Rumah tradisional Sunda (bahasa Sunda: imah adat Sunda) mengacu kepada rumah adat tradisional suku Sunda. Arsitektur rumah suku Sunda ditandai oleh fungsionalitas, kesederhanaan, kepolosan, keseragaman dengan sedikit detail, penggunaan bahan atap dedaunan alamiah, dan ikatan yang cukup teguh pada keselarasan dengan alam dan lingkungan.[1]
Rumah adat
Masyarakat Sunda secara tradisional melestarikan pengetahuan dari leluhur mereka dan gaya hidup tradisional mereka dalam keharmonisan yang akrab dengan alam, yang berkembang ke metode bangunan mereka; menggunakan bahan-bahan lokal dari kayu, batu, bambu, bahan atap dari dedaunan, dan daun-daun palem.[1]
Rumah-rumah tradisional Sunda sebagian besar mengambil bentuk dasar struktur atap pelana, umumnya disebut atap gaya kampung, terbuat dari bahan-bahan dedaunan (ijuk; serat aren hitam, hateup dedaunan atau dedaunan palem) menutupi kerangka kayu dan balok, dinding anyaman bambu, dan strukturnya dibangun di atas panggung pendek. Variasi atapnya bisa berupa atap melandai dan pelana (kombinasi atap pelana dan melandai).
Atap pelana menjorok yang lebih rumit disebut julang ngapak, yang berarti "burung menggepakkan sayapnya". Bentuk-bentuk rumah tradisional Sunda lainnya meliputi Buka Pongpok, Capit Gunting, Jubleg Nangkub, Badak Heuay, Tagog Anjing, dan Perahu Kemureb.[2] Ornamen umumnya termasuk ujung-ujung atap berbentuk "o" atau "x" yang disebut capit gunting, yang sangat mirip dengan beberapa desain "x" atap rumah Melayu.
Di bagian samping rumah, lumbung padi atau disebut leuit dalam bahasa Sunda, juga merupakan sebuah bangunan penting dalam masyarakat pertanian Sunda tradisional. Leuit sangat penting pada saat upacara adat panen Seren taun.[3]