barat, Masyarakat Peduli Kereta Api Sumatera Barat.[7][8]Gempa bumi tahun 2009 dan tanah longsor di Lembah Anai pada tahun 2010 membuat prasarana jalur segmen Kayutanam–Padang Panjang rusak dan tidak layak dipakai.
Kereta wisata Danau Singkarak yang mulai diperkenalkan pada awal tahun 2009 hanya dijalankan ke Padang Panjang dari Stasiun Sawahlunto.[9] Namun kereta api wisata ini berhenti beroperasi pada tahun 2014 karena sepi peminat sehingga jalur ini otomatis nonaktif. Bahkan meski pemesanannya melalui sistem carteran, kereta ini sangat sepi peminat sehingga armada kereta serta lokomotif penariknya "terjebak" di Depo Lokomotif Solok.[10] Selain itu, jalur ini mendapatkan tilang dari DJKA karena prasarana (terutama segmen Batu Tabal–Sawahlunto) dan sarana yang sudah tua sehingga harus diperbaharui.
Perkembangan saat ini
Saat ini, jalur tersebut sedang direaktivasi dan dilakukan pengerjaan fisik secara bertahap. Pada tahun 2016, pada segmen Batutaba–Kacang rel yang digunakan sebelumnya adalah jenis R33 dan bantalan besi diperbaharui menjadi rel jenis R54 dan bantalan beton. Hanya segmen Kacang hingga Sawahlunto yang belum direhabilitasi. Pada tahun 2019 mendatang direncanakan dilakukan desain fasilitas operasi untuk jalur ini.[11]
Pada 1 Juli 2022, dilaksanakannya Kick Off (dimulainya) perbaikan prasarana dan sarana perkeretaapian dalam rangka mendukung pengoperasian kembali kereta api jalur Sawahlunto–Muaro Kalaban, Sumatera Barat oleh keempat BUMN yang terlibat dalam proyek perkeretaapian tersebut. Dengan kolaborasi yang sinergis antarpihak, diperkirakan operasional KA lintas Sawahlunto-Muaro Kalaban dapat dilakukan pada Januari 2023. Pengoperasian kembali jalur Sawahlunto–Muaro Kalaban diharapkan akan menjadi semangat baru dalam pemulihan perekonomian melalui sektor pariwisata.[13]
^ abZubir, Zaiyardam (2006). Pertempuran nan tak kunjung usai: eksploitasi buruh tambang batubara Ombilin oleh kolonial Belanda 1891-1927. Padang: Andalas University Press.
^de Greve, W.H. (1907). Het Ombilin-kolenveld in de Padangsche Bovenlanden en het transportstelsel op Sumatra's Westkust. Landsdrukkerij.
^Weijerman, A.W.E. (1904). Geschiedkundig overzicht van het ontstaan der spoor- en tramwegen in Nederlandsch-Indië. Javasche Boekhandel en Drukkerij.
^Subdirektorat Jalan Rel dan Jembatan (2004). Buku Jarak Antarstasiun dan Perhentian. Bandung: PT Kereta Api (Persero).Parameter |link= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Perusahaan Umum Kereta Api (1992). Ikhtisar Lintas Jawa.