Pada 1978, Syamsuddin Haddade bersama 6 wasit lainnya, yakni Kosasih Kartadiredja, Sudarso Hardjowasito, Oo Suwardi, Sutoto, Suharso Syahban, dan Hamlet Haji Rightway menjalani tes kualifikasi FIFA. Ketujuh wasit Indonesia itu mengikuti tes atas permintaan dari FIFA sendiri. Ujiannya tak main-main. Laporan majalah Tempo tertanggal 1 April 1978 menyebut ketujuh wasit tersebut harus berlari 50 meter, 400 meter, 4×10 meter, dan lari 12 menit sejauh 25 kilometer. Sebelum menjalani tes wasit FIFA itu, Syamsuddin Haddade sempat menjadi wasit di ajang PON 1977.[3]
Pengalaman yang tidak menyenangkan
Perilaku pemain liga sepak bola terkadang tidak terkontrol. Akibatnya, siapapun bisa berperilaku yang brutal. Mereka tak ragu menyerang wasit dan perangkat pertandingan lainnya. Apa pun kesalahannya, menyerang dalam bentuk apa pun, tidak dibenarkan. Pengamat sepak bola nasional dan juga penulis di Tabloid Bola, Mahfudin Nigara menceritakan sosok Syamsuddin Haddade. Mahfudin Nigara mengulas betapa ngerinya memimpin pertandingan yang dipimpin oleh Syamsuddin Haddade pada eranya. Syamsuddin Haddade sempat terpaksa harus membawa badik saat memimpin. Bukan untuk melukai orang. Tapi hanya untuk berjaga-jaga. Menurut Syamsuddin Haddade, jika ia diserang, maka ia akan mencabut badik itu. "Jangan kau pukul, tapi, ini.. badik, kau tikam saja aku!" begitu tukas sosok Syamsuddin Haddade. Kisah wasit diperlakukan secara tidak beradab oleh siapa pun, harus segera dihentikan. Pelakunya, siapa pun dia, wajib ditindak dengan keras dan tegas.[4]
Pertandingan yang ditangani
Pertandingan yang ditangani oleh wasit Syamsuddin Haddade
Selepas pensiun dari wasit, Syamsuddin Haddade menjabat sebagai Ketua Komisi Perwasitan PSSI di era Kardono yang menjabat sebagai ketua umum. Syamsuddin Hadadde terpilih menjadi Ketua Komisi Perwasitan PSSI menggantikan Sudarsono S.H. pada Agustus 1984[14]. Ia merupakan staf ahli Menpora yang berada di kepengurusan PSSI[14]. Di posisi ini, Syamsuddin Haddade kerap berada di pinggir lapangan hijau pertandingan untuk menyaksikan kinerja para wasitnya. Oleh karena itu, selain protes atau masukan dari pihak lain terutama pihak yang tidak puas terhadap keputusan wasit. Ia mengevaluasi kinerja wasit yang layak memimpin pertandingan-pertandingan ke depannya. Di beberapa kesempatan, Syamsuddin Haddade juga terkadang ditunjuk mewakili kegiatan yang seharusnya dilakukan oleh ketua umum PSSI seperti pada peresmian sekolah khusus sepak bola.[15][16]
Respon terhadap wasit di Galatama 1984
Menurut Syamsuddin Hadadde, yang menjabat Ketua Komisi Perwasitan PSSI, seorang wasit yang akan bertugas harus memenuhi beberapa syarat. Yakni, pengetahuan, ketegasan, keberanian, kewibawaan, dan kesiapan. Tanpa kelima unsur tersebut, seorang wasit tidak akan sukses dalam memimpin pertandingan. Namun sayangnya, dalam musim kompetisi Galatama 1984, banyak wasit yang tidak memenuhi persyaratan seperti di atas. Tentu saja akibatnya adalah pemandangan tak sedap menghiasi banyak pertarungan Galatama. Bahkan tidak sedikit kapten kesebelasan yang membubuhkan protes dalam surat laporan pertandingan mereka akibat ketidakpuasan pada wasit. Hanya sayangnya, tidak banyak diantara mereka yang mau mengajukannya ke meja sidang dengan surat protes resmi. Namun dari dasar protes di kertas laporan itu sudah tergambar bagaimana mutu wasit kita. Syamsuddin Hadadde memberikan hukuman terhadap wasit yang keliru memberikan keputusan dengan hukuman bersifat mendidik dan tidak perlu diumumkan.[14]
Respon terhadap wasit di Divisi Utama PSSI 1985
Syamsuddin Haddade mengistirahatkan wasit Sutoyo dan menegur dengan keras wasit Said Ismail karena dianggap tidak cakap dalam memimpin pertandingan. Sutoyo merupakan wasit yang memimpin pertandingan Persib Bandung melawan Perseman Manokwari dan Said Ismail merupakan wasit yang memimpin pertandingan PSMS Medan melawan PSP Padang di putaran kedua Divisi Utama PSSI 1985. Syamsuddin Haddade yang selalu duduk di sisi lapangan untuk menilai dan mengawasi tindak-tanduk bawahannya, sering sekali kelihatan kecewa lantaran para bawahannya membuat kesalahan. Misalnya ketika Sutoyo mengkartukuningkan Jonas Sawor, gelandang Perseman setelah memukul gelandang Persib, Ajat Sudrajat. Wajah Syamsuddin Haddade itu tampak merah padam, giginya gemeletuk menahan marah, terlebih lagi setelah sekitar 40.000 penonton membuat koor yang mengejek. Tidak hanya itu, Syamsuddin Haddade juga tidak suka melihat para wasit yang terlalu santai. "Lihat, ia menyemprit tetapi tidak langsung lari ke tempat kejadian. Bagaimana kalau pemain yang saling bertubrukan itu baku bantam?" ujarnya setengah bertanya. Wasit yang dimaksudnya adalah Suharso Syahban yang memang cukup jauh dari tempat kejadian.[17]
Pada pertandingan final antara Persib Bandung melawan PSMS Medan yang dimenangkan oleh PSMS Medan, Ketua Komisi Wasit PSSI, Syamsuddin Haddade sempat memeluk Jafar Umar usai pertandingan. Menurutnya, pertandingan berjalan baik, semua keputusan wasit sesuai dengan peraturan. Di satu sisi, Persib Bandung menggugat hasil pertandingan final tersebut. Surat protes resmi hasil rapat pengurus tertanggal 25 Februari 1985 itu dikirim ke PSSI dengan disertai bukti video rekaman pertandingan. Dalam surat protesnya, Persib melihat ada tiga kekeliruan yang dilakukan Jafar Umar. Pertama ketika PSMS unggul 2-1, di menit 77, Persib mendapat sepak pojok. Bola yang terlepas dari perebutan antara kiper Ponirin Mekka dan Bambang Sukowiyono disundul Robby Darwis dan masuk. Wasit tak menunjuk titik putih, sebagai tanda gol telah terjadi. Kedua, pada menit ke-10 babak perpanjangan waktu, lagi-lagi terjadi kemelut di gawang Ponirin oleh sebuah sepak pojok. Gol yang masuk lewat Dede Rosadi, juga tak dipedulikan wasit. Yang ketiga, ketika adu penalti, saat giliran eksekutor ketiga Persib, Adeng Hudaya, konon Ponirin sudah lebih dulu bergerak ke arah kiri, sebelum eksekusi dilakukan. Ini juga tak dianggap pelanggaran. Syamsuddin Haddade menanggapi bahwa soal 2 gol yang dianulir, sebelum gol terjadi, wasit sudah meniup peluit untuk pelanggaran pemain Persib terhadap kiper Ponirin. Begitu juga tentang tuduhan Ponirin bergerak lebih dulu di dalam adu penalti, menurutnya, yang bergerak cuma tubuh Ponirin, hal yang dibolehkan peraturan, asal kaki tak turut melangkah. Setelah dibahas oleh komisi khusus bentukan PSSI, protes Persib itu tak menghasilkan apa-apa, meski sudah dibuktikan video rekaman. Syamsuddin Haddade mengatakan, rekaman itu tak bisa dijadikan barang bukti karena pengambilan gambarnya tidak dari berbagai sudut.[18]
Pertandingan final antara Persib Bandung melawan PSMS Medan, Guinness book of record dunia telah mencatat pertandingan amatir dengan jumlah penonton terbanyak di dunia. Saat itu, kapasitas Stadion Utama Senayan mencapai 99 ribu. Tribun seluruhnya penuh sesak, lalu sentel ban, jalur untuk pelari cabor atletik, dipadati hingga ke sisi lapangan permainan. Djafar Umar, Sujendro, Djaja Suparman, dan Ketua Komisi Wasit PSSI, Syamsuddin Hadade, sebagai tim pengadil, tentu keberatan karena tidak ada jarak antara penonton dengan lapangan. Tidak ada jaminan keamanan bagi pemain, ofisial, dan perangkat pertandingan. Setelah terhenti lebih dari satu jam, akhirnya PSSI mau juga melanjutkan. 150 ribu penonton (data World Guinness Book of Record) 80 persen pendukung Persib dan tidak terjadi apa pun.[19]
Respon terhadap wasit di Piala Galatama 1986
Pada pertandingan Piala Galatama 1986, ketat dan bagusnya seluruh pertarungan, sedikit terganggu lantaran sikap wasit yang kurang baik. Hal ini terasa ketika Tiga Berlian melawan Pelita 86 dan Semen Padang melawan Warna Agung. Wasit John Charles dan Budi Riyadi tidak mampu mengimbangi jalannya pertandingan. Banyak kesalahan yang mereka lakukan sehingga menimbulkan gelombang protes. Beruntung para pemain, pembina, dan penonton masih mampu menahan emosi. Syamsuddin Haddade, selaku ketua komisi perwasitan kepada BOLA mengakui kedua anak asuhnya itu tidak sigap. Mereka sudah mengaku keliru dan saya sudah juga memberi penjelasan. Namun demikian, sekali lagi wasit bisa menjadi senjata paling fatal jika tidak bersikap tegas dan berani. Juga kekuatan fisik, merupakan syarat mutlak untuk memimpin turnamen ini. Tempo tinggi dan teknik tinggi menjadi ciri tersendiri dalam turnamen kali ini, hendaknya bisa diimbangi korps baju hitam itu.[20]
Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI) Asosiasi Provinsi Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia Sulawesi Selatan (Asprov PSSI Sulsel) Asosiasi Sepak Bola Wanita Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan (ASBWI Sulsel)