Kepaniteraan Mahkamah Agung adalah aparatur tata usaha negara yang dalam menjalankan tugas dan fungsinya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Ketua Mahkamah Agung. Kepaniteraan Mahkamah Agung dipimpin oleh seorang Panitera.
Sejarah
Zaman Kolonial
Dalam sistem pengadilan mana pun di dunia, keberadaan lembaga kepaniteraan merupakan hal yang mutlak diperlukan sebagai unsur pendukung jalannya pengadilan. Dalam setiap susunan pengadilan, seorang ketua pengadilan selalu didampingi oleh seorang panitera pengadilan.
Ketika Indonesia berada pada zaman kolonial Belanda, lembaga pengadilan tertinggi—yang kini disebut dengan Mahkamah Agung—dalam sistem pemerintahan kolonial disebut dengan nama Hooggerechtshof. Hooggerechtshof ini berkedudukan di Jakarta dengan daerah hukum meliputi seluruh Indonesia. Susunan Hooggerechtshof terdiri dari seorang Ketua dan 2 orang anggota, seorang pokrol jenderal dan 2 orang advokat jendral, seorang Panitera yang dibantu seorang Panitera Muda atau lebih.
Pada zaman pemerintahan kolonial Jepang, lembaga peradilan tertinggi ini disebut dengan nama Saikoo Hooin. Pada tahun 1944, Saikoo Hooin ini dihapus dengan Osamu Seirei (Undang-Undang) No. 2 tahun 1944. Peran dan tugas dari Saikoo Hooin ini selanjutnya dilimpahkan kepada Kooto Hooin (Pengadilan Tinggi).[3]
Zaman Kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka, berdasarkan Pasal 24 UUD 1945 disebutkan bahwa badan peradilan tertinggi adalah Mahkamah Agung RI. Untuk pertama kalinya susunan Mahkamah Agung adalah sebagai berikut: Ketua, Wakil Ketua, Anggota-anggota, Panitera dan Kepala Tata Usaha.
Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, susunan Mahkamah Agung terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris Jenderal. Sedangkan susunan Kepaniteraan Mahkamah Agung berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 dipimpin oleh seorang panitera dan dibantu oleh seorang wakil panitera, beberapa panitera muda, dan beberapa orang panitera pengganti.
Petunjuk teknis tentang Organisasi Kepaniteraan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undanng Nomor 14 Tahun 1985 diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1985 tentang Organisasi Kepaniteraan/Sekretariat Jenderal Mahkamah Agung. Menurut Kepres ini fungsi pelaksanaan tugas Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Agung dipimpin oleh Panitera/Sekretaris Jenderal. Dalam melaksanakan tugasnya, Panitera/Sekretaris Jenderal ini dibantu oleh Wakil Panitera (administrasi peradilan) dan Wakil Sekretaris (administrasi umum). Panitera/Sekretaris Jenderal membawahi: Direktorat Perdata, Direktorat Perdata Agama, Direktorat Tata Usaha Negara, Direktorat Pidana, Direktorat Hukum dan Peradilan, Biro Umum, Biro Keuangan, Biro Kepegawaian, dan Kelompok Fungsional yang terdiri dari tenaga ahli dan yustisial.
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan/Sekretariat Jenderal Mahkamah Agung ini selanjutnya diatur dalam Keputusan Panitera / Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: MA/PANSEK/02/SK/1986 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan/Sekretariat Jenderal Mahkamah Agung Republik Indonesia.[3]
Kepaniteraan Pasca Sistem Peradilan Satu Atap
Setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menandai berlakunya sistem satu atap peradilan di bawah Mahkamah Agung, susunan organisasi Mahkamah Agung mengalami perubahan. Perubahan ini dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Salah satu perubahan organisasi Mahkamah Agung adalah pemisahan satuan kerja Kepaniteraan dan Kesekretariatan Mahkamah Agung yang semula dipimpin oleh seorang Panitera/Sekretaris Jenderal. Berdasarkan Pasal 18 UU No 5 Tahun 2004, Kepaniteraan MA dipimpin oleh seorang Panitera. Sedangkan kesekretariatan Mahkamah Agung dipimpin oleh seorang Sekretaris. Dalam UU ini juga dilakukan perubahan nomenklatur Sekretaris Jenderal menjadi Sekretaris.
Ketentuan mengenai organisasi kepaniteraan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2005. Sedangkan peraturan mengenai Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung RI diatur dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: KMA/018/SK/III/2006.[3]
Tugas dan Fungsi
Kepaniteraan Mahkamah Agung mempunyai tugas melaksanakan pemberian dukungan di bidang teknis dan administrasi justisial kepada MajelisHakim Agung dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara, serta melaksanakan administrasi penyelesaian putusan Mahkamah Agung. Dalam melaksanakan tugas, Kepaniteraan Mahkamah Agung menyelenggarakan fungsi:
Koordinasi pelaksanaan pemberian dukungan di bidang teknis dan administrasi yustisial;
Koordinasi urusan administrasi keuangan perkara di lingkungan Mahkamah Agung;
Pelaksanaan pemberian dukungan di bidang teknis dan administrasi yustisial;
Pelaksanaan minutasi perkara;
Pembinaan lembaga teknis dan evaluasi; dan
Pelaksanaan administrasi Kepaniteraan.
Struktur Organisasi
Kepaniteraan Mahkamah Agung dipimpin oleh seorang Panitera, dibantu oleh 7 (tujuh) Panitera Muda Perkara yakni:
Selain itu, dalam masing-masing kepaniteraan muda terdapat koordinator yang berfungsi untuk mengkoordinasikan registrasi dan distribusi perkara. Di bawah koordinator ini terdapat petugas pranata pengadilan yang bertuhas melaksanakan administrasi berkas perkara. Sedangkan di bawah koordinasi panitera pengganti terdapat kelompok operator yang bertugas mempersiapkan draft putusan.