Nagari Koto Gadang terletak di dataran antara Gunung Singgalang dan Ngarai Sianok yang terletak di ketinggian antara 920 – 950 meter dari permukaan laut dengan suhu rata-rata berkisar antara 30oC hingga 16oC pada malam hari. Nagari Koto Gadang memiliki luas wilayah 640 Ha dengan batas-batas sebagai berikut:
Nagari Koto Gadang merupakan salah satu dari 11 nagari yang terletak di KecamatanIV Koto, Kabupaten Agam. Asal-usul Nagari Koto Gadang menurut sejarahnya (tambo) dimulai pada sekira akhir abad ke-17, dimana ketika itu sekelompok kaum moyang yang berasal dari Pariangan mendaki, menuruni bukit dan lembah, menyeberangi anak sungai, untuk mencari tanah yang elok untuk dipeladangi dan dijadikan sawah serta untuk tempat permukiman.
Setelah sekian lama berkembara, sampailah mereka di sebuah bukit yang bernama Bukik Kapanehan (Bukit Kepanasan). Disitulah mereka bermufakat akan membuat teratak, meneroka sawah, dan berladang yang kemudian berkembang menjadi sebuah perkampungan. Lama kelamaan, dikarenakan anak kemenakan bertambah banyak, tanah untuk bersawah dan berladang tidak lagi mencukupi untuk dikerjakan maka dibuatlah empat buah koto. Bercerailah kaum-kaum yang ada di bukit tersebut. Dimana 2 penghulu pergi ke Sianok, 12 penghulu dan 4 orang tua pergi ke Guguak, 6 penghulu pergi ke Tabek Sarojo, dan 24 penghulu menetap di Bukik Kapanehan. Karena penghulu yang terbanyak tinggal di koto tersebut, maka dinamakanlah kampung itu sebagai Koto Gadang (kota besar)
Kaum-kaum yang datang bersama ini kemudian membangun permukiman dan bernagari dengan tidak melepaskan adat kebiasaan mereka. Dengan bergotong-royong mereka membangun rumah-rumah gadang, sehingga sebelum tahun 1879 banyaklah rumah gadang yang bagus berikut dengan lumbungnya (rangkiang). Pada tahun 1879 dan 1880 terjadilah kebakaran besar sehingga memusnahkan perumahan-perumahan tersebut.
Penghidupan orang Koto Gadang sebelum Alam Minangkabau berada dibawah pemerintah Hindia Belanda ialah bersawah, berladang, berternak, bertukang kayu, dan bertukang emas dan perak. Pekerjaan bertukang emas dan perak anak negeri sangat terkenal di seluruh Minangkabau. Karena berkembangnya penduduk, hasil yang diperoleh dari persawahan tidaklah mencukupi lagi. Maka mulailah orang Koto Gadang pergi merantau ke negeri lain seperti Bengkulu, Medan, Jakarta, dan lain-lain.
Setelah pemerintah Hindia Belanda memerintah Alam Minangkabau, Koto Gadang dijadikan ibu nagari dari Kelarehan IV Koto. Dibuatlah susunan pemerintahan yang baru dengan Tuanku Lareh sebagai pemimpin yang memerintah di kelarasan IV Koto dan Penghulu Kepala atau Wali Nagari sebagai pemimpin pemerintahan nagari.
Suku dan Jurai
Suku
Penduduk yang telah bermukim itu tersusun berdasarkan suku dan kaum, yang dipimpin oleh Penghulu Suku yang disebut Datuak. Koto Gadang terbagi atas empat suku (marga) yaitu:
Caniago Bodi Kaum–kaum ini dinamakan Caniago nan Tigo Ninik.
Jurai
Jurai dibagi atas tiga:
Jurai Mudiak
Jurai Tangah
Jurai Hilir
Itulah sebabnya dikatakan Koto Gadang nan Tigo Jurai nan Ampek Suku.[1]
Nagari Terpelajar
Koto Gadang merupakan nagari/desa yang paling banyak melahirkan sarjana di Indonesia. Sejak zaman penjajahan hingga sekarang, keluarga-keluarga di Koto Gadang tetap mengutamakan pendidikan kepada anggota keluarganya. Kalau masyarakat daerah lain di Minangkabau merantau umumnya untuk berdagang, maka masyarakat Koto Gadang merantau untuk menuntut ilmu pengetahuan.[2]
Tahun 1856, dari 28 Sekolah Desa dengan masa belajar tiga tahun yang berdiri di berbagai nagari di Sumatera Barat, satu terdapat di nagari Koto Gadang. Menurut laporan Steinmetz, sejak didirikan, ada 416 murid Sekolah Desa. Namun hanya 75 orang yang selesai. Selebihnya putus di tengah jalan, karena menikah atau lantaran berbagai sebab lain. Steinmetz menilai, kemajuan paling pesat tampak pada anak-anak Agam terutama dari Koto Gadang yang rajin dan cerdas.
Kesadaran menuntut ilmu di Koto Gadang dimulai di awal abad-20 ketika pembaharuan dimasukkan oleh Laras Koto Gadang, Jahja Datoek Kajo (bertugas dari tahun 1894-1914) yang meramalkan bahwa hanya melalui pendidikan, corak kehidupan dapat didatangkan ke Koto Gadang. Dengan perencanaan yang sistematis dan dengan sistem kepemimpinan yang kharismatik, Jahja Datoek Kajo mendorong setiap anak lelaki dan perempuan pergi ke sekolah. Sekolah untuk anak laki-laki didirikan pada tahun 1900, dan pada tahun 1912 didirikan pula sekolah yang terpisah untuk anak-anak gadis Koto Gadang. Sebuah badan tersendiri yang dinamai studiefonds (dana pelajar) didirikan untuk mengumpulkan dana dari orang kampung guna mengirim anak-anaknya melanjutkan studi di Jawa, dan bahkan di negeri Belanda.
Besarnya semangat belajar anak-anak Koto Gadang, maka pada awal dekade 1900-an, negeri ini dikenal sebagai tempat kelahiran para pekerja birokrasi Belanda, seperti jaksa, hakim, guru, pegawai pajak, yang meliputi daerah tugas Sumatera, Kalimantan, dan Batavia. Menurut suatu laporan, pada 1915, diperkirakan 165 lelaki dari Koto Gadang bekerja sebagai pegawai pemerintahan Belanda. Hampir separuh (79 orang) bekerja di luar wilayah Minangkabau. Sebanyak 72 orang di antaranya lancar berbahasa Belanda, sebagai suatu bukti mereka berpendidikan baik.[3]
Menurut laporan "Soeara Kemadjuan Kota Gedang" (1916), demi kepentingan pendidikan, para orang tua yang waktu itu berpenghasilan rata-rata 15 gulden per bulan, sanggup membayar uang sekolah anaknya yang mencapai 5 gulden per bulan. Sebelum ada Hollands Inlandsche School (HIS), Sekolah Dasar tujuh tahun dengan bahasa pengantar Belanda, dan Meer Uitgebreid Lager Onderwojs (MULO) berdiri awal tahun 1900, sudah banyak anak Minang bersekolah ke STOVIA, sekolah tinggi kedokteran di Jakarta, atau NIAS di Surabaya, terutama anak-anak Koto Gadang. Menurut data pada tahun 1926, dokter lulusan STOVIA asal Minang berjumlah 32 orang. Dan 16 tahun kemudian lompatan segera terjadi. Dimana pada tahun 1942, sejumlah 40 siswa asal Koto Gadang lulus dari STOVIA. Angka ini hanya mencakup satu kanagarian saja di ranah Minang, dan belum termasuk nagari-nagari lainnya.
Semangat menuntut ilmu ini diteruskan sampai sekarang di Koto Gadang, yang akibatnya praktis setiap orang kampung di Koto Gadang melek huruf, pintar membaca dan menulis, serta pintar-pintar bahasa Belanda. Makanya jangan heran, tahun 1917, dari 2.415 penduduk, sebanyak 1.391 orang di antaranya sudah bekerja, antara lain 297 orang jadi ambtenar dan 31 orang menjadi dokter.
Penelitian yang dilakukan Mochtar Naim menunjukkan, di antara 2.666 orang yang berasal dari Koto Gadang pada tahun 1967, 467 atau 17,5% merupakan lulusan universitas. Di antaranya (168 orang menjadi dokter, 100 orang jadi insinyur, 160 orang jadi sarjana hukum, dan kira-kira 10 orang doktorandus ekonomi dan bidang-bidang ilmu kemasyarakatan lainnya. Kemudian pada tahun 1970, 58 orang lagi lulus universitas. Jadi, dengan 525 orang lulusan universitas (tidak termasuk mereka yang bergelar sarjana muda), Koto Gadang yang punya penduduk kurang dari 3.000 tak terkalahkan barangkali oleh desa mana saja, bahkan tidak oleh masyarakat-masyarakat yang telah maju lainnya di dunia.
Tokoh
Karena majunya pendidikan di nagari Koto Gadang, banyak tokoh-tokoh tingkat nasional dan internasional yang lahir atau berasal dari kampung ini. Sudah puluhan bahkan ratusan tokoh yang masih menjabat atau mantan pejabat berasal dari Koto Gadang, dengan jabatan sebagai
guru besar, rektor, atase, dokter, direktur BUMN, wali kota, menteri, dan sebagainya.
Haji Agus Salim, seorang pejuang kemerdekaan, Menteri Luar Negeri 3 Juli 1947 – 20 Desember 1949, Pahlawan Nasional Keputusan Presiden Indonesia Nomor 657 Tahun 1961
Rohana Kudus, perempuan jurnalis pendiri surat kabar Soenting Melajoe, Pahlawan Nasional Keputusan Presiden Indonesia No. 120/TK/2019
dr Marzoeki Mahdi, Kepala Rumah Sakit Jiwa Bogor
Raihoel Amar Datoek Basa, penterjemah, Ahli pada Lembaga Bahasa dan Budaya Universitas Indonesia
dr. Goelam St. Arbi SpOG, Lektor Kepala Ilmu Kebidanan dan penyakit kandungan FK-UI
dr. Sagaf Jahja, Ketua Parindra Djambi 1940-1942, Ketua Komite Nasional Indonesia (KNI) Kota Djambi 1945, Residen Djambi 1945, Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera Tengah (Anggota) 1946-1950
Joesoef Jahja St. Majo Lelo, Ketua Voetbalbond Indonesische Jacatra/VIJ Persija 1942-1955, Komite Nasional Indonesia Pusat (Anggota) 1945, Wakil Walikota Djakarta 1945-1947
dr. Saiful Anwar, Dokter, Pengawas Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur 1948-1963
Mohamad Jusuf St. Rumah Panjang, Direktur Utama PT Satria Negara 1958-1961, Direktur Utama PT Aneka Bakti 1961-1964, Direktur Utama PT Petsin 1964-1965
Mr. Masrin St. Rajo Mudo, Direktur NV Djakarta Lloyd 1960-1961, Presiden Direktur PN Djakarta Lloyd 1961-1963
Abdul Muis, Duta Besar RI di Cekoslowakia 1972-1975
Sjamsoel Echsan Haznam, Direktur Muda NV Djakarta Lloyd 1952-1960
Zanir Rajo Naando, Anggota Pengawas Yayasan Dapenso BNI, Direktur Bank Negara Indonesia 1966-1970, Dirut Bank Central Asia -1980, Direktur Bank Central Asia 1980-1992
Alizam Almatsier, Direktur Pembinaan Anggaran Pembangunan Departemen Keuangan -1975, Direktur Keuangan PT Pertamina -1979
Badrel Asraf Masfar St. Rajo Malintang, Kuasa Usaha Indonesia di Arab Saudi
Darry Salim Datuk Perpatih, Duta Besar/Utusan Khusus RI Textile Surveillance Body GATT Geneve Swiss 1985-1989, Ketua Umum Majelis Pembina Adat Alam Minangkabau 1990-
Ferdy Salim, Duta Besar RI untuk Brunei Darussalam 1987-1990
Indraman Akmam, Ir, Direktur Eksploitasi PT Pertamina 1981-1988, Vice Presiden PT. Arun 1988-1990
dr. Erjan Albar SpOG(K), Kepala Bagian Obgin FK-USU
Ir. Azril Nazahar Datuk Marah Bangso, Dirut PT. PANN -1987
Akhiroel Yahya Datuk Batuah, Drs, Kolonel (L), Walikota Padang 1968-1972
Ahzam Bahdari Razif St. Bandaharo, Drs, Duta Besar RI untuk Senegal merangkap Gabon,Gambia, Guinea-Bissau, Kongo, Pantai Gading dan Sierra Leone 2003-2007
Rizal Imran Ambiar, dr Sp.THT-BKL, Direktur Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang 2001-2008
Syahrir, DR, ekonom dan pendiri Partai Indonesia Baru
Razni Carnandy Datuk Kayo, dr Sp.PD MARS, Kol (Ckm), Kakesdam Jaya 1998-1999, Dirjangmed RSPAD Gatot Subroto
Leonardy Harmainy Datuk Bandaro Basa, S.IP., M.H., Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Barat 2004–2009, Anggota DPD-RI 2017-2019, 2019-2024
Irsyadul Halim Drs, H, Wakil Ketua II Lazis Muhammadiyah 2010-2015, Anggota Baznas RI 2015-2020
Andi Achmad Dara, Anggota DPR-RI Partai Golkar 2014–2019, 2019–2024
Prof. Dr. M.Syaaf, Sp.M, Ilmu Penyakit Mata (Oftalmologi), Presiden (Rektor) Universitas Andalas Padang 1956-1958
Prof. Dr. Zainal,Sp.PD, Ilmu Penyakit Dalam (FK UI)
Prof. Dr. Aulia, Sp.PD, Ilmu Penyakit Dalam (FK UI)
Prof. Dr. Bahder Djohan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia 1950-1951
Prof. Dr. Kadri, Sp.PD-KEM, Ilmu Penyakit Dalam (FK USU), Kepala Bagian Penyakit Dalam FK USU
Prof. Dr. Isak Salim, Ilmu Kesehatan Mata (FK UI), Kepala Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UI -1977
Prof. Dr. Busyra Zahir, Ilmu Penyakit Dalam (FK UI), Rektor Universitas Andalas Padang 1968-1976
Prof. Dr. Rasmin Rasyid Sp.P, Ilmu Pulmonologi (FK UI), Kepala Bagian Paru-paru Rumah Sakit Persahabatan
Prof. Dr. Ramlan Mochtar Sp.B, Ilmu Bedah (FK UGM), Kepala Bagian Bedah FK UGM 1960-1974, 1976-1979, Dekan Fakultas Kedokteran UGM 1967 -1969
Prof. Dr. Hanif Datuk Magek Labih, Sp.PD-KHOM, Ilmu Penyakit Dalam (FK Unand), Dekan Fakultas Kedokteran UNAND
Prof. Mahadi SH, Fakultas Hukum USU, Ketua Presidium USU
Prof. Dr. Laksmana Aulia, Ilmu Anatomi (FK USU)
Prof. Dr. S.M. Akmam, Sp.M, Ilmu Kesehatan Mata (FK UI), Kepala Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UI 1977-1987
Prof. Dr. Mustafa Zakir, Sp.THT, Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan (FK Unair)
Prof. Dr. Moch. Zaman (Suami Prof. Nanizar), Sp.THT, Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan (FK Unair)
Prof. Dr. Nanizar Zaman Yunus, Pharm.D, Ilmu Farmasi (FK Unair), Ketua Jurusan Farmasi FK Unair 1963- , Dekan Fak. Farmasi Unair
Prof. Dr. Moesafar Walad Haznam Sp.PD-KEMD, Ilmu Penyakit Dalam (FK Unpad)
Prof.Dr. Ir. Abu Dardak, MSc, Ilmu Pertanian (FPert USU)
Prof. Dr. Syahbanar Zahir, Ilmu Biokimia (FK UI)
Prof. Dr. Sjaifoellah Noer,Sp.PD-KGEH, Ilmu Penyakit Dalam (FK UI)
Prof. Dr. Emil Salim, Ilmu Ekonomi (FE UI) & Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Perhubungan pada Kabinet Pembangunan (Presiden Soeharto)
Prof. Dr. Med. dr. H. Jazanul Anwar, SpFK, Farmakologi Klinik (FK USU)
Prof. Dr. Wirda Soemarto,Sp.PD, Ilmu Penyakit Dalam (FK UI)
Prof. Dr. Soemarto (suami Prof.Wirda), Ilmu Penyakit Dalam (FK UI)
Prof. Dr. Sidarta Ilyas, Sp.M, Ilmu Kesehatan Mata (FK UI)
Prof. Dr. Drg. Arifzan Razak, MSc, Sp. Pros. , Kedokteran Gigi (FKG Unair)
Prof. Dr. Iskandar Zulkarnain Datuk Gunung Ameh,Sp.PD, DTM&H, KPTI, Ilmu Penyakit Dalam (FK UI)
Prof. Dr. Yasmeini Yazir, Ilmu Faal (Fisiologi) (FK USU)
Prof. Dr. Hasyim Effendi (Suami Prof.Yasmeini), Ilmu Faal (Fisiologi) (FK USU)
Prof. Dr. Lila Dewata, Sp.OG (K)-FER Ilmu Obstetri dan Ginekologi (FK Unair), Kepala Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unair 1994-2005
Prof. Dr. dr. Nurul Akbar, Sp.PD-KGEH, FINASIM, Ilmu Penyakit Dalam (FK UI)
Prof. Dr. Drg. Boedi Oetomo Ruslan MBioMed, Kedokteran Gigi (FKG Univ.Trisakti)
Prof. Dr. Nuzirwan Acang Datuk Toemanggoeng, Sp.PD-KHOM, FINASIM, Ilmu Penyakit Dalam (FK Unand), Dirkeu RSUP. Dr. M. Djamil Padang
Prof. Dr. Khalilul Rahman, Sp.M (K), Ilmu Kesehatan Mata (FK Unand)
Prof. Dr. dr. Asman Manaf, Sp.PD-KEMD, Ilmu Penyakit Dalam (FK Unand)
Prof. dr. Fadil Oenzil PhD. SpGK, Ilmu Biokimia / Gizi Klinik (FK Unand), Dekan Fakultas Kedokteran Unri 2001-2004, Dekan Fakultas Kedokteran Unand 2004-2008
Prof. Dr. dr Ilham Oetama Marsis SpOG (K), Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia 2015-2018
Prof. dr. Zuljasri Albar, Sp.PD-KR, Ilmu Penyakit Dalam (FK UI)
Prof. Dr. H. Syafrizal, Dekan Fakultas Ekonomi Unand 1996-2000 & 2000-2004
Prof. dr. Menaldi Rasmin, SpP (K), Ilmu Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi (FK UI), Dekan Fakultas Kedokteran UI 2004-2008,Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) 2009-2014
Prof. Dr. Akmal Taher, Sp.U (K), PhD, Ilmu Bedah (FK UI), Dirut RSCM, Dirjen BUK Kemenkes 2013-
Prof. Dr. Chaidir Arif Mochtar, SpU (K), PhD, Ilmu Bedah Urologi (FK UI), Deputy Chairman Scientific Committee Urological Association of Asia 2006-2010,Presiden Ikatan Ahli Urologi Indonesia 2012-2015
Prof. Dr. dr. Sri Widia Jusman, M.S. Biokimia dan Biologi Molekular (FK UI)
Prof. Dr. Henita Rahmayanti, M.Si, Ilmu Lingkungan (UNJ)
Prof.Dr.drg. Melanie Sadono Djamil, M.Biomed, Ilmu Biokimia (FKG Univ.Trisakti), Ketua Konsil Kedokteran Gigi periode 2020-2025
Prof. Dr. dr. Elmeida Effendy, M.Ked(KJ) Sp.KJ(K), Psikiatri (FK USU), Ketua Program Studi Psikiatri FK USU
Prof. Dr. dr. Amiliana Mardiani Soesanto, SpJP(K), Kardiologi dan Ilmu Vaskuler (FK UI)
Nama Rumah Sakit di Indonesia yang mengambil Nama Putra Koto Gadang:
James, K.A., "De Nagarie Kota Gedang", Tijdschrift voor het Binnenlandsch Bestuur 49, 1916, pp. 185–195
Graves, Elizabeth E., "The Minangkabau Response to Dutch Colonial Rule in the Nineteenth Century", Equinox Publishing (Asia) Pte Ltd, Singapore, 2010, pp. 207–224