Fiksi
Fiksi atau cerkan (cerita rekaan)[1][2] adalah kisahan atau latar yang berasal dari imajinasi—dengan kata lain, tidak secara ketat berdasarkan sejarah atau fakta.[3][4][5] Fiksi bisa diekspresikan dalam beragam format, termasuk tulisan, pertunjukan langsung, film, acara televisi, animasi, permainan video, dan permainan peran. Walaupun istilah fiksi ini awalnya lebih sering digunakan untuk bentuk sastra naratif,[6] termasuk novel, novela, cerita pendek, dan sandiwara. Fiksi biasanya digunakan dalam arti paling sempit untuk segala "narasi sastra".[7] Karya fiksi merupakan hasil dari imajinasi kreatif, jadi kecocokannya diasumsikan oleh audiensnya.[8] Kebenaran dalam karya fiksi tidak harus sejalan dengan kebenaran yang berlaku di dunia nyata, misalnya kebenaran dari segi hukum, moral, agama, logika, dan sebagainya meski tetap harus logis.[9] Dengan demikian, fiksi umumnya tidak diharapkan hanya menampilkan tokoh nyata atau deskripsi yang akurat secara faktual. Konteks fiksi dipahami sebagai sesuatu yang lebih terbuka terhadap penafsiran.[10] Tokoh dan peristiwa di dalam dunia fiksi mungkin berlatar di dalam konteks mereka sendiri yang sepenuhnya terpisah dari dunia nyata: suatu semesta fiksi yang mandiri. Fiksi merupakan lawan kata untuk nonfiksi, yang tokoh-tokohnya memegang tanggung jawab untuk menampilkan fakta sejarah dan faktual; akan tetapi, perbedaan antara fiksi dan nonfiksi bisa menjadi tidak jelas, misalnya dalam sastra pascamodern.[11] FormatSecara tradisional, fiksi termasuk novel, cerita pendek, fabel, legenda, mitos, dongeng, epik dan puisi naratif, sandiwara (termasuk opera, teater musikal, drama, permainan boneka, dan berbagai jenis tarian teatrikal). Namun, fiksi juga dapat mencakup buku komik, berbagai kartun animasi, stop motion, anime, manga, film, permainan video, program radio, program televisi (komedi dan drama), dan lain sebagainya. Jenis fiksi sastra dalam prosa termasuk:[12]
Cerita pendekCerita pendek atau cerpen adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif yang cenderung padat dan langsung pada tujuannya. Cerpen merupakan salah satu karya sastra fiksi non-faktual.[15] Fiksi cerpen sangatlah mengandalkan teknik-teknik sastra seperti tokoh, plot, tema bahasa, dan sudut pandang secara luas dibandingkan dengan karya fiksi yang lebih panjang.[16] Ciri sebuah cerpen dapat dibaca sekali duduk, plot diarahkan hanya pada sebuah insiden atau peristiwa tunggal, watak tokoh tidak dikembangkan secara penuh, dimensi ruang dan waktu terbatas, cerita lebih padat, memusat, mendalam, dan mencapai keutuhan secara eksklusi (terpisah atau khusus).[17] NovelNovel adalah sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif. Umumnya sebuah novel bercerita tentang tentang tokoh-tokoh dan kelakuan mereka dalam kehidupan sehari-hari, dengan menitik beratkan pada sisi-sisi yang dipilih penulis dari naratif tersebut.[16] Kata novel berasal dari Bahasa Italia, novella yang berarti “sebuah kisah, sepotong berita” dan novel memiliki cerita yang lebih kompleks dari cerpen.[9] Ciri sebuah novel adalah tidak dibaca sekali duduk, plot diarahkan pada insiden atau peristiwa jamak, watak tokoh dikembangkan secara penuh, dimensi ruang dan waktu yang lebih meluas, cerita lebih luas, dan mencapai keutuhan secara inklusi.[17] InternetInternet memberikan pengaruh besar terhadap pembuatan dan penyebaran fiksi, menyebabkan munculnya keraguan pada kemampuan hak cipta sebagai cara untuk memastikan bahwa royalti dibayarkan kepada pemegang hak cipta.[18] Selain itu, perpustakaan digital seperti Project Gutenberg membuat naskah-naskah domain umum menjadi lebih tersedia. Gabungan dari komputer rumahan yang tidak mahal, internet, dan kreativitas para penggunanya juga menghasilkan bentuk fiksi baru, misalnya permainan komputer interaktif atau komik yang dibuat melalui komputer. Banyak sekali forum untuk fiksi penggemar yang bisa dicari secara daring, di mana para pengikut setia dunia fiksi tertentu membuat dan menyebarkan cerita turunan. Internet juga digunakan untuk mengembangkan fiksi blog, di mana cerita ditampilkan melalui blog baik sebagai fiksi kilat atau blog serial, dan fiksi kolaboratif, di mana cerita ditulis dalam banyak bagian oleh para penulis berbeda, atau seluruh teksnya bisa direvisi oleh siapapun menggunakan suatu wiki. GenreFiksi pada umumnya terbagi dalam sejumlah genre: bagian-bagian dari fiksi, masing-masingnya dibedakan oleh gaya, teknik naratif, isi media, atau kriteria yang didefinisikan secara populer. Meskipun sebuah karya tergolong imajiner tetapi ia memiliki golongan yang disebut Fiksi Non-fiksi (Nonfiction Fiction), yakni sebuah bentuk karya fiksi yang dasar ceritanya merupakan sebuah fakta.[9] Yang termasuk kedalam Fiksi Non-fiksi adalah:
Beberapa karya fiksi sedikit atau sangat digambarkan ulang berdasarkan pada beberapa kisah asli yang sebenarnya, atau sebuah biografi yang direkonstruksi.[19] Seringkali, bahkan ketika cerita fiksi didasarkan pada fakta, mungkin terdapat penambahan dan pengurangan dari kisah nyata untuk membuatnya lebih menarik. Contohnya adalah The Things They Carried karya Tim O'Brien, serial cerita pendek mengenai Perang Vietnam. Karya fiksi yang secara eksplisit melibatkan unsur-unsur supernatural, magis, atau secara ilmiah tidak mungkin sering diklasifikasikan dalam genre fantasi, termasuk novel karya Lewis Carroll Alice In Wonderland, seri Harry Potter karya J. K. Rowling, dan The Lord of the Rings karya J. R. R. Tolkien. Pencipta fantasi terkadang memperkenalkan makhluk imajiner dan tokoh-tokoh seperti naga dan peri.[5] RealismeFiksi realistis biasanya melibatkan cerita yang latar dasarnya (waktu dan lokasi di dunia) adalah nyata dan kejadian-kejadiannya dapat terjadi secara layak dalam pengaturan dunia nyata; fiksi non-realistik melibatkan cerita yangterjadi pada latar sebaliknya, sering kali berlatar pada alam semesta yang sepenuhnya imajiner, sejarah alternatif dunia selain yang saat ini dipahami sebagai benar, atau lokasi atau waktu lain yang tidak nyata. Terkadang bahkan menghadirkan teknologi yang tidak mungkin atau pembangkangan terhadap hukum alam yang dipahami saat ini. Namun, semua jenis fiksi boleh jadi mengundang audiens mereka untuk mengeksplorasi ide-ide, masalah, atau kemungkinan yang nyata dalam latar imajiner.[note 1][note 2] Kritikus sastra James Wood, berpendapat bahwa "fiksi adalah baik kecerdasan dan hal yang terlihat seakan-akan benar", yang berarti bahwa fiksi membutuhkan baik penemuan kreatif maupun tingkat kepercayaan yang dapat dipercaya,[20] sebuah gagasan yang sering dikemas dalam istilah penyair Samuel Taylor Coleridge: penangguhan ketidakpercayaan. Juga, kemungkinan-kemungkinan fiktif yang tak terbatas itu sendiri menandakan ketidakmungkinan mengetahui realitas secara penuh, secara provokatif menunjukkan bahwa tidak ada kriteria untuk mengukur konstruksi realitas.[21] Fiksi sastraFiksi sastra diartikan sebagai karya fiksi yang dianggap memiliki nilai sastra, berbeda dari fiksi "genre" yang lebih komersial. Perbedaan ini bisa menjadi kontroversial di antara para kritikus dan cendekiawan. Neal Stephenson berpendapat bahwa walaupun definisi apapun adalah sederhana, tapi pada masa kini ada perbedaan budaya umum antara fiksi sastra dan genre. Di satu pihak, para penulis sastra saat ini sering disokong oleh pola, dengan dipekerjakan di universitas atau lembaga serupa, dan dengan keberlanjutan posisinya ditentukan tidak hanya oleh penjualan buku tetapi juga oleh kritik dari penulis sastra ternama lain serta kritikus. Di pihak lain, menurutnya, penulis fiksi genre cenderung menyokong diri mereka sendiri melalui penjualan buku.[22] Akan tetapi, dalam suatu wawancara, John Updike mengeluhkan bahwa "kategori 'fiksi sastra' baru-baru ini muncul untuk menyiksa orang sepertiku yang hanya ingin menulis buku, dan jika ada yang mau membacanya, itu bagus, semakin banyak semakin meriah. ... Aku semacam penulis genre. Aku menulis fiksi sastra, yang mana seperti fiksi mata-mata atau chick lit".[23] Perkembangan karya fiksi di IndonesiaPertama kali sebuah karya fiksi yang masuk ke Indonesia adalah karya novel terjemahan,masa ini dinamakan Sastra Melayu Lama sekitar tahun 1870-an.[16] Pada tahun 1920 terbitlah karya sastra berupa prosa seperti novel, cerpen, drama dan lain sebagainya. Angkatan ini dikenal dengan Angkatan Balai Pustaka, karya karya novelis Indonesia yang terkenal pada masa ini adalah Siti Nurbaya, Salah Asuhan, dan Si Cebol Merindukan Bulan.[24] Pada masa berikutnya muncullah angkatan Pujangga Baru sebagai reaksi keras atas banyak sensor oleh Penerbit Balai Pustaka. Karya-karya yang terkenal pada masa ini adalah Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, Belenggu dan Di Bawah Lindungan Ka'bah.[25] Lalu muncullah Angkatan '45, angkatan ini lebih realistik dibanding angkatan sebelumnya. Sastrawan yang terkenal pada masa ini adalah: Chairil Anwar, Idrus, dan Trisno Sumardjo.[16] Angkatan berikutnya adalah Angkatan 1950-1960.[16] Ciri karya sastra dari angkatan ini di dominasi oleh cerpen dan puisi. Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) yang berkonsep sastra realisme-sosialis. Karya yang terkenal pada masa ini adalah Mochtar Loebis, Ramadhan K.H, dan W.S. Rendra.[16] Dan berikutnya datanglah Angkatan 1966-1970 yang karya sastranya menganut aliran surealis, arketipe dan absurd.[26] Sastrawan terkenal pada masa ini adalah: Taufik Ismail, Umar Kayam, dan Titis Basino. Kemudian pada dekade berikutnya karya sastra lebih di dominasi oleh roman, angkatan ini dinamakan angkatan 1980-1990. Sastrawan terkenal pada zaman ini adalah Nh. Dini. dan berikutnya adalah Angkatan Reformasi. Pada masa ini banyaknya karya sastra berupa novel, cerpen dan puisi yang bertemakan sosial dan politik.[27] Dan terakhir adalah Angkatan 2000-an. Novelis terkenal pada masa ini adalah Andrea Hirata[16] Lihat pulaCatatan
Referensi
Bibliografi
Pranala luar
|