Artikel atau sebagian dari artikel ini mungkin diterjemahkan dari Satyajit Ray di en.wikipedia.org. Isinya masih belum akurat, karena bagian yang diterjemahkan masih perlu diperhalus dan disempurnakan. Jika Anda menguasai bahasa aslinya, harap pertimbangkan untuk menelusuri referensinya dan menyempurnakan terjemahan ini. Anda juga dapat ikut bergotong royong pada ProyekWiki Perbaikan Terjemahan.
(Pesan ini dapat dihapus jika terjemahan dirasa sudah cukup tepat. Lihat pula: panduan penerjemahan artikel)
Satyajit Ray (Bengali: সত্যজিৎ রায়Shottojit Rae) (2 Mei1921 - 23 April1992) adalah seorang sutradarafilm berasal dari India. Ia dikenal luas sebagai salah satu tokoh besar dalam dunia sinema pada abad ke-20.[1][2][3] Lahir di Kolkata, berasal dari keluarga Bengali yang terkemuka dalam dunia seni dan sastra. Ray mengenyam pendidikan di Presidency College dan juga di Universitas Visva-Bharati, sekolah yanng didirikan oleh sastrawan kondang Rabindranath Tagore di Shantiniketan. Ray mengawali karier sebagai seniman komersial, ketertarikannya pada dunia sinema diawali saat bertemu dengan sutradara Prancis, Jean Renoir dan menonton film italia beraliran neoralis, Bycycle Thieves saat ia berkunjung ke London.
Ia adalah sutradara yang produktif dan cakap dalam banyak bidang, menyutradarai 37 film, termasuk film pendek dan dokumenter. Film pertamanya, Pather Panchali, memenangkan 11 penghargaan internasional, termasuk Best Human Document di Festival Film Cannes. Yang dilanjutkan dengan Aparajito dan Apur Sansar, ketiga nya merupakan satu kesatuan dalam Apu trilogi — karya ini dikenal luas sebagai adi karya-nya. Ray melakukan pekerjaan dalam urutan tugas, termasuk didalamnya adalah menulis naskah, pemillihan pemain, pemilihan musik dan tata suara, sinematografi, pengarahan seni, editing, desain untuk judul dan kredit, serta menyiapkan materi promosi dan publikasi. Selain berkarya dalam dunia sinema, ia juga seorang penulis cerita fiksi, penerbit, ilustrator, desainer grafis, dan kritikus film. Ray banyak menerima penghargaan besar sepanjang kariernya, termasuk penerima Penghargaan Kehormatan Akademi (Academy Honorary Award) pada tahun 1992.
Kehidupan dan karier
Kehidupan awal dan latar belakang
Para leluhur Satyajit Ray bisa ditelusuri sekurang-kurangnya dalam sepuluh generasi kebelakang.[4] Awal kecemerlangan dalam sejarah keluarganya diawali oleh sang kakek, Upendrakishore Raychowdhury, seorang penulis, ilustrator, filsuf, penerbit dan ahli ilmu perbintangan amatir. Raychowdhury adalah pemimpin dari Brahmo Samaj, gerakan sosial keagamaan pada abad ke-19 di Benggala. Sukumar Ray, putranya adalah sastrawan besar Bengali yang beraliran nonsense rhyme, kritikus sastra dan ilustrator. Ray lahir di Kolkata, dari pernikahan Sukumar dengan Suprabha Ray.
Ayah Ray meninggal saat ia berusia tiga tahun, dan ibunya bekerja keras untuk memberi penghidupan untuk mereka berdua. Ray melanjutkan pendidikannya di Presidency College untuk mempelajari Ilmu Ekonomi, tetapi ketertarikan utamanya tetap pada seni. Pada 1940, ibunya mendesak untuk melanjutkan ke Universitas Visva-Bharati di Shantiniketan, yang didirikan oleh Rabindranath Tagore. Namun Ray enggan mengikuti anjuran ibunya, dan juga didasari atas kecintaannya pada kota kelahirannya, Kolkata. Selain itu juga, ia tidak tertarik pada kehidupan kampus, kehidupan kaum intelektual.[5] Namun ibunya tetap memberi dorongan serta rasa kagum pada sosok Tagore, membuat Ray mengambil keputusan untuk mencoba saran sang ibu. Di Shantiniketan, Ray mengenal dan mengagumi seni Oriental. Belakangan ia mengakui kalau ia belajar banyak pada pelukis terkenal Nandalal Bose[6] dan Benode Behari Mukherjee orang yang kemudian dibuatkan film dokumenter oleh Ray. Dan dengan mengunjungi Ajanta, Ellora dan Elephanta, Ray membangun rasa kagumnya atas seni dan budaya bangsa India.[7]
Pada 1943, Ray memulai pekerjaannya di D.J. Keymer, sebuah agensi periklanan yang dijalankan Inggris, sebagai "visualiser junior", dengan meraih delapan puluh rupee sebulan. Meskipun ia menyukai rancangan visual (rancangan grafis) dan ia juga diperlakukan dengan sangat baik, terdapat ketegangan antara para karyawan Inggris dan India di firma tersebut. Inggris dibayar dengan jumlah gaji yang lebih baik, dan Ray merasa bahwa "para klien umumnya bodoh ."[8] Kemudian, Ray juga bekerja untuk Signet Press, sebuah rumah penerbitan baru yang dimulai oleh D. K. Gupta. Gupta meminta Ray untuk membuat rancangan sampul untuk buku-buku yang akan diterbitkan oleh Signet Press dan membolehkannya untuk menyelesaikannya dengan kebebasan artistik. Ray merancang sampul-sampul untuk beberapa buku, yang meliputi Banalata Sen, dan Rupasi Bangla karya Jibanananda Das, Chander Pahar karya Bibhutibhushan Bandyopadhyay, Maneaters of Kumaon karya Jim Corbett, dan Discovery of India karya Jawaharlal Nehru. Ia mengerjakan versi anak-anak dari Pather Panchali, sebuah novel Bengali klasik karya Bibhutibhushan Bandyopadhyay, yang diganti namanya menjadi Aam Antir Bhepu (Peluit biji mangga). Saat merancang sampul dan mengilustrasikan buku, Ray sangat terpengaruh oleh karya tersebut. Ia menggunakannya sebagai subyek film pertamanya, dan menampilkan ilustrasi-ilustrasi buatannya sebagai gambar yang diambil dalam pemulaian film buatannya.[9]
Bersama dengan Chidananda Dasgupta dan lainnya, Ray mendirikan Calcutta Film Society pada 1947. Mereka menayangkan beberapa film asing, beberapa diantaranya Ray tonton dan dipelajari secara serius. Ia berteman dengan seorang tentara Amerika yang ditugaskan di Kalkuta pada Perang Dunia II, yang memberikannya informasi tentang film-film Amerika terbaru yang ditayangkan di kota tersebut. Ia bertemu dengan karyawan RAF, Norman Clare, yang berbagi minat Ray untuk film, catur dan musik klasik barat.[10]
Pada 1949, Ray menikahi Bijoya Das, sepupu pertamanya dan kekasih lamanya.[11] Pasangan tersebut memiliki seorang putra, Sandip, yang sekarang menjadi sutradara. Pada tahun yang sama, sutradara Prancis Jean Renoir datang ke Kalkuta untuk mengambil gambar film buatannya The River. Ray membantunya menemukan lokasi-lokasi di belahan negara tersebut. Ray berkata kepada Renoir tentang gagasannya memfilmkan Pather Panchali, yang telah lama ada pada pikirannya, dan Renoir merestui proyek tersebut.[12] Pada 1950, D.J. Keymer mengirim Ray ke London untuk bekerja di kantor markas besarnya. Selama tiga bulan di London, Ray menonton 99 film. Salah satu diantaranya adalah film neorealisLadri di biciclette (Pencuri Sepeda) (1948) karya Vittorio De Sica, yang memberikan dampak padanya. Ray kemudian berkata bahwa ia datang ke bioskop agar dapat menjadi pembuat film.[13]
Ray memutuskan untuk menggunakan Pather Panchali (1928), karya klasik Bildungsroman dari sastra Bengali, sebagai dasar film pertamanya. Novel semi-autobiografi tersebut mengisahkan tentang Apu, seorang bocah kecil di sebuah desa Bengal.
Ray mengumpulkan sebuah kru yang belum berpengalaman, meskipun kameramennya Subrata Mitra dan sutradara seninya Bansi Chandragupta telah meraih prestasi besar. Pemerannya kebanyakan terdiri dari aktor amatir. Ia memulai syuting pada akhir 1952 dengan uang pribadinya dan berharap mengumpulkan lebih banyak uang saat ia melakukan beberapa pengambilan gambar, tetapi tidak sesuai dengan harapannya.[14] Akibatnya, Ray membuat Pather Panchali selama tiga tahun, sebuah periode panjang yang tak lazim, berdasarkan pada kapal ia atau manajer produksinya Anil Chowdhury dapat mengumpulkan dana tambahan.[14] Ia menolak mendapatkan dana dari sumber-sumber yang ingin mengubah naskah atau pengarahan atas produksi tersebut. Ia juga mengabaikan nasihat dari pemerintah untuk memasukkan akhir bahagia, tetapi ia meraih sumbangan yang membolehkannya untuk menyelesaikan film tersebut.[15] Ray menampilkan sebuah bagian film awal kepada sutradara Amerika John Huston, yang berada di India untuk menemukan lokasi untuk The Man Who Would Be King. Bagian tersebut menampilkan Apu dan adiknya sedang naik kereta yang melaju ke seluruh belahan negara, satu-satunya adegan yang Ray filmkan karena biayanya yang kecil.
Dengan bantuan dari pemerintah Bengal Barat, Ray akhirnya menyelesaikan film tersebut. Film tersebut dirilis pada 1955 dengan kesuksesan populer dan kritis yang besar. Film tersebut meraih sejumlah penghargaan dan lama ditayangkan di India maupun luar negeri. Di India, reaksi terhadap film tersebut antusias; The Times of India menyatakan bahwa "Adalah sebuah hal konyol bila membandingkan film tersebut dengan perfilman India lainnya [...] Pather Panchali adalah perfilman yang murni."[16] Di Britania Raya, Lindsay Anderson menulis ulasan lantang terhadap film tersebut.[16] Namun, reaksinya tidak semuanya positif. Setelah menonton film tersebut, François Truffaut dikabarkan berkata, "Aku tak ingin menuntut film orang-orang desa yang makan dengan tangan mereka."[17]Bosley Crowther, yang pada waktu itu merupakan kritikus paling berpengaruh The New York Times, menulis ulasan yang pedas terhadap film tersebut. Distributor Amerika-nya Ed Harrison khawatir bila ulasan Crowther akan mengecewakan audien, tetapi film tersebut lama ditayangkan saat dirilis di Amerika Serikat.
Karier internasional Ray dimulai setelah kesuksesan film berikutnya, Aparajito.[18] Film tersebut menampilkan perjuangan abadi antara ambisi seorang pemuda, Apu, dan sang ibu yang mencintainya.[18] Para kritikus seperti Mrinal Sen dan Ritwik Ghatak lebih menyanjung film tersebut ketimbang film pertama Ray.[18]Aparajito memenangkan Golden Lion di Festival Film Venesia, yang membuat Ray meraih sambutan meriah. Sebelum menyelesaikan Trilogi Apu, Ray menyutradarai dan merilis dua film lainnya: film komedi Parash Pathar (Batu Filsuf), dan Jalsaghar (Ruang Musik), sebuah film yang berkisah tentang para Zamindar, yang dianggap menjadi salah satu karya paling berpengaruh buatannya.[19]
Saat membuat Aparajito, Ray tidak merencanakan sebuah trilogi, tetapi setelah ia dibujuk dengan gagasan tersebut di Venesia, ia menghendakinya.[20] Ia menyelesaikan film terakhir dari trilogi tersebut, Apur Sansar (Dunia Apu) pada 1959. Kritikus Robin Wood dan Aparna Sen menyebutnya sebagai prestasi tertinggi dari trilogi tersebut. Ray memperkenalkan dua aktor kesukaannya, Soumitra Chatterjee dan Sharmila Tagore, dalam film tersebut. Film tersebut mengisahkan tentang kehidupan Apu di sebuah rumah Kalkuta dalam keadaan hampir miskin. Ia menjadi terlibat dalam pernikahan tak lazim dengan Aparna. Adegan-adegan kehidupan mereka membentuk "salah satu penggambaran afirmatif klasik kehidupan pernikahan dalam perfilman."[21] Mereka menghadapi tragedi. Setelah Apur Sansar sangat dikritik oleh seorang kritikus Bengali, Ray menulis sebuah artikel pembelaan. Ia tak hanya sering menanggapi para kritikus pada masa karier pembuatan filmnya, tetapi juga melakukan pembelaan dalam film film Charulata, film favorit pribadinya.[22]
Ray menulis memoir-memoirnya pada saat membuat Trilogi Api yang diterbitkan dengan judul My Years with Apu: A Memoir.
Kesuksesan film Ray memiliki dampak kecil pada kehidupan pribadinya pada masa mendatang. Ia melanjutkan hidup dengan istri dan anaknya di sebuah rumah sewaan, dengan ibunya, pamannya dan anggota keluarganya yang lain.[23]
Dari Devi sampai Charulata (1959–64)
Pada masa ini, Ray mengkomposisikan film-film tentang zaman Kemaharajaan Britania (seperti Devi), sebuah dokumenter tentang Tagore, sebuah film komedi (Mahapurush) dan film pertamanya dari sebuah permainan latar asli (Kanchenjungha). Ia juga membaut sebuah serial film yang, secara diambil bersamaan, dianggap oleh para kritikus sebagai penggambaran paling mendalam terhadap wanita India di layar lebar.[24]
Ray menyusul Apur Sansar dengan Devi, sebuah film yang menyoroti masyarakat Hindu. Sharmila Tagore berperan sebagai Doyamoyee, seorang istri muda yang dipuja oleh mertuanya. Ray kecewa dengan badan penyensoran yang melarang film tersebut, atau setidaknya memotong ulang adegan dalam film tersebut, walau Devi meraih sambutan meriah. Pada 1961, atas permintaan Perdana Menteri Jawaharlal Nehru, Ray memutuskan untuk membuat sebuah dokumenter tentang Rabindranath Tagore, bertepatan dengan ulang tahun keseratus penyair tersebut, sebuah persembahan kepada orang yang tampaknya sangat mempengaruhi Ray. Karena rekaman Tagore yang terbatas, Ray menghadapi tantangan saat membuat film tersebut tanpa mengutamakan bahan statis. Ia berkata bahwa pengerjaan film tersebut seperti mengerjakan tiga film fitur.[25]
Pada tahun yang sama, bersama dengan Subhas Mukhopadhyay dan lain-lain, Ray membangkitkan kembali Sandesh, sebuah majalah anak-anak yang sempat kakeknya terbitkan. Ray telah menabung uang selama beberapa tahun agar dapat memungkinkan hal tersebut.[26] Sebuah nama dengan arti berganda (Sandesh dapat berarti "berita" dalam bahasa Bengali dan juga sebuah makanan manis penutup populer) dijadikan penanda tema dari majalah tersebut (pendidikan dan hiburan). Ray mulai membuat ilustrasi untuk majalah tersebut, serta menulis cerita dan esay untuk anak-anak. Penulisan menjadi sumber pemasukan utamanya selama bertahun-tahun.
Pada 1962, Ray menyutradarai Kanchenjungha. Berdasarkan pada permainan latar asli pertamanya, film tersebut merupakan film berwarna pertamanya. Film tersebut mengisahkan sebuah keluarga kelas atas yang menjalani siang hari di Darjeeling, sebuah kota perbukitan indah di Bengal Barat. Mereka berusaha untuk mengadakan pertunangan terhadap putri bungsu mereka dengan teknisi bergaji tinggi didikan London. Ia mula-mula melakukan pengambilan gambar terhadap film tersebut di sebuah mansion besar, tetapi kemudian memutuskan untuk merekamnya di kota bukit terkenal. Ia menggunakan beberapa penyorotan dan ketegangan dalam drama tersebut. Ray menyatakan bahwa walau naskahnya mengijinkannya untuk melakukan pengambilan gambar dalam kondisi pengambilan gambar apapun, sebuah film komersial yang hadir pada masa yang sama di Darjeeling gagal melakukan pengambilan gambar pada sebuah adegan tunggal, saat mereka hanya ingin mengambil gambar sinar matahari.[27]
Pada 1960an, Ray mengunjungi Jepang dan bertemu dengan pembuat film Akira Kurosawa, yang ia sangat sanjung. Saat di tanah air, ia mengambil cuti khusus dari kehidupan kota yang penat dengan pergi ke tempat-tempat seperti Darjeeling atau Puri untuk menyelesaikan naskah secara sembunyi-sembunyi.
Pada 1964 Ray membuat Charulata (Istri Penyendiri); film tersebut meraih ketenaran pada masanya, dan dianggap oleh beberapa kritikus sebagai film buatannya yang paling berpengaruh.[28] Berdasarkan pada "Nastanirh", sebuah cerita pendek Tagore, film tersebut mengisahkan tentang seorang istri penyendiri, Charu, di Bengal pada abad ke-19, dan perasaannya yang bertumbuh dengan saudara iparnya Amal. Para kritikus menjulukinya adi karya Mozartian buatan Ray. Ia berkata bahwa film tersebut mengandung kelemahan yang lebih sedikit ketimbang karyanya yang lainnya, dan merupakan karya satu-satunya yang, memberikan kesempatan, ia buat dengan cara yang sama.[29] Penampilan Madhabi Mukherjee sebagai Charu, dan karya dari Subrata Mitra dan Bansi Chandragupta dalam film tersebut, meraih pujian tinggi. Film lainnya pada periode tersebut meliputi Mahanagar (Kota Besar), Teen Kanya (Tiga Putri), Abhijan (Ekspedisi) dan Kapurush o Mahapurush (Pengecut dan Pria Suci).
Penyutradaraan baru (1965–82)
Pada periode pasca-Charulata, Ray mengambil proyek meningkatkan ragam, dari fantasi, fiksi ilmiah, fiksi detektif sampai drama sejarah. Ray juga membuat memungkinkannya percobaan resmi pada periode tersebut. Ia mengekspresikan masalah-masalah kehidupan India pada masa tersebut, menanggapi kurang ditonjolkannya masalah-masalah tersebut dalam film-filmnya. Film utama pertamanya dalam periode ini adalah Nayak (Pahlawan), sebuah cerita seorang pahlawan layar lebar yang berkunjung ke sebuah kereta dan seorang jurnalis perempuan muda dan simpatik. Dibintangi oleh Uttam Kumar dan Sharmila Tagore, dalam dua puluh empat jam perjalanan tersebut, film tersebut menyoroti konflik dalam idola matinée yang meraih kesuksesan tinggi. Meskipun film tersebut meraih "penghargaan kritikus" di Festival Film Internasional Berlin, film tersebut umumnya kurang meraih sambutan.[30]
Pada 1967, Ray menulis sebuah naskah untuk film berjudul The Alien, berdasarkan pada cerita pendek buatannya "Bankubabur Bandhu" ("Teman Banku Babu"), yang ia tulis pada 1962 untuk Sandesh, majalah keluarga Ray. Columbia Pictures menjadi produser untuk apa yang menjadi kerja sama produksi AS-India yang direncanakan, dan Peter Sellers dan Marlon Brando berperan sebagai aktor utamanya. Ray menyadari bahwa naskahnya te,ah berhak cipta dan bayarannya disepakati oleh Mike Wilson. Wilson awalnya memilih Ray melalui temannya, Arthur C. Clarke, untuk mewakilinya di Hollywood. Wilson memberikan hak cipta naskah tersebut dengan nama Mike Wilson & Satyajit Ray, meskipun ia hanya berkontribusi pada satu kata. Ray kemudian berkata bahwa ia tak pernah menerima bayaran dari naskah tersebut.[31] Setelah Brando keluar dari proyek tersebut, proyek tersebut diambil alih oleh James Coburn, tetapi Ray menjadi tak suka dan kembali ke Kalkuta.[31] Columbia mengekspresikan minatnya dalam membangkitkan proyek tersebut beberapa kali pada 1970an dan 1980an, tetapi tak terwujud. Saat E.T. dirilis pada 1982, Clarkedan Ray melihat kemiripan film tersebut dengan naskah Alien buatannya. Ray mengklaim bahwa film tersebut menjiplak naskahnya. Ray berkata bahwa film Steven Spielberg tersebut "tidak akan ada tanpa naskah 'The Alien' buatan saya tersedia di seluruh Amerika dalam salinan-salinan termimeografi." Spielberg membantah tuduhan plagiarisme tersebut dengan berkata, "Aku masih berada di SMA saat naskah tersebut tersebar di Hollywood." (Spielberg sebenarnya lulus SMA pada 1965 dn merilis film pertamanya pada 1968.[32] Disampinv The Alien, dua proyek yang belum terwujud lainnya yang Ray putuskan untuk disutradarai adalah adaptasi dari epik India kuno, Mahābhārata, dan novel 1924 E. M. ForsterA Passage to India.[33]
Pada 1969, Ray merilis apa yang akan akan sangat sukses secara komersial dari film-filmnya. Berdasarkan pada sebuah cerita anak-anak yang ditulis oleh kakeknya, Goopy Gyne Bagha Byne (Pertualangan Goopy dan Bagha), film tersebut merupakan sebuab film fantasi musikal. Goopy seorang penyanyi dan Bagha seorangbpemain drum, diberi tiga hadiah dari Raja Para Hantu, dengan latar belakang perjalanan fantasi. Mereka berusaha untuk mengehntikan perang antara dua kerajaan bertetangga. Sebagai salah satu karyanya yang paling menghabiskan biaya, proyek tersebut mengalami kesulitan dalam hal pembiayaan. Ray memutuskan untuk membuatnya dalam keadan berwarna. Ia juga mengurunhkan sebuah tawaran yang memintanya untuk memerankan seorang aktor film Hindi sebagai pemeran utama.[34]
Ray membuat sebuah film dari sebuah novel karya seorang penyair dan penulis muda, Sunil Gangopadhyay. Menampilkan sebuah struktur motif musikal yang diklaim lebih kompleks ketimbang Charulata,[35]Aranyer Din Ratri (Siang-Malam di Hutan) mengisahkan empat pemuda kota yang pergi ke hutan untuk liburan. Mereka berusaha untuk meninggalkan kehidupan mereka sehari-sehari. Salah satunya terlibat hubungan dengan wanita, yang mendalami pembelajaran di kelas menengah India. Menuru Robin Wood, "sebuah sekuensi tunggal [dari film tersebut] ... akan menawarkan material untuk sebuah esay pendek".[35]
Setelah Aranyer, Ray tertuju kepada kehidupan Benhgali kontemporer. Ia menyelesaikan apa yang menjadi dikenal sebagai trilogi Kalkuta: Pratidwandi (1970), Seemabaddha (1971), dan Jana Aranya (1975), tiga film yang terpisah namun memiliki hubungan tematik.[36]Pratidwandi (Lawan) berkisah tentang seorang lulusan muda idealis; meskipun kecewa pada akhir film; ia masih tidak korup. Jana Aranya (Perantara) menampilkan seorang pemuda yang memasukki budaya korupsi demi memenuhi hidup. Seemabaddha (Perusahaan Terbatas) mengisahkan seorang pria sukses yang menjual moralitasnya untuk pendapatan tambahan. Dalam film pertamanya, Pratidwandi, Ray mengenalkan gaya naratif eliptik dan baru, seperti adegan-adegan negatif, sekuensi mimpi, dan kilas balik.[36] Pada 1970n, Ray mengadaptasi dua cerita populer buatannya sebagai film-film detektif. Meskipun utamanya ditujukan kepada anak-anak dan dewasa muda, Sonar Kella (Benteng Emas) dan Joi Baba Felunath (Dewa Gajah) meraih beberapa kritikan.[37]
Ray berencana membuat sebuah film tentang Perang Pembebasan Bangladesh namun kemudian membatalkan gagasan tersebut. Ia berkata bahwa, sebagai seorang pembuat film, ia lebih mementingkan perasaan para pengungsi dan bukannya politik.[38] Pada 1977, Ray menyelesaikan Shatranj Ke Khiladi (Para Pemain Catur), sebuah film Hindi yang berdasarkan pada sebuah kisah buatan Munshi Premchand. Film tersebut berlatar belakang Lucknow, negara bagian Oudh, setahun sebelum pemberontakan India 1857. Sebuah komentar tentang masalah terkait kolonisasi India oleh Inggris, film tersebut merupakan film fitur pertma Ray dalam sebuah bahasa selain Bengali. Film tersebut merupakan film fitur buatannya yang paling menghabiskan biaya dan menampilkan Sanjeev Kumar, Saeed Jaffrey, Amjad Khan, Shabana Azmi, Victor Bannerjee dan Richard Attenborough.
Pada 1980, Ray membuat sebuah sekuel untuk Goopy Gyne Bagha Byne, sebuah film politik Hirak Rajar Deshe (Kerajaan Berlian). Kerajaan dari si jahat Raja Berlian, atau Hirok Raj, merupakan sebuah alusi untuk India pada masa darurat saat dipimpi Indira Gandhi.[39] Bersama dengan film pendek terkenalnya Pikoo (Buku Harian Pikoo's) dan film Hindi berjangka satu jam, Sadgati, film tersebut merupakan puncak dari karyanya pada masa tersebut.
Fase terakhir (1983–92)
Pada 1983, saat mengerjakan Ghare Baire (Rumah dan Dunia), Ray terkena serangan jantung; hal tersebut membatasi produktivitasnya dalam 9 tahun sisa hidupnya. Ghare Baire diselesaikan pada 1984 dengan bantuan putra Ray (yang pada waktu itu mengoperasikab kameranya) karena kondisi kesehatannya. Ia sempat ingin memfilmkan novel Tagore tentang nasionalisme berlebihan sepanjang hidup, dan menulis naskah pertama untuk film tersebut pada 1940an.[40] Meskipun Ray sakit, film tersebut meraih sambutan. Filmntersebut berisi ciuman pertama menyeluruh yang ditampilkan dalam film-film Ray. Pada 1987, ia membuat sebuah dokumenter tentang ayahnya, Sukumar Ray.
Tiga film terakhir Ray, yang dibuat setelah ia melakukan pemulihan dan dengan catatan medis, mengambil gambar di dalam ruangan, dan memiliki gaya yang khas. Film-film tersebut lebih berdialog ketimbang film-film buatannya pada masa sebelumnya dan sering kali dianggap sebagai bagian dalam dari tubuh awal karyanya.[41] Film yang pertama, Ganashatru (Musuh Rakyat) adalah sebuah adaptasi permainan panggung Ibsen terkenal, dan dianggap sebagai film terendah dari ketiga film tersebut.[42] Ray memulihkan beberapa bentuknya dalam film 1900-nya Shakha Proshakha (Cabang-Cabang Pohon).[43] Dalam film tersebut, seorang pria tua, yang menjalani kehidupan dalam kekayaan, kenyadari korupsi dari tiga putranya. Adegan terakhir menampilkan sang ayah tinggal sendiri hanya ditemani putra keempafnya, yang tidak korupsi namun sakit mental. Film terakhir Ray, Agantuk (Orang Aneh), lebih ringan namun tak bertema. Saat paman yang lama hilang datang mengunjungi kemenakannya di Kalkuta, ia memiliki motif dibaliknya. Ini menimbulkan pertanyaan panjang dalam film tersebut tentang sipilisasi.[44]
Pada 1992, kesehatan Ray menurun karena komplikasi jantung. Ia dibawa ke rumah sakit, tetapi tidak pernah pulih. Academy of Motion Picture Arts and Sciences menganugerahinya Penghargaan Kehormatan Akademi. Ray merupakan orang India pertama dan satu-satunya yang meraih penghargaan tersebut. Dua puluh empat hari sebelum kematiannya, Ray menerima penghargaan tersebut dalam kondisi terbaring lemah, menyebutnya "Prestasi terbaik dari karier pembuatan film[nya]."[45] Ia meninggal pada 23 April 1992 pada usia 71 tahun.
Kemampuan perfilman
Satyajit Ray menganggap penulisan aksara menjadi bagian dalam dari penyutradaraan. Awalnya, ia menolak membuat sebuah film dalam bahasa selain Bengali. Dalam dua film fitur non-Bengali-nya, ia menulis naskahnya dalam bahasa Inggris; para penerjemah menyadurnya dalam bahasa Hindi atau Urdu di bawah naungan Ray. Mata detail Ray dipengaruhi oleh sutradara seninya Bansi Chandragupta. Pengaruhnya pada film-film awal sangat berpengaruh yang membuat Ray selalu menulis naskah dalam bahasa Inggris sebelum membuat versi Bengali-nya, sehingga Chandragupta non-Bengali dapat dibaca. Kemampuan Subrata Mitra mengumpulkan pujian untuk sinematografi film-film Ray. Sejumlah kritikus menganggap kepergian kru Ray menurunkan kualitas sinematografi dalam film-film berikutnya.[30] Meskipun Ray secara terbuka memuji Mitra, pemikiran tunggalnya dalam mengoperasikan kamera setelah Charulata menyebabkan Mitra berhenti bekerja dengannya setelash tahun 1966. Mitra mengembangkan "penyinaran memantul", sebuah teknik untuk merefleksikan cahaya dari baju untuk membuat sebuah perbedaan, cahaya realistis pada sebuah set. Ray beranggapan bahwa ia berhutang dengan Jean-Luc Godard dan François Truffaut dari Arus Baru Prancis karena mengenalkan inovasi sinematik dan teknikal baru.[46]
Penyunting film reguler Ray adalah Dulal Datta, tetapi sutradara tersebut biasanya mengarahkan penyuntingannya saat Datta mengerjakan karya sebenarnya. Karena alasan keuangan dan perencanaan Ray, film-filmnya sebagian besar dipotong (selain Pather Panchali). Pada permulaan kariernya, Ray bekerja dengan para pemusik klasik India, yang meliputi Ravi Shankar, Vilayat Khan, dan Ali Akbar Khan. Ia menyadari bahwa loyalitas utama mereka adalah untuk tradiai musikal, dan bukannya untuk filmnya. Ia memiliki pemahaman besar terhadap bentuk klasik Barat, yang ia ingin gunakan untuk film-filmnya yang berlatar belakang perkotaan.[47] Dimulai dengah Teen Kanya, Ray mulai mengkomposisikan lagu-lagunya sendiri.
Ia menggunakan aktor dari latar belakang yang beragam, dari bintang film terkenal sampai orang yang tak pernah muncul dalam sebuah film (seperti dalam Aparajito).[48]Robin Wood dan lainnya menyebutnya sebagai sutradara anak-anak terbaik, terutama pada penampilan dalam peran Apu dan Durga (Pather Panchali), Ratan (Postmaster) dan Mukul (Sonar Kella). Tergantung pada bakat atau pengalaman aktor tersebut, Ray meragamkan intensitas penyutradaraannya, dari tidak menggunakan virtual apapun dengan aktor-aktor seperti Utpal Dutt, sampai menggunakan aktor sebagai boneka[49] (Subir Banerjee sebagai Apu muda atau Sharmila Tagore sebagai Aparna). Aktor-aktor yang bekerja untuk Ray memuji kepercayaannya namun berkata bahwa ia juga menyelesaikan ketidakmampuan dengan penghinaan total.[50]
Ray membuat dua karakter fiksi populer dalam kesusastraan anak-anak Bengali—Feluda, seorang detektif, dan Profesor Shonku, seorang ilmuwan. Kisah-kisah Feluda dinarasikan oleh Topesh Ranjan Mitra alias Topse, sepupu remajanya, seperti halnya Watson dari Holmes-nya Femula. Karya-karya fiksi ilmiah Shonku disajikan sebagai sebuah buku harian yang ditemukan setelah ilmuwan tersebut hilang misterius. Ray juga menulis kumpulan puisi non-esensi bernama Today Bandha Ghorar Dim, yang meliputi sebuah terjemahan dari "Jabberwocky" karya Lewis Carroll. Ia menulis kumpulan kisah humor Mullah Nasiruddin dalam bahasa Bengali.
Cerita-cerita pendek buatannya diterbitkan sebagai kumpulan 12 cerita, dimana judulnya terdiri dari dua belas kata (contohnya Aker pitthe dui, artinya "Dua di atas satu"). Peminatan Ray dalam teka-teki dan lelucon tertuang dalam kisah-kisahnya. Cerita-cerita pendek buatan Ray memberikan pencurahan penuh terhadap peminatannya dalam hal mengerikan, suspens dan aspek-aspek lainnya yang ia tuangkan dalam film, menjadikannya studi psikologi peminatan.[51] Kebanyakan tulisannya diterjemahkan dalam bahasa Inggris. Kebanyakan permainan latarnya diterbitkan dalam bahasa Bengali pada jurnal kesusastraan Eksan. Ray menulis sebuah autobiografi tentang masa kecilnya, Jakhan Choto Chilam (1982), yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris menjadi Childhood Days.
Ray menulis pengalaman-pengalamannya pada saat ia memfilmkan Trilogi Apu dalam memoirnya yang berjudul My Years with Apu: A Memoir.
Ia juga menulis esay tentang film, yang diterbitkan sebagai kumpulan cerita: Our Films, Their Films (1976), Bishoy Chalachchitra (1976), dan Ekei Bole Shooting (1979). Pada pertengahan 1990an, esay-esay film Ray dan sebuah antologi dari cerita-cerita pendek juga diterbitkan dalam bahasa Inggris di dunia Barat. Our Films, Their Films adalah sebuah antologi dari kritikan film buatan Ray. Buku tersebut terdiri dari artikel-artikel dan jurnal pribadi. Buku tersebut terbagi dalam dua bagian: Ray mula-mula membahas film India, sebelum mengalihkan sorotannya terhadap Hollywood, para pembuat film spesifik (Charlie Chaplin dan Akira Kurosawa), dan gerakan-gerakan seperti neorealisme Italia. Buku buatannya Bishoy Chalachchitra diterbitkan dalam bentuk terjemahan pada tahun 2006 dengan judul Speaking of Films. Buku tersebut berisi penjelasan filsafatnya dari aspek-aspek perfilman berbeda.
Ray sebagai kaligrafer
Satyajit Ray merancang empat rupa huruf untuk aksara Romawi yakni Ray Roman, Ray Bizarre, Daphnis, dan Holiday Script, selain sejumlah aksara Bengali untuk majalah Sandesh.[52][53] Ray Roman dan Ray Bizarre memenangkan sebuah kompetisi internasional pada 1971.[54] Dalam lingkar Kalkuta tertentu, Ray dikenal sebagai perancang grafis handal, selain karier filmnya. Ray mengilustrasikan seluruh bukunya dan merancang sampul untuknya, serta membuat seluruh material publisitas untuk film-filmnya, artistik Ray yang bermain dengan tata-tata bahasa Bengali juga dikuak dalam poster-poster film dan sampul-sampul brosur promosi film. Ia juga merancang sampul beberapa buku karya pengarang lainnya.[55] Dalam teknik kaligrafinya, terdapat dua dampak mendalam:
(a) Susunan artistik notasi staf musikal Eropa dalam sintag grafemik;
(b) alpana ("ritual melukis" yang umumnya dipraktikkan oleh wanita Bengali pada masa perayaan keagamaan; istilah tersebut menandakan 'untuk disematkan dengan'. Umumnya dikategorisasikan sebagai Seni "Foklor" dalam perwakilan-perwakilan grafeme Ray.
Sehingga, seni klasik dan foklor terbagi dalam perwakilan grafeme Bengali Ray. Tiga pasang X grafeme Bengali diwakili dalam peta musikal dan kontur, terukir antara titik temu horizontal dan vertkcal, mengikuti susunan alpana. Ini juga menandakan bahwa metamorfosis grafeme (yang dirancang sebagai "tulisan panahan") sebagai subyek/objek hidup dalam manipulasi positif Ray terhadap grafeme Bengali.[56]
Tanggapan kritis dan populer
Karya Ray disebut penuh humanisme dan universalitas, dan sederhana dengan kompleksitas mendalam.[57][58] Sutradara Jepang Akira Kurosawa berkata, "Tidak melihat film-film Ray artinya berada di dunia tanpa melihat matahari atau bulan."[59] Namun para detraktornya menemukan bahwa film-filmnya lamban, bergerak seperti "siput besar."[28] Beberapa orang menemukan humanismenya terpikir sederhana, dan karyanya anti-modern; mereka mengkritiknya karena kurang mode ekspresi baru atau eksperimentasi yang ditemukan dalam karya-karya orang yang sezaman dengan Ray, seperti Jean-Luc Godard.[60] Menurut Stanley Kauffman, beberapa kritikus meyakini bahwa Ray menganggap bahwa para penonton "dapat memahami sebuah film sederhana karakter-karakternya, ketimbang menempatkan susunan dramatis pada hidup mereka."[61] Ray mengatakan bahwa tidak ada yang ia anggap lamban. Kurosawa membelanya dengan berkata bahwa film-film Ray tidak lamban, "Karyanya dapat disebut terkomposisi mengalir, seperti sungai besar".[62]
Para kritikus sering kali membandingkan Ray dengan artis-artis dalam perfilman dan media lainnya, seperti Chekhov, Renoir, De Sica, Hawks atau Mozart. Penulis V. S. Naipaul membandingkan sebuah adegan dalam Shatranj Ki Khiladi (Para Pemain Catur) dengan sebuah drama Shakespeare; ia menyatakan "hanya tiga ratus kata yang dikeluarkan namun bagus! – suatu hal yang langka terjadi."[21][63][64] Bahkan, para kritikus yang tak hanya menyukai aestetik film-film Ray umumnya menyadari kemampuannya untuk menyoroti seluruh budaya dengan seluruh nuansanya. Obituari Ray dalam The Independent mencantumkan pertanyaan, "Siapa yang dapat menandingi?"[65] Karyanya dipromosikan di Prancis oleh The Studio des Ursuline.
Memuji jasa-jasanya untuk dunia perfilman, Martin Scorsese menyatakan: "Karyanya berada dalam perusahaan dari tokoh-tokoh sezamannya yang hidup seperti Ingmar Bergman, Akira Kurosawa dan Federico Fellini."[66]
Ideologi-ideologi politik mengangkat isi dengan karya Ray. Dalam sebuah debat publik pada 1960an, Ray dan pembuat film MarxisMrinal Sen beradu argumen. Sen mengkritiknya karena memasang idola matinée idol seperti Uttam Kumar, yang ia anggap tukang kompromi.[67] Ray mengatakan bahwa Sen hanya menyerang "target-target gampang", seperti halnya orang Bengali kelas menengah. Namun Ray sendiri telah membuat film-film tentang Bengali kelas menengah dalam film-film seperti Pratidwandi dan Jana Aranya yang berlatar belakang pada masa gerakan naxalit di Bengal. Para advokat sosialisme berkata bahwa Ray tak "berniat" untuk menghiraukan kelas-kelas bawah di negara tersebut; beberapa kritikus meremehkan kemiskinan dalam Pather Panchali dan Ashani Sanket (Guntur Jauh) melalui lirik dan aestiteik. Merek berkata bahwa ia tak memberikan solusi pada konflik-konflik dalam cerita, dan tidak dapat menyoroti latar belakang burjoisnya. Dalam gerakan-gerakan naxalit pada 1970an, para agitator sempat melukai putranya, Sandip.[68] Pada awal 1980, Ray dikritik oleh seorang anggota parlemen dan mantan aktris India Nargis Dutt, yang menuduh Ray "mengekspor kemiskinan." Ia ingin ia membuat film yang mewakili "India Modern."[69]
Beberapa karya sastra mencantumkan rujukan kepada Ray atau karyanya, yang meliputi Herzog karya Saul Bellow dan Youth karya J. M. Coetzee. Haroun and the Sea of Stories karya Salman Rushdie berisi karakter-karakter ikan bernama Goopy dan Bagha, sebuah tribut dari film fantasi Ray. Pada 1993, UC Santa Cruz mendirikan koleksi Film dan Studi Satyajit Ray, dan pada 1995, Pemerintah India mendirikan Lembaga Film dan Televisi Satyajit Ray untuk studi berkaitan dengan film. Pada 2007, BBC mendeklarasikan bahwa dua kisah Feluda dibuat dalam program radio.[87] Pada Festival Film London, "Penghargaan Satyajit Ray" giat diberikan kepada sutradara film fitur pertama kali yang filmnya mengangkat "artistri, perasaan kasih dan kemanusiaan dari visi Ray". Wes Anderson mengklaim Ray sebagai pengaruh dari karyanya; film tahun 2007nya, The Darjeeling Limited, yang berlatar belakang di India, didedikasikan kepada Ray. Ray juga merupakan seorang perancang grafis, merancang sebagian besar poster filmnya, mengkombinasikan seni foklor dan kaligrafi untuk membuat tema-tema dari misterius, surreal sampai komikal; sebuah pameran posternya diadakan di British Film Institute pada 2013.[88]
Pada 2016, saat pengambilan gambar film Double Feluda, putra tunggal Satyajit, Sandip Ray, memfilmkan perpustakaan terkenal ayahnya.[89]
Preservasi
Academy Film Archive mempersembahkan sejumlah film Satyajit Ray, termasuk trilogi Apu. Film-film Satyajit Ray lainnya yang dipersembahkan oleh Academy meliputi Nayak, Sikkim, dan film pendek Two.[90]
Pada 1992, Sight & Sound Critics' Top Ten Poll memberikan Ray peringkat No. 7 dalam daftar "10 Sutradara Papan Atas" sepanjang masa, menjadikannya pembuat film Asia berpangkat tertinggi dalam jajak pendapat tersebut.[98] Pada 2002, jajak pendapat kritikus dan sutradara Sight & Sound menempatkan Ray pada peringkat No. 22 dalam daftar sutradara terbesar sepanjang masanya,[99] menjadikannya pembuat film Asia berperingkat tertinggi keempat dalam jajak pendapat tersebut.[99]
Pada 1996, majalah Entertainment Weekly memberikan Ray peringkat No. 25 dalam daftar "50 Sutradara Terbesar"-nya.[100] Pada 2007, majalah Total Film mencantumkan Ray dalam daftar "100 Sutradara Film Terbesar yang Pernah Ada" buatannya.[101]
^Arup Kr De, "Ties that Bind" by The Statesman, Calcutta, 27 April 2008. Quote: "Satyajit Ray had an unconventional marriage. He married Bijoya (born 1917), youngest daughter of his eldest maternal uncle, Charuchandra Das, in 1948 in a secret ceremony in Bombay after a long romantic relationship that had begun around the time he left college in 1940. The marriage was reconfirmed in Calcutta the next year at a traditional religious ceremony."
^ abRay, Satyajit. "Ordeals of the Alien". The Unmade Ray. Satyajit Ray Society. Diarsipkan dari versi asli tanggal 27 April 2008. Diakses tanggal 21 April 2008.
^Datta, Sudipta (19 January 2008). "The Ray show goes on". The Financial Express. Indian Express Newspapers (Mumbai) Ltd. Diakses tanggal 10 April 2008.
^ ab"Personal Awards". Awards. satyajitray.org. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-08-15. Diakses tanggal 9 April 2008.
^"Padma Awards"(PDF). Ministry of Home Affairs, Government of India. 2015. Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 2014-11-15. Diakses tanggal July 21, 2015.
^"Awards and Tributes: Satyajit Ray". San Francisco International Film Festival: The First to Fifty. San Francisco Film Society. Diakses tanggal 8 April 2008.
^ abKevin Lee (5 September 2002). "A Slanted Canon". Asian American Film Commentary. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-31. Diakses tanggal 24 April 2009.