Tamzil
Mr. Tamzil gelar Sutan Narajau (21 Mei 1908 – 26 Agustus 1992)[1] adalah seorang politisi dan diplomat Indonesia. Dia aktif dalam gerakan "Perhimpunan Indonesia" jang terkenal radikal dinegeri Belanda. Sewaktu perang dunia II, ia masih berada di negeri Belanda. Semasa negeri Belanda diduduki Jerman (1940 - 1945) ia menjadi Redaktur salah satu surat kabar ilegal. Dalam bulan Februari 1946, ia menghadiri persidangan P.B.B. di London, sebagai anggota Delegasi Belanda. Pada bulan Maret 1946 ia bersama Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo kembali ke Indonesia. Sesampainya di Indonesia, ia diangkat mendjadi Sekretaris Kementerian Penerangan RI, kemudian mendjadi Sekretaris Negara ke-II. Sewaktu aksi Militer Belanda jang pertama (Juli 1947), ia bersama dr.Adnan Kapau Gani menjadi tahanan rumah di Jakarta. Mr. Tamzil pernah jadi Penasehat hukum dari "Sarikat Buruh Mobil"; dan anggota Partai Sosialis yang kemudian keluar dari Partai tersebut karena tidak sesuai dengan peleburannya menjadi PKI.[2] Ia pernah menjabat Menteri Muda Luar Negeri Republik Indonesia yang kedua. Ia menjabat sebagai Menteri Muda Luar Negeri dalam Kabinet Amir Sjarifuddin I dan II, yaitu sejak 3 Juli 1947 hingga 29 Januari 1948. Sebelumnya, posisi ini dijabat oleh Hj. Agus Salim yang kemudian dalam Kabinet Amir Sjarifuddin I dan II didapuk menjadi Menteri Luar Negeri. Sebagai Sekretaris Negara tahun 1957 hingga 1960.[3] Selanjutnya, Mr. Tamzil menjabat sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Indonesia untuk Prancis (1960-1966)[4] Setelah Kabinet Amir Sjarifuddin II dibubarkan, posisi Menteri Muda Luar Negeri ditiadakan hingga tahun 2010 pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dimunculkan kembali dengan nama berbeda, yaitu Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu), yang kemudian dijabat oleh Triyono Wibowo. Kehidupan pribadiIa merupakan putra dari Abdoel Manan St. Diateh dan Siti Rafiah. Pendidikan
Riwayat Pekerjaan
Tanda Kehormatan
Referensi
|