Walaupun banyak bentuk kehidupan di bumi menggunakan berbagai jenis nutrien, hampir semua organisme menjalankan fosforilasi oksidatif untuk menghasilkan ATP, oleh karena efisiensi proses mendapatkan energi, dibandingkan dengan proses fermentasi alternatif lainnya seperti glikolisis anaerobik.
Elektron yang melekat pada molekul sisi dalam kompleks IV rantai transpor elektron akan digunakan oleh kompleks V untuk menarik ion H+ dari sitoplasma menuju membran mitokondria sisi luar, disebut kopling kemiosmotik,[3] yang menyebabkan kemiosmosis, yaitu difusiionH+ melalui ATP sintase ke dalam mitokondria yang berlawanan dengan arah gradien pH, dari area dengan energi potensial elektrokimiawi lebih rendah menuju matriks dengan energi potensial lebih tinggi. Proses kopling kemiosmotik juga berpengaruh pada kombinasi gradien pH dan potensial listrik di sepanjang membran yang disebut gaya gerak proton.
Dari teori ini, keseluruhan reaksi kemudian disebut fosforilasi oksidatif.
NAD+ yang berada di dalam matriks mitokondria. Setelah menerima elektron, NAD+ akan bereaksi menjadi NADH dan ion H+, kemudian mendonorkan elektronnya ke rantai transpor elektron kompleks I.[4]
dan FAD yang berada di dalam rantai transpor elektron kompleks II.[5] FAD akan menerima dua elektron, kemudian bereaksi menjadi FADH2 melalui reaksi redoks.
Walaupun fosforilasi oksidatif adalah bagian vital metabolisme, ia menghasilkan spesi oksigen reaktif seperti superoksida dan hidrogen peroksida pada kompleks I.[6] Hal ini dapat mengakibatkan pembentukan radikal bebas, merusak sel tubuh, dan kemungkinan juga menyebabkan penuaan. Enzim-enzim yang terlibat dalam lintasan metabolisme ini juga merupakan target dari banyak obat dan racun yang dapat menghambat aktivitas enzim.
Fosforilasi oksidatif bekerja dengan cara menggunakan reaksi kimia yang menghasilkan energi untuk mendorong reaksi yang memerlukan energi. Kedua set reaksi ini dikatakan bergandengan. Hal ini berarti bahwa salah satu reaksi tidak dapat berjalan tanpa reaksi lainnya. Alur elektron melalui rantai transpor elektron adalah proses eksergonik, yakni melepaskan energi, manakala sintesis ATP adalah proses endergonik, yakni memerlukan energi. Baik rantai transpor elektron dan ATP sintase terdapat pada membran, dan energi ditransfer dari rantai transpor elektron ke ATP sintase melalui pergerakan proton melewati membran ini. Proses ini disebut sebagai kemiosmosis.[7] Dalam praktiknya, ini mirip dengan sebuah sirkuit listrik, dengan arus proton didorong dari sisi negatif membran ke sisi positif oleh enzim pemompa proton yang ada pada rantai transpor elektron. Enzim ini seperti baterai. Pergerakan proton menciptakan gradien elektrokimiawi di sepanjang membran, yang sering disebut gaya gerak proton. Gradien ini mempunyai dua komponen:[8] perbedaan pada konsentrasi proton (gradien pH) dan perbedaan pada potensi listrik. Energi tersimpan dalam bentuk perbedaan potensi listrik dalam mitokondria, dan juga sebagai gradien pH dalam kloroplas.[9]
ATP sintase juga dapat memompa ion H+ keluar dari dalam matriks, apabila terjadi hidrolisis ATP pada kutub kompleksnya.[10] Pada kasus hipertiroidisme pada hepatosit model tikus, juga ditemukan pemompaan ion H+ dari dalam matriks di luar mekanisme rantai transpor elektron,[11] hal ini ditengarai terjadi oleh sebab peran hormonT3[12] yang dapat menyisip pada membran mitokondria sebelah dalam sebagai pompa ion.[13]
Enzim ini seperti motor listrik, yang menggunakan gaya gerak proton untuk mendorong rotasi strukturnya dan menggunakan pergerakan ini untuk mensintesis ATP.
Energi yang dilepaskan oleh fosforilasi oksidatif ini cukup tinggi dibandingkan dengan energi yang dilepaskan oleh fermentasi anaerobik. Glikolisis hanya menghasilkan 2 molekul ATP, sedangkan pada fosforilasi oksidatif 10 molekul NADH dengan 2 molekul suksinat yang dibentuk dari konversi satu molekul glukosa menjadi karbon dioksida dan air, dihasilkan 30 sampai dengan 36 molekul ATP.[14] Rendemen ATP ini sebenarnya merupakan nilai teoretis maksimum; pada praktiknya, ATP yang dihasilkan lebih rendah dari nilai tersebut.[15]
Rantai transpor elektron membawa baik proton maupun elektron, mengangkut proton dari donor ke akseptor, dan mengangkut proton melawati membran. Proses ini menggunakan molekul yang larut dan terikat pada molekul transfer. Pada mitokondria, elektron ditransfer dalam ruang antarmembran menggunakan protein transfer elektron sitokrom c yang larut dalam air.[16] Ia hanya mengangkut elektron, dan elektron ini ditransfer menggunakan reduksi dan oksidasi atom besi yang terikat pada protein pada gugus heme strukturnya. Sitokrom c juga ditemukan pada beberapa bakteri, di mana ia berlokasi di dalam ruang periplasma.[17]
Dalam membran dalam mitokondria, koenzim Q10 pembawa elektron yang larut dalam lipid membawa baik elektron maupun proton menggunakan siklus redoks.[18] Molekul benzokuinon yang kecil ini sangat hidrofobik, sehingga ia akan berdifusi dengan bebas ke dalam membran. Ketika Q menerima dua elektron dan dua proton, ia menjadi bentuk tereduksi ubikuinol (QH2); ketika QH2 melepaskan dua elektron dan dua proton, ia teroksidasi kembali menjadi bentuk ubikuinon (Q). Akibatnya, jika dua enzim disusun sedemikiannya Q direduksi pada satu sisi membran dan QH2 dioksidasi pada sisi lainnya, ubikuinon akan menggandengkan reaksi ini dan mengulang alik proton melewati membran.[19] Beberapa rantai transpor elektron bakteri menggunakan kuinon yang berbeda, seperti menakuinon, selain ubikuinon.[20]
Dalam protein, elektron ditransfer antar kofaktor flavin,[10][21] gugus besi-sulfur, dan sitokrom. Terdapat beberapa jenis gugus besi-sulfur. Jenis paling sederhana yang ditemukan pada rantai transfer elektron terdiri dari dua atom besi yang dihubungkan oleh dua atom sulfur; ini disebut sebagai gugus [2Fe–2S]. Jenis kedua, disebut [4Fe–4S], mengandung sebua kubus empat atom besi dan empat atom sulfur. Tiap-tiap atom pada gugus ini berkoordinasi dengan asam amino, biasanya koordinasi antara atom sulfur dengan sisteina. Kofaktor ion logam menjalani reaksi redoks tanpa mengikat ataupun melepaskan proton, sehingga pada rantai transpor elektron ia hanya berfungsi sebagai pengangkut elektron. Elektron bergerak cukup jauh melalui protein-protein ini dengan cara meloncat disekitar rantai kofaktor ini.[22] Hal ini terjadi melalui penerowongan kuantum, yang terjadi dengan cepat pada jarak yang lebih kecil daripada 1,4×10−9 m.[23]
Banyak proses katabolik biokimia, seperti glikolisis, siklus asam sitrat, dan oksidasi beta, menghasilkan koenzimNADH. Koenzim ini mengandung elektron yang memiliki potensial transfer yang tinggi. Dengan kata lain, ia akan melepaskan energi yang sangat besar semasa oksidasi. Namun, sel tidak akan melepaskan semua energi ini secara bersamaan karena akan menjadi reaksi yang tidak terkontrol. Sebaliknya, elektron dilepaskan dari NADH dan dipindahkan ke oksigen melalui serangkaian enzim yang akan melepaskan sejumlah kecil energi pada tiap-tiap enzim tersebut. Rangkaian enzim yang terdiri dari kompleks I sampai dengan kompleks IV ini disebut sebagai rantai transpor elektron dan ditemukan dalam membran dalam mitokondria. Suksinat juga dioksidasi oleh rantai transpor elektron, namun ia terlibat dalam lintasan yang berbeda.
Pada eukariota, enzim-enzim pada sistem transpor ini menggunakan energi yang dilepaskan dari oksidasi NADH untuk memompa proton melewati membran dalam mitokondria. Hal ini menyebabkan proton terakumulasi pada ruang antarmembran dan menghasilkan gradien elektrokimia di sepanjang membran. Energi yang tersimpan sebagai energi potensial ini kemudian digunakan oleh ATP sintase untuk menghasilkan ATP. Mitokondria terdapat pada hampir semua eukariota, dengan pengecualian pada protozoa anaerobik seperti Trichomonas vaginalis yang mereduksi proton menjadi hidrogen menggunakan hidrogenosom.[24]
Enzim pernapasen dan substrat yang umum pada eukariota.
Pada dasarnya, terdapat dua mekanisme katalitik yang dilakukan tiap kompleks enzim agar transfer elektron dapat menciptakan potensial membran, yaitu mekanisme iterasi redoks dan mekanisme pemompaan ion H+.[2] Pada mekanisme iterasi redoks sendiri, reaksi reduksi akan mengikat ion H+, sedangkan reaksi oksidasi akan melepaskannya. Pada respirasi anaerobik, mekanisme yang sederhana ditunjukkan oleh format dehidrogenase dan nitrat reduktase yang terikat pada membran sel. Pada respirasi aerobik, mekanisme yang terjadi adalah sebagai berikut,
Kompleks I
Kompleks I merupakan protein pertama pada rantai transpor elektron,[26] berupa kompleks enzim yang disebut NADH-koenzim Q oksidoreduktase.
Pada hepatosithewansapi, kompleks I adalah enzim raksasa dengan 46 sub-unit dan massa molekul sekitar 1.000 kilodalton (kDa).[27] Hanya struktur enzim kompleks I dari bakteri yang diketahui secara mendetail;[28] pada kebanyakan organisme, kompleks ini menyerupai sepatu but dengan "bola" yang besar menyeruak keluar dari membran ke dalam mitokondria.[29][30] Gen yang mengkode protein ini terdapat pada baik inti sel maupun genom mitokondria.
Reaksi oksidasi NADH di atas dikopling oleh reaksi deiodinasi hormon tiroksin dengan promoter berupa peroksidase dan H2O2,[31] sedangkan reduksi Q akan mentranspor elektron ke kompleks berikutnya hingga pada akhirnya digunakan untuk mereduksi oksigen menjadi air.[32]
Awal mula reaksi terjadi ketika NADH berikatan dengan kompleks I dan menyumbang dua elektron. Elektron tersebut kemudian memasuki kompleks I via FMN, suatu gugus prostetik yang melekat pada kompleks. Tambahan elektron ke FMN mengubahnya menjadi bentuk tereduksi, FMNH2. Elektron kemudian ditransfer melalui rangkaian gugus besi-sulfur.[28] Kemudian elektron ditransfer ke Q, mengubahnya menjadi QH2, dan menyebabkan 4 ion H+ terpompa keluar,[33] menuju ke dalam sitoplasma, bukan ke dalam ruang antarmembran, oleh karena kompleks I terikat oleh 3 lapisan membran mitokondria.[34] Pada sel prokariotaEscherichia coli dan Klebsiella pneumoniae, kompleks I tidak meletupkan ion H+, melainkan ion Na+.[35]
Terdapat baik jenis gugus besi-sulfur [2Fe-2S] maupun [4Fe–4S] dalam kompleks I.
Kompleks II adalah satu-satunya kompleks enzim yang merupakan bagian dari kedua lintasan metabolisme, siklus asam sitrat maupun respirasi seluler pada rantai transpor elektron, dan terdiri dari empat subunit protein dan mengantung sebuah kofaktor flavin adenina dinukleotida yang terikat pada enzim, gugus besi-sulfur, dan sebuah gugus heme yang tidak berpartisipasi pada transfer elektron ke koenzim Q, namun dipercayai penting dalam penurunan produksi spesi oksigen reaktif.[40][41] Enzim ini mereduksi fumarat menjadi suksinat dan meoksidasi hidrokuinon. Karena reaksi ini melepaskan energi lebih sedikit daripada oksidasi NADH, kompleks II tidak mentranspor proton melewati membran dan tidak berkontribusi terhadap gradien proton.
Reaksi redoks pada modus anaerobik oleh fumarat reduktase:
oksidasi
reduksi
Kopling yang terjadi dengan siklus asam sitrat,
Pada beberapa eukariota seperti cacing parasitAscaris suum, terdapat enzim yang mirip dengan kompleks II, yaitu fumarat reduktase (menakuinol:fumarat oksidoreduktase, atau QFR). Kerja enzim ini terbalik dengan kerja kompleks II, yaitu mengoksidasi ubikuinol dan mereduksi fumarat. Hal ini mengizinkan cacing ini bertahan hidup dalam lingkungan anaerobik di usus besar dan menjalankan fosforilasi oksidatif anaerobik dengan fumarat sebagai akseptor elektron.[42] Fungsi tak lazim kompleks II lainnya dapat dilihat pada parasit malariaPlasmodium falciparum. Pada organisme ini, fungsi kompleks II yang terbalik sebagai oksidase berperan penting dalam pemulihan ubikuinol, yang oleh parasit digunakan untuk biosintesis pirimidina.[43]
Flavoprotein transfer elektron-Q oksidoreduktase
Pada kompleks II terdapat kompleks enzim ETF-QO dengan tiga domain pencerap, masing-masing mengikat FAD, kluster [4Fe-4S]1+, 2+ dan ubikuinon.[44]
reduksi senyawa Q-1 dengan elektron dari senyawa flavoprotein ET yang dapat berasal dari 11 macam flavoprotein dehidrogenase yang terdapat di dalam matriks mitokondria,[45] Pada lintasan alternatif, elektron dapat mengalir dari kluster 4Fe4S dan dikatalitik oleh ETF-QO untuk mereduksi ubikuinon menjadi ubikuinol dengan koenzim FAD.[44] Lintasan reaksi yang terjadi:
Pada tumbuhan, ETF-QO juga penting dalam respon metabolik demi kelangsungan hidup tumbuhan pada periode lingkungan gelap yang berkepanjangan yang tidak memungkinkan terjadinya fotosintesis, sehingga terjadi simtomahipoglisemia.
Kompleks III
Kompleks III juga dikenal sebagai kompleks enzim UCCR yang memiliki 11 berkas genetik UQCR.[50][51] Pada mamalia, enzim ini berupa dimer, dengan tiap kompleks subunit mengandung 11 subunit protein, satu gugus besi-sulfur [2Fe-2S], dan tiga sitokrom yang terdiri dari satu sitokrom c1 dan dua sitokrom b.[52] Sitokrom adalah sejenis protein pentransfer elektron yang mengandung paling tidak satu gugus heme. Atom besi dalam gugus heme kompleks III berubah dari bentuk tereduksi Fe (+2) menjadi bentuk teroksidasi Fe (+3) secara bergantian sewaktu elektron ditransfer melalui protein ini.
Reaksi yang dikatalisis oleh kompleks III adalah oksidasi satu molekul ubikuinol dan reduksi dua molekul sitokrom c. Tidak seperti koenzim Q yang membawa dua elektron, sitokrom c hanya membawa satu elektron.
Oleh karena hanya satu elektron yang dapat ditransfer dari donor QH2 ke akseptor sitokrom c, mekanisme reaksi kompleks III lebih rumit daripada kompleks lainnya, dan terjadi dalam dua langkah yang disebut siklus Q.[53] Pada langkah pertama, enzim mengikat tiga substrat, pertama, QH2 yang akan dioksidasi kemudian dengan satu elektron dipindahkan ke sitokrom c yang merupakan substrat kedua. Dua proton yang dilepaskan dari QH2 dilepaskan ke dalam ruang antarmembran. Substrat ketiga adalah Q, yang menerima dua elektron dari QH2 dan direduksi menjadi Q.-, yang merupakan radikal bebasubisemikuinon. Dua substrat pertama dilepaskan, namun zat antara ubisemikuinon ini tetap terikat. Pada langkah kedua, molekul kedua QH2 terikat dan kemudian melepaskan satu elektronnya ke akspetor sitokrom c. Elektron kedua dilepaskan ke ubisemikuinon yang terikat, mereduksinya menjadi QH2 ketika ia menerima dua proton dari matriks mitokondria. QH2 ini kemudian dilepaskan dari enzim.[54]
Karena koenzim Q direduksi menjadi ubikuinol pada sisi dalam membran dan teroksidasi menjadi ubikuinon pada sisi luar, terjadi transfer proton di membran, yang menambah gradien proton.[10] Mekanisme dua langkah ini sangat penting karena ia meningkatkan efisiensi transfer proton. Jika hanya satu molekul QH2 yang digunakan untuk secara langsung mereduksi dua molekul sitokrom c, efisiensinya akan menjadi setengah, dengan hanya satu proton yang ditransfer per sitokrom c yang direduksi.[10]
Kompleks IV
Kompleks IV adalah protein terakhir pada rantai transpor elektron yang dikenal sebagai kompleks enzim COX.[55]
Pada model hepatosithewansapi, ion H+ dengan energi potensial elektrostatik berkisar antara 635meV,[57] tampak dilepaskan dari sitokrom c oksidase[58][59]fosfolipidvesikel (COV) pada kedua fase oksidatif dan reduktif,[60] setelah dikirimkan dari proton loading site (PLS), pada saat ion H+ berikutnya tiba di PLS.[57][61] Mekanisme yang ditunjukkan oleh peletupan ion H+ pada kompleks IV ini disebut efek Bohr redoks.[62][63][64] Peletupan ion H+ (bahasa Inggris: deprotonation) terjadi bersamaan dengan perubahan guguskarboksilasam aspartat yang berada pada permukaan intermembran menjadi aspargina.[65]
Enzim ini memediasi reaksi terakhir pada rantai transpor elektron dan mentransfer elektron ke oksigen, manakala memompa proton melewati membran. Oksigen yang menerima elektron, juga dikenal sebagai akseptor elektron terminal, direduksi menjadi air. Baik pemompaan proton secara langsung maupun konsumsi proton matriks pada reduksi oksigen berkontribusi kepada gradien proton. Menurut Keilin, reaksi yang dikatalisis oleh sitokrom c dan reduksi oksigennya adalah:[14]
Reduktase dan oksidase alternatif
Enzim-enzim yang disebutkan di atas merupakan hasil kajian pada hewan mamalia. Sebenarnya, banyak organisme eukariotik lainnya yang memiliki rantai transpor elektron yang berbeda. Sebagai contoh, tumbuhan memiliki NADH oksidase alternatif, yang mengoksidasi NADH di sitosol daripada di matriks mitokondria, dan ia akan memindahkan elektron ke kolam ubikuinon.[66] Enzim-enzim ini tidak mentranspor proton, sehingga ia mereduksi ubikuinon tanpa mengubah gradien elektronkimia membran dalam.[67]
Contoh rantai transpor elektron divergen lainnya adalah oksidase alternatif yang ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, beberapa spesies fungi, protista, dan kemungkinan pula pada beberapa hewan.[68][69] Enzim ini secara langsung mentransfer elektron dari ubikuinol ke oksigen.[70]
Lintasan tranpor elektron yang dihasilkan oleh NADH dan ubikuinon oksidase alternatif ini memiliki rendemen ATP yang lebih rendah. Keuntungan dari lintasan yang lebih singkat ini belumlah cukup jelas. Namun, oksidasi alternatif ini dihasilkan sebagai respon terhadap berbagai tekanan seperti hawa dingin, spesi oksigen reaktif, infeksi oleh patogen, dan faktor-faktor lainnya yang menghambat rantai transpor elektron secara penuh.[71][72] Lintasan alternatif ini oleh karenanya akan meningkatkan resistansi organisme terhadap luka dengan menurunkan stres oksidatif.[73]
Pengorganisasian kompleks-kompleks
Model awal bagaimana rantai kompleks respiratori ini terorganisasikan adalah bahwa kompleks-kompleks ini berdifusi dengan bebas dan terbebas dari membran mitokondria.[27] Namun, data-data terbaru mensugestikan bahwa kompleks-kompleks ini kemungkinan membentuk struktur berorde tinggi yang disebut superkompleks ataupun "respirasom."[74] Berdasarkan model superkompleks ini, berbagai jenis kompleks ini terdapat dalam bentuk sehimpunan enzim-enzim yang berinteraksi dan terorganisasi.[75] Asosiasi ini mengizinkan penyaluran substrat di antara berbagai kompleks enzim, sehingga meningkatkan laju dan efisiensi transfer elektron.[76] Dalam superkompleks mamalia, beberapa komponen kompleks akan lebih banyak daripada yang lainnya, dengan beberapa data mensugestikan rasio antara kompleks I/II/II/IV dan ATP sintase kira-kira 1:1:3:7:4.[77] Walau demikian, perdebatan mengenai hipotesis superkompleks ini masihlah belum berakhir, karena beberapa data tampaknya tidak sesuai dengan model ini.[27][78]
Berbeda dengan banyaknya kemiripan dalam struktur dan fungsi rantai transpor elektron pada eukariota, bakteri dan arkaea memiliki banyak jenis enzim transfer elektron yang sangat bervariasi. Enzim-enzim yang bervariasi ini pula menggunakan senyawa kimia yang bervaruasi sebagai substrat.[79] Walau demikian, terdapat kesamaan dengan rantai transpor elektron eukarita, yaitu transpor elektron prokariotik juga menggunakan energi yang dilepaskan dari oksidasi substrat untuk memompa ion keluar masuk membran dan menghasilkan gradien elektrokimia. Fosforilasi oksidatif bakteri, utamanya bakteri Escherichia coli telah dipahami secara mendetail, manakala pada arkaea, hal ini masih belum dipahami dengan baik.[80]
Perbedaan utama antara fosforilasi eukariotik dengan fosforilasi oksidatif prokariotik adalah bahwa bakteri dan arkaea menggunakan banyak senyawa-senyawa yang berbeda untuk menerima dan mendonor elektron. Hal ini sebenarnya mengizinkan prokariota untuk hidup dan tumbuh dalam berbagai jenis kondisi dan lingkungan.[81] Pada E. coli, sebagai contohnya, fosforilasi oksidatif dapat didorong oleh sejumlah besar pasangan reduktor dan oksidator (lihat tabel di bawah). Potensial titik tengah suatu senyawa kimia mengukur seberapa banyak energi yang dilepaskan ketika ia dioksidasi maupun direduksi, dengan reduktor memiliki potensial negatif dan oksidator positif.
Sebagaimana yang ditunjukkan oleh tabel di atas, E. coli dapat tumbuh dengan menggunakan reduktor seperti format, hidrogen, ataupun laktat sebagai donor elektron dan nitrat, DMSO, ataupun oksigen akseptor.[81] Semakin besar perbedaan potensial titik tengah antra reduktor dan oksidator, semakin banyak pula energi yang dilepaskan ketika bereaksi. Dari seluruh pasangan senyawa ini, pasangan suksinat/fumarat tidak lazim karena potensial titik tengahnya mendekati nol. Suksinat oleh karenanya dapat dkoksidasi menjadi fumarat apabila terdapat oksidator kuat seperti oksigen dan fumarat dapat direduksi menjadi suksinat menggunakan reduktor kuat seperti format. Reaksi alternatif ini dikatalisis oleh suksinat dehidrogenase untuk oksidasi suksinat dan fumarat reduktase untuk reduksi fumarat.[83]
Beberapa prokariota menggunakan pasangan redoks yang hanya memiliki perbedaan potensial titik tengah yang kecil. Sebagai contohnya, bakteri yang melakukan nitrifikasi seperti Nitrobakter mengoksidasi nitrit menjadi nitrat dan mendonarkan elektron ke oksigen. Sejumlah kecil energi yang dilepaskan oleh reaksi ini cukup untuk memompa proton dan menghasilkan ATP, namun tidak cukup untuk menghasilkan NADH ataupun NADPH secara langsung untuk digunakan dalam anabolisme.[84] Permasalahan ini diselesaikan dengan menggunakan nitrit oksidoreduktase untuk menghasilkan gaya gerak proton yang cukup untuk menjalankan sebagai rantai transpor elektron secara terbalik, menyebabkan kompleks I memproduksi NADH.[85][86]
Prokariota mengontrol penggunaan donor dan akseptor elektron ini dengan memproduksi enzim tertentu sesuai dengan kondisi lingkungan.[87] Fleksibilitas ini dimungkinkan karena oksidase dan reduktase yang berbeda menggunakan kolam ubikuinon yang sama. Ini mengizinkan banyak kombinasi enzim untuk bekerja secara bersamaan, yang saling terhubung oleh zat antara ubikuinol.[82]
Selain beranekaragamnya lintasan metabolisme ini, prokariota juga memiliki sejumlah besar isozim, yaitu enzim-enzim berbeda yang mengkatalisis reaksi yang sama. Sebagai contohnya, E. coli memiliki dua jenis ubikuinol oksidase yang berbeda. Di bawah kondisi aerob, sel menggunakan oksidase yang berafinitas rendah terhadap oksigen yang dapat mentranspor dua proton per elektron. Namun, apabila kadar oksigen menurun, sel akan menggunakan oksidase yang hanya mentransfer satu proton per elektron namun berafinitas tinggi terhadap oksigen.[88]
ATP sintase, juga disebut kompleks V, adalah enzim terakhir dalam lintasan fosforilasi oksidatif. Enzim ini ditemukan di seluruh organisme hidup dan berfungsi sama pada prokariota maupun eukariota.[89] Enzim ini menggunakan energi yang tersimpan pada gradien proton di sepanjang membran untuk mendorong sintesis ATP dari ADP dan fosfat (Pi). Perkiraan jumlah proton yang diperlukan untuk mensintesis satu ATP berkisar antara tiga sampai dengan empat,[90][91] dengan beberapa peneliti yang mensugestikan bahwa sel dapat memvariasikan rasio ini sesuai dengan kondisi.[92]
Reaksi fosforilasi ini adalah reaksi kesetimbangan, yakni ia dapat digeser dengan mengubah gaya gerak proton. Dengan ketiadaan gaya gerak proton, reaksi ATP sintase akan berjalan dari sisi kanan ke kiri, menghidrolisis ATP dan memompa proton keluar dari matriks melewati membran. Namun, ketika gaya gerak protonnya tinggi, reaks dipaksa untuk berjalan secara terbalik, yaitu dari sisi kanan ke kiri, mengizinkan proton mengalir dan mengubah ADP menjadi ATP.[89]
ATP sintase adalah sebuah kompleks protein yang besar dengan bentuk seperti jamur. Kompleks enzim ini pada mamalia mengandung 16 subunit dan memiliki massa kira-kira 600 kilodalton.[93] Bagian yang tertanam pada membran disebut FO dan mengandung sebuah cincin subunit c dan saluran proton. "Tangkai" dan kepala yang berbentuk bola disebut F1 dan merupakan tempat sintesis ATP. Kompleks yang berbentuk bola pada ujung akhir F1 mengandung enam protein yang dapat dibagi menjadi dua jenis: tiga subunit α dan tiga subunit β), manakala bagian "tangkai" terdiri dari satu protein: subunit γ, dengan ujung tangkai menusuk ke dalam bola subunit α dan β.[94] Baik subunit α dan β mengikat nukleotida, namun hanya subunit β yang mengkatalisis reaksi sintesis ATP. Di samping F1 pula terdapat sebuah subunit berbentuk batang yang menghubungakan subunit α dan β dengan dasar enzim.
Seiring dengan mengalirnya proton melewati membran melalui saluran ini, motor FO berotasi.[95] Rotasi dapat disebabkan oleh perubahan pada ionisasi asam amino cincin subunit c, menyebabkan interaksi elektrosatik yang menolak cincin subunit c.[96] Cincin yang berotasi ini pada akhirnya akan memutar "as roda" (tangkai subunit γ). Subunit α dan β dihalangi untuk berputar oleh batang samping yang berfungsi sebagai stator. Pergerakan ujung subunit γ yang berada dalam bola subunit α dan β memberikan energi agar tapak aktif pada subunit β menjalankan siklus pergerakan yang memproduksi dan kemudian melepaskan ATP.[9]
Reaksi sintesis ATP ini disebut sebagai mekanisme perubahan ikatan (binding change mechanism) dan melibatkan tapak aktif subunit β yang berputar terus dalam tiga keadaan.[97] Pada keadaan "terbuka", ADP dan fosfat memasuki tapa aktif (ditunjukkan dalam warna coklat pada diagram). Protein kemudian menutup dan mengikat ADP dan fosfat secara longgar (keadaan "longgar" ditunjukkan dalam warna merah). Enzim kemudian berubah bentuk lagi dan memaksa kedua molekul ini bersama, dengan tapak aktif dalam keadaan "ketat" (ditunjukan dalam warna merah jambu) dan mengikat molekul ATP yang terbentuk. Tapak aktif kemudian kembali lagi ke keadaan terbuka dan melepaskan ATP untuk kemudian mengikat ADP dan fosfat, dan memulai siklus yang baru.
Pada beberapa bakteri dan arkaea, sintesis ATP didorong oleh pergerakan ion natrium yang melalui membran sel daripada pergerakan proton.[98][99] Arkaea seperti Methanococcus juga mengandung A1Ao sintase, sebuah bentuk enzim yang mengandung protein tambahan dengan kemiripan urutan asam amino yang kecil dengan subunit ATP sintase bakteri dan eukariota lainnya. Adalah mungkin bahwa pada beberapa spesies, bentuk enzim A1Ao adalah ATP-sintase terspesialisasi yang digerakkan oleh natrium,[100] namun ini tidaklah benar pada keseluruhan kasus.[99]
Oksigen molekuler merupakan akseptor elektron akhir yang ideal, karena ia merupakan oksidator kuat. Reduksi oksigen melibatkan zat antara yang berpotensi bahaya.[101] Walaupun transfer empat elektron dan empat proton akan mereduksi oksigen menjadi air, yang tidak berbahaya, transfer satu atau dua elektron akan menghasilkan anion superoksida ataupun anion peroksida, yang sangat reaktif dan berbahaya.
Spesi oksigen reaktif dan produk reaksinya ini seperti radikal hidroksil, sangatlah berbahaya bagi sel, karena akan mengoksidasi protein dan mengakibatkan mutasi pada DNA. Kerusakan ini berkontribusi terhadap penyakit dan diajukan pula merupakan salah satu akibat dari penuaan.[102][103]
Kompleks sitokrom c sangat efisien mereduksi oksigen menjadi air, dan melepaskan hanya sedikit zat antara yang tereduksi secara parsial. Namun terdapat sejumlah kecil anion superoksida dan peroksida yang diproduksi oleh rantai transpor elektron.[104] Terutama pentingnya adalah pada reduksi koenzime Q pada kompleks III, karena radikal bebas ubikuinon
yang sangat reaktif terbentuk sebagai zat antara dalam siklus Q. Spesi yang tidak stabil ini dapat menyebabkan "kebocoran" elektron ketika elektron ditransfer secara langsung ke oksigen dan menghasilkan superoksida.[105] Karena laju produksi spesi oskigen reaktif oleh kompleks pemompa proton ini tertinggi ketika potensial membran tinggi, diajukan bahwa mitokondria meregulasi aktivitas kompleks untuk menjaga potensial membran berada dalam kisaran yang kecil sehingga menyeimbangkan produksi ATP terhadap produksi oksidator.[106] Sebagai contohnya, oksidator dapat mengaktivasi UCP (uncoupling protein) yang menurunkan potensial membran.[107]
Dari beberapa senyawa intermediat pengusung satu elektron, radikal bebas SQ- dianggap merupakan senyawa yang paling berperan aktif dalam mereduksi molekul oksigen menjadi anion superoksida. Molekul semikuinon dihasilkan kompleks I dan III sebagai hasil reduksi ubikuinon atau oksidasiubikuinol,
SQ- akan melekat pada kompleks I atau III hingga saat terstimulasi elektron yang kedua dengan reaksi,
Semikuinon lebih lanjut dapat berinteraksi langsung dengan molekul oksigen dengan reaksi,
Inhibitor
Terdapat beberapa obat dan racun yang dikenal baik menginhibisi fosforilasi oksidatif. Walaupun semua racun hanya menginhibisi satu enzim pada rantai transpor elektron, inhibisi pada langkah apapun pada proses ini akan menghentikan keseluruhan proses. Contohnya, jika oligomisin menginhibisi ATP sintase, proton tidak dapat mengalir balik ke dalam mitokondria.[109] Akibatnya, pompa proton tidak dapat bekerja, karena gradien konsentrasinya menjadi terlalu kuat untuk diatasi. NADH kemudian tidak akan lagi teroksidasi dan siklus asam sitrat berhenti bekerja karena konsentrasi NAD+ menurun di bahwa kadar yang cukup agar enzim bekerja.
Menghambat rantai transpor elektron dengan terikat lebih kuat daripada oksigen pada pusat Fe–Cu dalam sitokrom c oksidase, mencegah reduksi oksigen.[110]
Ionofor yang mengganggu gradien proton dengan membawa proton melewati membran. Ionofor ini mengawagandengkan (uncouple) pompa proton dari sintesis ATP karena ia membawa proton melewati membran mitokondria dalam.[111]
Tidak semua inhibitor fosforilasi oksidatif bersifat racun. Pada jaringan lemak coklat, saluran proton yang diregulasi disebut UCP (uncoupling protein), yang dapat mengawagandengkan respirasi dari sintesis ATP.[114] Respirasi cepat ini menghasilkan panas, dan proses ini sangat penting dalam menjaga suhu tubuh pada hewan yang berhibernasi, walaupun protein ini kemungkinan juga memiliki fungsi umum dalam respon sel terhadap stres.[115]
^(Inggris) Bruce Alberts, Alexander Johnson, Julian Lewis, Martin Raff, Keith Roberts, and Peter Walter (2002). Molecular Biology of the Cell - Chemiosmotic coupling (edisi ke-4). Garland Science. ISBN0-8153-3218-1. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-24. Diakses tanggal 2010-07-13.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Crane FL (2001). "Biochemical functions of coenzyme Q10". Journal of the American College of Nutrition. 20 (6): 591–8. PMID11771674. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-12-16. Diakses tanggal 2009-05-17.Parameter |day= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Mitchell P (1979). "Keilin's respiratory chain concept and its chemiosmotic consequences". Science. 206 (4423): 1148–59. doi:10.1126/science.388618. PMID388618.
^Johnson D, Dean D, Smith A, Johnson M (2005). "Structure, function, and formation of biological iron-sulfur clusters". Annu Rev Biochem. 74: 247–81. doi:10.1146/annurev.biochem.74.082803.133518. PMID15952888.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Page CC, Moser CC, Chen X, Dutton PL (1999). "Natural engineering principles of electron tunnelling in biological oxidation-reduction". Nature. 402 (6757): 47–52. doi:10.1038/46972. PMID10573417.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Leys D, Scrutton NS (2004). "Electrical circuitry in biology: emerging principles from protein structure". Curr. Opin. Struct. Biol. 14 (6): 642–7. doi:10.1016/j.sbi.2004.10.002. PMID15582386.
^Boxma B, de Graaf RM, van der Staay GW; et al. (2005). "An anaerobic mitochondrion that produces hydrogen". Nature. 434 (7029): 74–9. doi:10.1038/nature03343. PMID15744302.Pemeliharaan CS1: Penggunaan et al. yang eksplisit (link) Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^ abcdefghMedical CHEMISTRY Compendium. By Anders Overgaard Pedersen and Henning Nielsen. Aarhus University. 2008
^ abcLenaz G, Fato R, Genova M, Bergamini C, Bianchi C, Biondi A (2006). "Mitochondrial Complex I: structural and functional aspects". Biochim Biophys Acta. 1757 (9–10): 1406–20. doi:10.1016/j.bbabio.2006.05.007. PMID16828051.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^ abSazanov L.A., Hinchliffe P. (2006) Structure of the hydrophilic domain of respiratory complex I from Thermus thermophilus. Science 311, 1430–1436
^Baranova EA, Holt PJ, Sazanov LA (2007). "Projection structure of the membrane domain of Escherichia coli respiratory complex I at 8 A resolution". J. Mol. Biol. 366 (1): 140–54. doi:10.1016/j.jmb.2006.11.026. PMID17157874.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Friedrich T, Böttcher B (2004). "The gross structure of the respiratory complex I: a Lego System". Biochim. Biophys. Acta. 1608 (1): 1–9. doi:10.1016/j.bbabio.2003.10.002. PMID14741580.
^Yankovskaya V., Horsefield R., Tornroth S., Luna-Chavez C., Miyoshi H., Leger C., Byrne B., Cecchini G., Iwata S. (2003) Architecture of succinate dehydrogenase and reactive oxygen species generation. Science 299, 700–704
^Horsefield R, Iwata S, Byrne B (2004). "Complex II from a structural perspective". Curr. Protein Pept. Sci. 5 (2): 107–18. doi:10.2174/1389203043486847. PMID15078221.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Kita K, Hirawake H, Miyadera H, Amino H, Takeo S (2002). "Role of complex II in anaerobic respiration of the parasite mitochondria from Ascaris suum and Plasmodium falciparum". Biochim. Biophys. Acta. 1553 (1–2): 123–39. doi:10.1016/S0005-2728(01)00237-7. PMID11803022.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Painter HJ, Morrisey JM, Mather MW, Vaidya AB (2007). "Specific role of mitochondrial electron transport in blood-stage Plasmodium falciparum". Nature. 446 (7131): 88–91. doi:10.1038/nature05572. PMID17330044.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^ abZhang J, Frerman FE, Kim JJ (2006). "Structure of electron transfer flavoprotein-ubiquinone oxidoreductase and electron transfer to the mitochondrial ubiquinone pool". Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A. 103 (44): 16212–7. doi:10.1073/pnas.0604567103. PMID17050691.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Berry E, Guergova-Kuras M, Huang L, Crofts A (2000). "Structure and function of cytochrome bc complexes". Annu Rev Biochem. 69: 1005–75. doi:10.1146/annurev.biochem.69.1.1005. PMID10966481.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Iwata S, Lee JW, Okada K; et al. (1998). "Complete structure of the 11-subunit bovine mitochondrial cytochrome bc1 complex". Science. 281 (5373): 64–71. doi:10.1126/science.281.5373.64. PMID9651245.Pemeliharaan CS1: Penggunaan et al. yang eksplisit (link) Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Hunte C, Palsdottir H, Trumpower BL (2003). "Protonmotive pathways and mechanisms in the cytochrome bc1 complex". FEBS Lett. 545 (1): 39–46. doi:10.1016/S0014-5793(03)00391-0. PMID12788490.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Calhoun M, Thomas J, Gennis R (1994). "The cytochrome oxidase superfamily of redox-driven proton pumps". Trends Biochem Sci. 19 (8): 325–30. doi:10.1016/0968-0004(94)90071-X. PMID7940677.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Tsukihara T, Aoyama H, Yamashita E, Tomizaki T, Yamaguchi H, Shinzawa-Itoh K, Nakashima R, Yaono R, Yoshikawa S. (1996). "The whole structure of the 13-subunit oxidized cytochrome c oxidase at 2.8 A". Science. 272 (5265): 1136–44. doi:10.1126/science.272.5265.1136. PMID8638158.Lebih dari satu parameter |work= dan |journal= yang digunakan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Yoshikawa S, Muramoto K, Shinzawa-Itoh K; et al. (2006). "Proton pumping mechanism of bovine heart cytochrome c oxidase". Biochim. Biophys. Acta. 1757 (9–10): 1110–6. doi:10.1016/j.bbabio.2006.06.004. PMID16904626.Pemeliharaan CS1: Penggunaan et al. yang eksplisit (link) Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Rasmusson AG, Soole KL, Elthon TE (2004). "Alternative NAD(P)H dehydrogenases of plant mitochondria". Annual review of plant biology. 55: 23–39. doi:10.1146/annurev.arplant.55.031903.141720. PMID15725055.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^McDonald A, Vanlerberghe G (2004). "Branched mitochondrial electron transport in the Animalia: presence of alternative oxidase in several animal phyla". IUBMB Life. 56 (6): 333–41. doi:10.1080/1521-6540400000876. PMID15370881.
^Sluse FE, Jarmuszkiewicz W (1998). "Alternative oxidase in the branched mitochondrial respiratory network: an overview on structure, function, regulation, and role". Braz. J. Med. Biol. Res. 31 (6): 733–47. doi:10.1590/S0100-879X1998000600003. PMID9698817.
^Moore AL, Siedow JN (1991). "The regulation and nature of the cyanide-resistant alternative oxidase of plant mitochondria". Biochim. Biophys. Acta. 1059 (2): 121–40. doi:10.1016/S0005-2728(05)80197-5. PMID1883834.
^Vanlerberghe GC, McIntosh L (1997). "Alternative oxidase: From Gene to Function". Annual Review of Plant Physiology and Plant Molecular Biology. 48: 703–34. doi:10.1146/annurev.arplant.48.1.703. PMID15012279.
^Ito Y, Saisho D, Nakazono M, Tsutsumi N, Hirai A (1997). "Transcript levels of tandem-arranged alternative oxidase genes in rice are increased by low temperature". Gene. 203 (2): 121–9. doi:10.1016/S0378-1119(97)00502-7. PMID9426242.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Heinemeyer J, Braun HP, Boekema EJ, Kouril R (2007). "A structural model of the cytochrome C reductase/oxidase supercomplex from yeast mitochondria". J. Biol. Chem. 282 (16): 12240–8. doi:10.1074/jbc.M610545200. PMID17322303.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Nealson KH (1999). "Post-Viking microbiology: new approaches, new data, new insights". Origins of life and evolution of the biosphere: the journal of the International Society for the Study of the Origin of Life. 29 (1): 73–93. doi:10.1023/A:1006515817767. PMID11536899.
^Van Walraven HS, Strotmann H, Schwarz O, Rumberg B (1996). "The H+/ATP coupling ratio of the ATP synthase from thiol-modulated chloroplasts and two cyanobacterial strains is four". FEBS Lett. 379 (3): 309–13. doi:10.1016/0014-5793(95)01536-1. PMID8603713.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Yoshida M, Muneyuki E, Hisabori T (2001). "ATP synthase—a marvellous rotary engine of the cell". Nat. Rev. Mol. Cell Biol. 2 (9): 669–77. doi:10.1038/35089509. PMID11533724.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Capaldi R, Aggeler R (2002). "Mechanism of the F(1)F(0)-type ATP synthase, a biological rotary motor". Trends Biochem Sci. 27 (3): 154–60. doi:10.1016/S0968-0004(01)02051-5. PMID11893513.
^Müller V (2004). "An exceptional variability in the motor of archaeal A1A0 ATPases: from multimeric to monomeric rotors comprising 6–13 ion binding sites". J. Bioenerg. Biomembr. 36 (1): 115–25. doi:10.1023/B:JOBB.0000019603.68282.04. PMID15168615.
^ abDavies K (1995). "Oxidative stress: the paradox of aerobic life". Biochem Soc Symp. 61: 1–31. PMID8660387.
^Rattan SI (2006). "Theories of biological aging: genes, proteins, and free radicals". Free Radic. Res. 40 (12): 1230–8. doi:10.1080/10715760600911303. PMID17090411.
^Valko M, Leibfritz D, Moncol J, Cronin MT, Mazur M, Telser J (2007). "Free radicals and antioxidants in normal physiological functions and human disease". Int. J. Biochem. Cell Biol. 39 (1): 44–84. doi:10.1016/j.biocel.2006.07.001. PMID16978905.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Finkel T, Holbrook NJ (2000). "Oxidants, oxidative stress and the biology of ageing". Nature. 408 (6809): 239–47. doi:10.1038/35041687. PMID11089981.
^Kadenbach B, Ramzan R, Wen L, Vogt S (2009). "New extension of the Mitchell Theory for oxidative phosphorylation in mitochondria of living organisms". Biochim. Biophys. Acta. doi:10.1016/j.bbagen.2009.04.019. PMID19409964.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Echtay KS, Roussel D, St-Pierre J; et al. (2002). "Superoxide activates mitochondrial uncoupling proteins". Nature. 415 (6867): 96–9. doi:10.1038/415096a. PMID11780125.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Penggunaan et al. yang eksplisit (link) Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^(Inggris)"The Role of External and Matrix pH in Mitochondrial Reactive Oxygen Species Generation". Department of Biochemistry and Molecular Biology, Associated Unit to Consejo Superior de Investigaciones Científicas, Institute of Biomedicine of the University of Barcelona and Catalan Theoretical and Computational Chemistry Reference Network, Faculty of Biology, A. N. Belozersky Institute of Physico-Chemical Biology, Moscow State University, Department of Pediatrics, University of Pittsburgh School of Medicine and The Children's Hospital of Pittsburgh, Hospital Clínic-Ciberes, Institut d'Investigacions Biomedic August Pi i Sunyer (IDIBAPS), University of Barcelona,Diabetes Institute, Rangos Research Center University of Pittsburgh; Vitaly A. Selivanov, Jennifer A. Zeak, Josep Roca, Marta Cascante, Massimo Trucco, dan Tatyana V. Votyakova. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-24. Diakses tanggal 2010-11-13.
^ abJoshi S, Huang YG (1991). "ATP synthase complex from bovine heart mitochondria: the oligomycin sensitivity conferring protein is essential for dicyclohexyl carbodiimide-sensitive ATPase". Biochim. Biophys. Acta. 1067 (2): 255–8. doi:10.1016/0005-2736(91)90051-9. PMID1831660.
^Tsubaki M (1993). "Fourier-transform infrared study of cyanide binding to the Fea3-CuB binuclear site of bovine heart cytochrome c oxidase: implication of the redox-linked conformational change at the binuclear site". Biochemistry. 32 (1): 164–73. doi:10.1021/bi00052a022. PMID8380331.
^Dervartanian DV, Veeger C. (1964). "Studies on succinate dehydrogenase. I. Spectral properties of the purified enzyme and formation of enzyme-competitive inhibitor complexes". Biochim. Biophys. Acta. 92: 233–47. PMID14249115.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Borecký J, Vercesi AE (2005). "Plant uncoupling mitochondrial protein and alternative oxidase: energy metabolism and stress". Biosci. Rep. 25 (3-4): 271–86. doi:10.1007/s10540-005-2889-2. PMID16283557.
Bacaan lebih lanjut
Pengenalan
Nelson DL (2004). Lehninger Principles of Biochemistry (edisi ke-4th). W. H. Freeman. ISBN0-716-74339-6.Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)
Schneider ED (2006). Into the Cool: Energy Flow, Thermodynamics and Life (edisi ke-1st). University of Chicago Press. ISBN0-226-73937-6.Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)
Nicholls DG (2002). Bioenergetics 3 (edisi ke-1st). Academic Press. ISBN0-125-18121-3.Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)
Haynie D (2001). Biological Thermodynamics (edisi ke-1st). Cambridge University Press. ISBN0-521-79549-4.
Rajan SS (2003). Introduction to Bioenergetics (edisi ke-1st). Anmol. ISBN8-126-11364-2.