Pada tanggal 13 Februari 2023, setelah menjalani persidangan selama tiga bulan di Jakarta SelatanPengadilan Negeri, Sambo dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman mati.[11][12][13] Pada 15 Februari 2023, Sambo mengajukan banding atas hukumannya, dua hari setelah vonisnya. Banding tersebut ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 12 April 2023, dan mempertahankan bahwa Sambo akan tetap dihukum mati.[14][15] Namun, pada bulan Mei 2023, Sambo mengajukan banding kasasi ke Mahkamah Agung Indonesia.[16] Bandingnya diterima dan pada tanggal 8 Agustus 2023 hukumannya diringankan menjadi penjara seumur hidup.[17] Selain itu juga beliau merupakan putra daerah Sulawesi Selatan yang berasal dari Buntu Barana, Tikala, Toraja Utara.
Kehidupan awal
Ferdy Sambo lahir pada tanggal 9 Februari 1973, di Barru, Sulawesi Selatan. Ayahnya adalah William Sambo.[18] Saudaranya adalah Leonardo Sambo (lahir 2 Juni 1971).[19][20] Dia bersekolah di SMPN 6 Makassar, di mana dia bertemu dengan calon istrinya, Putri Candrawati.[21] Setelah menyelesaikan SMA, Sambo masuk akademi kepolisian dan lulus pada tahun 1994.[18]
Kehidupan pribadi
Sambo menikah dengan Putri Candrawati (lahir 1973) pada 7 Juli 2000, yang sebelumnya berkarir sebagai dokter gigi. Pasangan ini memiliki empat anak.[22] Selama persidangan, terungkap bahwa anak bungsunya diadopsi.[23]
Ada kontroversi seputar kekayaannya, dengan publik yang bertanya-tanya bagaimana dia memiliki berbagai mobil mewah dan memiliki beberapa properti di seluruh negeri meskipun dengan hanya mengandalkan gaji jenderal polisi di Indonesia.[24][25]
Karier
Kariernya di kepolisian terbilang sukses, khususnya di bidang reserse, setelah ia dipromosikan dari Kanit Reskrim Polres Jakarta Barat menjadi Kapolres Purbalingga[26] di Jawa Tengah pada tahun 2012. Sebelum menjabat Kadiv Propam Polri, Sambo adalah Dirtipidum Bareskrim Polri.[27][28][29]
Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat ditembak di rumah Ferdy Sambo di Jakarta pada 8 Juli 2022 sekitar pukul 17.00 WIB. Yosua Hutabarat, bodyguard sekaligus sopir Sambo, dikabarkan tewas usai baku tembak dengan anggota regu pengamanan lainnya, Petugas Patroli Kedua Richard Eliezer Pudihang Lumiu,[30] diduga setelah Yosua melakukan pelecehan seksual terhadap istri Sambo, Putri Candrawati. Usai penembakan, Yosua diangkut dengan ambulans ke rumah sakit di mana ia dinyatakan meninggal, meski kabar penembakan tersebut ditunda penyiarannya hingga 11 Juli 2022.[31]
Pada 9 Agustus 2022, Sambo ditahan dan didakwa pembunuhan berencana, yang diancam hukuman mati atau penjara seumur hidup. Belakangan diduga bahwa petugas patroli Eliezer telah dijanjikan kekebalan dari penuntutan oleh Sambo jika dia menindaklanjuti penembakan versi Sambo. Terlepas dari jaminan Sambo, Eliezer terus menjadi tersangka tunggal atas pembunuhan tersebut, mendorong Eliezer untuk memberikan kesaksian yang lebih akurat dan terbuka kepada polisi yang bertentangan dengan versi Sambo tentang peristiwa tersebut.[32]
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan pada konferensi pers bahwa Sambo telah melepaskan beberapa tembakan pistol ke dinding dalam upaya untuk menunjukkan baku tembak telah menyebabkan kematian Yosua; tidak ada baku tembak dan bahwa Sambo yang mengatur pembunuhan Yosua.[33] Dia digambarkan sebagai "dalang" pembunuhan, di mana Yosua ditembak 12 kali dengan Glock 17.[5][6][7][8]
Sidang pengadilan
Sidang pembunuhan Ferdy Sambo, istrinya, dua polisi dan seorang sopir (semuanya menghadapi dakwaan pembunuhan berencana) dimulai di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 17 Oktober 2022. Sambo dituduh memerintahkan bawahannya untuk menembak Yosua Hutabarat, kemudian menembak korban yang terluka lagi untuk membunuhnya.[34] Sejalan dengan persidangan pembunuhan, tujuh mantan perwira termasuk Sambo diadili dengan tuduhan menghalangi proses hukum terkait dugaan menutup-nutupi dan merusak barang bukti.[35]
Pada Januari 2023, pengadilan menolak tuduhan bahwa Yosua telah memperkosa, melakukan pelecehan seksual, atau berselingkuh dengan istri Sambo, Putri Candrawathi.[36] Jaksa mengatakan bahwa Candrawathi mengarang cerita menengai pelecehan dirinya oleh Yosua, dan telah berulang kali mengubah versinya tentang kejadian menjelang penembakan.[37]
Pada 13 Februari 2023, Ferdy Sambo dinyatakan "bersalah secara sah dan meyakinkan" atas pembunuhan berencana terhadap Yosua dan dijatuhi hukuman mati[38] (hukuman yang biasanya dilakukan di Indonesia oleh regu tembak).[39] Putusan dan hukuman terkait Candrawathi dan tiga terdakwa lainnya menyusul pada akhir pekan Februari 2023.[40] Sambo memiliki waktu seminggu untuk mengajukan banding atas putusan tersebut; perannya sebagai penegak hukum dilihat oleh pengamat sebagai faktor dalam pengadilan menjatuhkan hukuman maksimal. Ardi Manto Saputra, wakil direktur kelompok hak asasi manusia Imparsial mengatakan Sambo telah "menodai reputasi penegak hukum dan martabat pemerintah".[41]
Candrawathi menerima hukuman penjara 20 tahun atas perannya dalam pembunuhan tersebut; asisten pribadinya Kuat Ma'ruf divonis 15 tahun penjara, dan Ricky Rizal Wibowo divonis 13 tahun penjara (dalam ketiga kasus tersebut, jaksa meminta hukuman delapan tahun).[42] Pada 15 Februari 2023, Richard Eliezer Pudihang Lumiu dijatuhi hukuman 18 bulan penjara atas perannya dalam pembunuhan tersebut; penuntutan telah meminta hukuman dua belas tahun[39] tetapi dia diberi hukuman yang lebih ringan atas usahanya sebagai kolaborator keadilan.[43][44]
Pada tanggal 15 dan 16 Februari 2023, pengacara empat terdakwa (Ma'ruf, Sambo, Candrawathi dan Rizal) mengajukan banding atas hukuman mereka;[45] jaksa mengajukan kontra-banding.[46] Pada tanggal 12 April 2023, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak seluruh permohonan kasasi para tergugat,[15] meskipun para terdakwa masih dapat mengajukan banding ke Mahkamah Agung atau meminta grasi dari presiden.[47]
Pada tanggal 8 Agustus 2023, banding Sambo dikabulkan oleh Mahkamah Agung berdasarkan keputusan mayoritas (3-2), sehingga mengurangi hukumannya menjadi penjara seumur hidup.[17][48] Mahkamah Agung juga mengurangi separuh hukuman penjara Candrawathi menjadi 10 tahun, hukuman Ma'ruf dipotong dari 15 menjadi 10 tahun, sedangkan hukuman Rizal dikurangi dari 13 menjadi delapan tahun.[49]