Keputusan pengadilan penting di Indonesia adalah keputusan pengadilan yang mengubah interpretasihukum yang ada di Indonesia. Keputusan yang dapat menyelesaikan hukum dalam lebih dari satu cara:
Menetapkan prinsip atau konsep hukum baru yang signifikan.
Membalikkan preseden sebelumnya berdasarkan efek negatifnya atau kelemahan dalam alasannya.
Membedakan prinsip baru yang menyempurnakan prinsip sebelumnya, sehingga menyimpang dari praktik sebelumnya tanpa melanggar aturan UUD 1945.
Menetapkan tes atau standar yang dapat diukur yang dapat diterapkan oleh pengadilan dalam keputusan masa depan.
Di Indonesia, keputusan pengadilan penting paling sering berasal dari Mahkamah Agung. Pengadilan banding Indonesia juga dapat membuat keputusan semacam itu, terutama jika Mahkamah Agung memilih untuk tidak meninjau kasus tersebut. Meskipun banyak kasus dari pengadilan tertinggi negara bagian yang signifikan dalam mengembangkan hukum negara bagian tersebut, hanya sedikit yang begitu revolusioner sehingga mengumumkan standar yang kemudian dipilih untuk diikuti oleh banyak pengadilan negeri lainnya.
Hak individu
Diskriminasi berdasarkan ras dan etnis
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1167 K/PID.SUS/2018, tanggal 7 Juni 2018,[1] telah menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh jaksa penuntut umum dan terdakwa Drs. Alfian Tanjung dalam perkara dugaan tindak pidana penghasutan terkait diskriminasi ras dan etnis. Dengan demikian, putusan pengadilan tingkat banding dan tingkat pertama dinyatakan tetap.
Kontrasepsi dan aborsi
Putusan Mahkamah Agung Nomor 722 K/PID/2017, tanggal 4 Oktober 2017,[2] telah menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh Panati alias Nati binti Ambo Massa dalam perkara pidana terkait aborsi. Dengan demikian, putusan pengadilan tingkat banding dan tingkat pertama dinyatakan tetap.
Kewarganegaraan
Putusan Pengadilan Negeri Sabang Nomor 09/Pid.B/2017/PN-Sab, tanggal 24 Mei 2017,[3] telah menjatuhkan vonis terhadap terdakwa Norsyafiah Afiqah Binti Abd. Talib atas tindak pidana penggelapan.
Putusan Pengadilan Negeri Pandeglang Nomor 23/Pid/Sus/2019/PN.Pdl tanggal 13 Maret 2019 menyatakan Okta Saputra terbukti bersalah melakukan penyalahgunaan narkotika golongan I dan dijatuhi pidana penjara 6 bulan.[4]
Penangkapan tersangka terorisme
Putusan Mahkamah Agung Nomor 167 PK/Pid.Sus/2013, tanggal 11 Februari 2014,[5] menolak permohonan kasasi terdakwa Taufik Bin Marzuki alias Abu Sayaf alias Alex Nurdin Sulaiman bin Tarmizi dalam perkara pidana terorisme. Putusan ini memperkuat putusan tingkat sebelumnya dan menegaskan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana terorisme.
Pembunuhan
Putusan Mahkamah Agung Nomor 813 K/Pid/2023, tanggal 8 Agustus 2023,[6] dalam perkara pidana umum terhadap Ferdy Sambo, S.H., S.I.K., M.H., terkait kasus pembunuhan berencana terhadap Yosua Hutabarat, telah memperkuat putusan tingkat banding dan tingkat pertama. Mahkamah Agung menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana secara bersama-sama dan tanpa hak melakukan tindakan yang mengakibatkan sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya secara bersama-sama. Terhadap perbuatannya, terdakwa dijatuhi pidana penjara seumur hidup.
Hukuman mati
Putusan Pengadilan Negeri Sengeti Nomor 36/Pid.B/2013/PN Snt, tanggal 30 Juli 2013,[7] menjatuhkan vonis hukuman mati kepada terdakwa Musliadi Kataren alias Musli atas tindak pidana pembunuhan berencana.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1396 K/PID.SUS/2016, tanggal 12 Oktober 2016,[9] telah menolak permohonan kasasi terdakwa Sri Mulyani dalam perkara tindak pidana korupsi terkait kredit macet di sebuah bank BUMN. Mahkamah Agung menyatakan bahwa terdakwa tetap bertanggung jawab atas kerugian negara meskipun bukan dirinya yang langsung menandatangani perjanjian kredit.
Hukuman pidana lainnya
Hukum penduduk asli Indonesia
Putusan Mahkamah Agung Nomor 2645K/PDT/2004, tanggal 14 November 2006,[10] telah menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh David Jama Pulu Pina dan Rambu Tanggu Mitta alias Rambu Yaya dalam perkara perdata yang melibatkan pelanggaran hukum adat.
Hak Uji Materiil
Putusan Mahkamah Agung Nomor 45 P/HUM/2023 tertanggal 11 Januari 2024 memutuskan perkara antara Danny Wahyudi melawan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia. Permohonan ini merupakan Peninjauan Kembali (PK) terkait Hak Uji Materiil dalam perkara Tata Usaha Negara (TUN).[11] Dalam putusan yang dipimpin oleh Hakim Ketua H. Yulius, dengan Hakim Anggota H. Yosran dan H. Is Sudaryono, serta didukung oleh Panitera Michael Renaldy Zein, Mahkamah Agung memutuskan untuk menolak permohonan hak uji materiil yang diajukan oleh Danny Wahyudi. Sidang musyawarah dilaksanakan pada 11 Januari 2024, dan putusan resmi dibacakan pada hari yang sama. Amar putusan menyatakan: Tolak Permohonan Hak Uji Materiil. Dengan putusan ini, status perkara memiliki kekuatan hukum tetap.
Hukum administrasi
Gagal bayar
Putusan Pengadilan Negeri Padang Panjang Nomor 7/Pdt.G.S/2024/PN Pdp tanggal 17 September 2024[12] mengabulkan sebagian gugatan Bri Kanca Padang Panjang terhadap Rena Yurahman dan Beny Candra terkait wanprestasi.
Daerah lainnya
Pemungutan Suara dan Penataan Ulang Daerah Pemilihan
Bisnis/Korporasi/Kontrak
Putusan Pengadilan Tinggi Bangka Belitung Nomor 30/PID/2021/PT BBL, tanggal 1 Juli 2021,[13] mengabulkan permohonan banding dari terdakwa Ahmad Dani Virsal dan memperbaiki kualifikasi tindak pidana yang dilakukannya menjadi 'mengganggu yang berhak atau kuasanya yang sah dalam menggunakan haknya atas suatu bidang tanah'
Hak Cipta/Paten
Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 2/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2019/PN Niaga Mdn, tanggal 10 Desember 2019,[14] mengabulkan gugatan Dr. H. Mahyono, SPB, SPBA terkait sengketa hak cipta atas logo 'PSMS Medan 1950'. Putusan ini membatalkan pencatatan ciptaan yang sebelumnya telah diterbitkan oleh Kementerian Hukum dan HAM.