Narasi Penciptaan menurut Kitab Kejadian (bahasa Inggris: Genesis creation narrative) adalah suatu catatan mengenai penciptaan alam semesta menurut kepercayaan Yudaisme dan Kristen.[1] Terdiri dari dua bagian, kurang lebih setara dengan dua pasal pertama dalam Kitab Kejadian.
Bagian pertama, Kejadian 1:1–2:4, Elohim, yaitu kata generik bahasa Ibrani untuk "Allah", menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, mulai dari terang yang menerangi kegelapan pada hari pertama, dan berakhir pada penciptaan manusia pada hari keenam. Allah kemudian beristirahat, memberkati dan menguduskan hari ketujuh atau hari Sabat.
Dalam bagian kedua, Kejadian 2:4–2:25 Allah, disebut dengan nama pribadi-Nya, "Yahweh", menciptakan manusia pertama (Adam) dari debu tanah dan menghembuskan napas kehidupan ke dalamnya. Allah kemudian menempatkannya di Taman Eden dan menciptakan perempuan pertama (Hawa) dari tulang rusuk Adam sebagai pendampingnya.
Kejadian 1:1–2:4
Latar belakang
Ada yang memandang bahwa alam semesta yang diciptakan dalam catatan Kejadian 1:1–2:4 tampaknya mempunyai kemiripan dengan Kemah Suci yang dicatat dalam Keluaran 35–40, dan ini merupakan prototipe Bait Allah di Yerusalem, sekaligus sebagai pusat pemujaan Yahweh melalui para imam.
Karenanya, dan karena kisah penciptaan di wilayah Timur Tengah lainnya juga mencapai klimaks pada pendirian suatu kuil atau rumah pemujaan bagi ilah-pencipta, Kejadian 1 dapat ditafsirkan sebagai pembangunan alam semesta sebagai rumah Allah, di mana Bait Allah di Yerusalem merupakan pencerminan di bumi.[2]
Penggunaan angka dalam teks kuno sering bersifat numerologis daripada faktual - yaitu, angka-angka itu digunakan karena mempunyai makna simbolis bagi pengarangnya.[3] Angka "tujuh", melambangkan kesempurnaan ilahi, meresap ke dalam Kejadian 1:
Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama.
Catatan hari pertama
Frasa pembuka
Kalimat pembuka pada Kejadian 1:1 umumnya diterjemahkan sebagaimana yang dimuat di atas.
Ada sejumlah sarjana yang menganggap bahwa kalimat itu sebenarnya dapat diterjemahkan paling sedikit dalam 3 cara:
sebagai pernyataan bahwa alam semesta mempunyai awal yang absolut ("Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi");
sebagai pernyataan menggambarkan keadaan dunia ketika Allah mulai mencipta ("Ketika pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi, bumi belum berbentuk dan kosong.");
mirip dengan versi kedua tetapi menganggap seluruh informasi pada Kejadian 1:2 sebagai latar belakang ("Ketika pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi, bumi belum berbentuk dan kosong... Allah berkata, Jadilah terang!").[5]
Akhir-akhir ini cukup gencar dikemukakan bahwa versi kedua adalah yang sesungguhnya dimaksudkan oleh para pengarang dari golongan "Priestly".
"menciptakan" (bara)
Kata kerja "bara" ("menciptakan") hanya digunakan untuk Allah, (manusia tidak terlibat dalam tindakan bara), dan ini berkaitan dengan penetapan peranan, karena dalam penciptaan manusia pertama sebagai "laki-laki dan perempuan" (yaitu, pengalokasian jenis kelamin). Dengan kata lain, kekuasaan Allah ditunjukkan bukan hanya dengan penciptaan zat, melainkan penetapan nasib.[6]
"langit dan bumi"
Salah satu tafsiran menyatakan bahwa frasa "langit dan bumi" adalah kesatuan yang menunjukkan "segala sesuatu", yaitu "alam semesta". Ini terjadi dalam 3 tingkatn, dunia yang didiami kehidupan berada di tengah, langit di atas dan alam di bawah bumi di bagian bawah, seluruhnya dikelilingi oleh "lautan" air kekacauan (= chaois). Ini dikaitkan dengan mitos Bebel Tiamat.[7]
Dalam mitos itu, bumi digambarkan sebagai piringan datar, dikelilingi oleh gunung-gunung dan lautan. Di atasnya terdapat cakrawala, suatu kubah kokoh tembus pandang yang berpijak pada pengunungan, memungkinkan manusia untuk melihat birunya air di atasnya, dengan "jendela-jendela" yang dapat memasukkan hujan, serta memuat matahari, bulan dan bintang-bintang. Air yang di bawah bumi, bersandarkan pada tiang-tiang yang terendam di bawah bumi sebagai Sheol, tempat kediaman orang-orang mati.[8]
"belum berbentuk dan kosong" (tohu wa-bohu)
Kalima pembuka Kejadian 1 dilanjutkan oleh: "(Dan) bumi belum berbentuk dan kosong..." Frasa "belum berbentuk dan kosong" merupakan terjemahan dari frasa Ibrani "tohu wa-bohu", (bahasa Ibrani: תֹהוּ וָבֹהוּ), yaitu keadaan "kacau" (=chaos), yang kemudian ditata oleh tindakan penciptaan (bara).[9]Tohu mengandung makna "kekosongan, kesia-siaan"; biasa digunakan untuk menggambarkan padang pasir liar; bohu tidak diketahui pasti maknanya dan diduga dibuat supaya seirama dan menguatkan tohu.[10] Frasa ini juga muncul dalam Yeremia 4:23 di mana nabi Yeremia memperingatkan umat Israel bahwa pemberontakan terhadap Allah akan membawa kembalinya kegelapan dan kekacauan, "seakan-akan bumi belum diciptakan (atau dikembalikan ke keadaan sebelum penciptaan; uncreated)".[11]
"kedalaman" (tehom)
Pembukaan pada Kejadian 1 memuat pernyataan "gelap gulita menutupi samudera raya". Frasa "samudera raya" sebenarnya diterjemahkan dari kata bahasa Ibrani: תְהוֹם (tehôm), yang bermakna "kedalaman". Kegelapan (khō-šeḵ) dan kedalaman (tehom) merupakan dua dari tiga unsur kekacauan (chaos) yang dinyatakan dengan istilah tohu wa-bohu (yang ketiga adalah "bumi yang belum berbentuk"). Dalam mitos Babel "Enuma Elish", istilah "kedalaman" dipersonifikasi sebagai dewi Tiamat, musuh dewa Marduk;[9] di sini sebagai "air purba" yang tidak berbentuk yang melingkupi dunia tempat kehidupan, kemudian dilepaskan pada saat
air bah (mitologi), ketika "semua sumber-sumber air di kedalaman memancar ke luar" dari air yang di bawah bumi dan dari "tingkap-tingkap" di langit.[12]
"Roh Allah" (Rûach Elohim)
"Roh" (Rûach) Allah "melayang-layang" (bukan "berjalan-jalan") di atas permukaan "air", sebelum penciptaan terang. Rûach (רוּחַ) mempunyai makna "angin, roh, napas", dan elohim
dapat berarti "besar, agung" maupun "allah, ilah". Jadi, ruach elohim dapat bermakna "angin Allah" atau "napas Allah" atau "Roh Allah" atau sekadar "angin topan raksasa" .[13] Dalam Mazmur 18:16 dan bagian Alkitab lain digambarkan bahwa "angin ribut" adalah "napas Allah" dan angin Allah muncul kembali pada kisah "air bah" (Nuh) untuk memulihkan bumi. Konsep "Roh Allah" tidak benar-benar jelas dalam Alkitab Ibrani. Victor Hamilton dalam komentarinya mengenai Kitab Kejadian lebih memilih makna "Roh Allah", tetapi tidak setuju dengan identifikasi istilah ini sebagai "Roh Kudus" pada teologi Kristen.[14]
terang (or)
Hari pertama ditandai dengan penciptaan "terang" (dan diimplikasikan juga penciptaan "waktu"). Tindakan pertama Allah adalah penciptaan "terang" yang utuh. Dengan demikian kegelapan dan terang dipisahkan menjadi "malam" dan "siang". Urutannya ("petang" sebelum "pagi") menyatakan bahwa ini merupakan "hari liturgi".
Allah mengucapkan perintah dan menamai unsur-unsur dunia pada saat Ia menciptakan mereka. Pada budaya Timur Dekat kuno, tindakan penamaan juga dikaitkan dengan tindakan penciptaan. Pada sastra Mesir kuno, allah pencipta memberi nama segala sesuatu. "Enuma Elish" dimulai pada saat segala sesuatu belum ada yang dberi nama.[15] Penciptaan Allah dengan kata (=firman) juga menyiratkan perbandingan dengan seorang raja, yang cukup bertitah untuk menjalankan tindakan.[16]
Hari kedua
Kejadian 1:6–8
1:6 Berfirmanlah Allah: "Jadilah cakrawala di tengah segala air untuk memisahkan air dari air."
1:7 Maka Allah menjadikan cakrawala dan Ia memisahkan air yang ada di bawah cakrawala itu dari air yang ada di atasnya.
Dan jadilah demikian.
1:8 Lalu Allah menamai cakrawala itu langit.
Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari kedua.
Catatan hari kedua
"cakrawala" (rāqîa)
Rāqîa, atau cakrawala (= bentangan), diturunkan dari akar kata rāqa, suatu kata kerja yang dipakai untuk menggambarkan tindakan "memukuli bongkahan logam sampai menjadi lempengan tipis".[17] Cakrawala diciptakan pada hari kedua dan kemudian diisi dengan benda-benda langit pada hari keempat. Ditafsirkan sebagai kubah solid yang memisahkan dunia di bawah dengan langit serta air yang di atas. Hal ini mirip dengan kepercayaan Mesir kuno dan Mesopotamia pada zaman dahulu.[18] Dalam Kejadian 1:17 bintang-bintang ditempatkan pada raqia. Dalam mitos Babel, langit terbuat dari berbagai batu permata (bandingkan dengan Keluaran 24:10 di mana para penatua Israel "melihat Allah Israel; kaki-Nya berjejak pada sesuatu yang buatannya seperti lantai dari batu nilam dan yang terangnya seperti langit yang cerah"), dengan bintang-bintang dipahat pada permukaannya.[19]
Hari ketiga
Kejadian 1:7–13
1:9 Berfirmanlah Allah: "Hendaklah segala air yang di bawah langit berkumpul pada satu tempat, sehingga kelihatan yang kering."
Dan jadilah demikian.
1:10 Lalu Allah menamai yang kering itu darat, dan kumpulan air itu dinamai-Nya laut.
Allah melihat bahwa semuanya itu baik.
1:11 Berfirmanlah Allah: "Hendaklah tanah menumbuhkan tunas-tunas muda, tumbuh-tumbuhan yang berbiji, segala jenis pohon buah-buahan yang menghasilkan buah yang berbiji, supaya ada tumbuh-tumbuhan di bumi."
Dan jadilah demikian.
1:12 Tanah itu menumbuhkan tunas-tunas muda, segala jenis tumbuh-tumbuhan yang berbiji dan segala jenis pohon-pohonan yang menghasilkan buah yang berbiji.
Allah melihat bahwa semuanya itu baik.
1:13 Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari ketiga.
Catatan hari ketiga
Pada hari ketiga, air surut dan membuat suatu lingkaran lautan mengelilingi satu benua tanah kering.[20] Pada akhir hari ketiga, Allah telah menciptakan lingkungan yang merupakan landasan penciptaan selanjutnya yaitu terang, langit, laut dan bumi.[21] Tiga tahapan alam semesta berikutnya diisi menurut urutan penciptaan yaitu: langit, laut dan bumi.
Menurut catatan ini tidak digunakan kata "menciptakan" atau "membuat" bagi tumbuh-tumbuhan, melainkan hanya ada perintah bagi tanah untuk menumbuhkan mereka. Ada tafsiran teologi yang melihat bahwa Allah telah memberikan kemampuan bagi tanah (atau bumi) yang asalnya gersang, untuk menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan setelah diperintahkan oleh Allah, kemampuan itu dinyatakan.[22]
"Jadilah benda-benda penerang pada cakrawala untuk memisahkan siang dari malam.
Biarlah benda-benda penerang itu menjadi tanda yang menunjukkan masa-masa yang tetap dan hari-hari dan tahun-tahun,
1:15 dan sebagai penerang pada cakrawala biarlah benda-benda itu menerangi bumi."
Dan jadilah demikian.
1:16 Maka Allah menjadikan kedua benda penerang yang besar itu, yakni yang lebih besar untuk menguasai siang dan yang lebih kecil untuk menguasai malam, dan menjadikan juga bintang-bintang.
1:17 Allah menaruh semuanya itu di cakrawala untuk menerangi bumi,
1:18 dan untuk menguasai siang dan malam, dan untuk memisahkan terang dari gelap.
Allah melihat bahwa semuanya itu baik.
1:19 Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keempat.
Catatan hari keempat
"menguasai" (memshalah)
Pada hari keempat istilah "menguasai" (memshalah) diperkenalkan: benda-benda langit itu akan "menguasai" siang dan malam, serta menjadi tanda yang menunjukkan masa-masa yang tetap dan hari-hari dan tahun-tahun. Hal ini dianggap sesuatu yang penting bagi para pengarang dari golongan "Priestly", karena hari-hari raya keagamaan diselenggarakan menurut siklus matahari dan bulan.[23] Pada hari keenam, manusia kemudian diciptakan untuk menguasai seluruh ciptaan sebagai wakil Allah.
"Benda-benda penerang" (mə-’ō-rōṯ)
Allah menempatkan "benda-benda penerang" (mə-’ō-rōṯ; bentuk tunggal ma-or) di cakrawala untuk "menguasai" siang dan malam.[24] Secara khusus, Allah menciptakan "benda penerang yang lebih besar," "benda penerang yang lebih kecil," dan bintang-bintang. Menurut Victor Hamilton, kebanyakan sarjana setuju bahwa penggunaan pilihan kata "benda penerang yang lebih besar" (bahasa Inggris: greater light) and "benda penerang yang lebih kecil" (bahasa Inggris: lesser light), daripada istilah yang lebih eksplisit "matahari" dan "bulan", merupakan suatu retorik anti-mitologi yang dimaksudkan untuk melawan kepercayaan yang meluas zaman dahulu bahwa matahari dan bulan sendiri adalah dewa-dewa.[25]
"Hendaklah dalam air berkeriapan makhluk yang hidup,
dan hendaklah burung beterbangan di atas bumi melintasi cakrawala."
1:21 Maka Allah menciptakan binatang-binatang laut yang besar
dan segala jenis makhluk hidup yang bergerak, yang berkeriapan dalam air,
dan segala jenis burung yang bersayap.
Allah melihat bahwa semuanya itu baik.
1:22 Lalu Allah memberkati semuanya itu, firman-Nya:
"Berkembangbiaklah dan bertambah banyaklah serta penuhilah air dalam laut,
dan hendaklah burung-burung di bumi bertambah banyak."
1:23 Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari kelima.
Catatan hari kelima
"binatang laut" (tanin)
Pada mitos Mesir dan Mesopotamia kuno dikisahkan bahwa allah pencipta harus berperang melawan "monster-monster laut" sebelum dapat membuat langit dan bumi. Sebaliknya pada Kejadian 1:21, kata
tanin, kadang diterjemahkan sebagai "binatang laut" atau "makhluk raksasa", dianggap paralel dengan binatang-binatang besar Rahab dan Lewiatan pada Mazmur 74:13, dan Yesaya 27:1 serta Yesaya 51:9, tetapi tidak ada tanda-tanda adanya peperangan, dan tanin adalah sekadar makhluk yang diciptakan oleh Allah.[26]
Hari keenam
Kejadian 1:24–31; 2:1
1:24 Berfirmanlah Allah: "Hendaklah bumi mengeluarkan segala jenis makhluk yang hidup, ternak dan binatang melata dan segala jenis binatang liar."
Dan jadilah demikian.
1:25 Allah menjadikan segala jenis binatang liar dan segala jenis ternak dan segala jenis binatang melata di muka bumi.
Allah melihat bahwa semuanya itu baik.
1:26 Berfirmanlah Allah:
"Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita,
supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi."
1:27 Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya,
menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.
1:28 Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka:
"Beranakcuculah dan bertambah banyak;
penuhilah bumi dan taklukkanlah itu,
berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara
dan atas segala binatang yang merayap di bumi."
1:29 Berfirmanlah Allah:
Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah akan menjadi makananmu.
1:30 Tetapi kepada segala binatang di bumi dan segala burung di udara dan segala yang merayap di bumi, yang bernyawa, Kuberikan segala tumbuh-tumbuhan hijau menjadi makanannya."
Dan jadilah demikian.
1:31 Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik.
Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keenam.
2:1 Demikianlah diselesaikan langit dan bumi dan segala isinya.
Catatan hari keenam
"jenis (min)
Frasa "segala jenis" dalam istilah Ibrani sebenarnya bermakna "menurut jenisnya" (lə-mî-nāh, bahasa Inggris: according to (one's) kind)", dimana huruf "lamed" merupakan kata depan yang berarti "menurut", dan kata minah adalah bentuk jamak dari min yang berarti "jenis". Tampaknya ini kemudian menjadi dasar hukum di dalam Taurat yang menekankan kekudusan melalui pemisahan.[22]
"manusia" (adam)
Pada Kejadian 1:26 Allah berfirman "Baiklah Kita menjadikan manusia", kata "manusia" di sini dalam bahasa Ibrani adalah adam; dalam bentuk kata benda generik, "umat manusia", dan tidak menyiratkan bahwa yang diciptakan adalah seorang laki-laki. Setelah muncul pertama kali, selanjutnya kata ini ditulis sebagai ha-adam ("manusia itu"; di mana huruf 'ha' adalah kata sandang). Ini dijelaskan juga pada Kejadian 1:27 di mana tertulis "Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-[Nya], menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka", kata "manusia itu" juga tidak bermakna khusus sebagai "laki-laki".[27]
"menurut gambar" (bə-tse-lem)
Manusia diciptakan (bara) menurut gambar Allah (bə-tse-lem Elohim; di mana "bə" adalah kata depan "menurut", "tselem" berarti "gambar"). Pada bagian awal ayat 27 tertulis bə-ṣal-mōw yang berati "menurut gambarnya".
Frasa ini dapat ditafsirkan bermacam-macam, termasuk:
Mempunyai kualitas spiritual Allah seperti intelek, kehendak, dan sebagainya;
Mempunyai bentuk fisik Allah;
Kombinasi dua hal di atas;
Merupakan perwujudan Allah di dunia dan dapat menjalin hubungan dengan-Nya;
Catatan pada Kejadian 1:26 bahwa Allah berfirman "Baiklah Kita menjadikan manusia" menimbulkan sejumlah teori, di mana dua yang paling menonjol adalah "Kita" di sini adalah kata ganti jamak keagungan untuk raja-raja (majestic plural),[29] atau mencerminkan suatu "dewan ilahi" di mana Allah bertahta sebagai raja dan mengusulkan penciptaan manusia kepada para ilahi yang lebih rendah kedudukannya.[30]
tumbuhan sebagai makanan
Pada Kejadian 1:29–30 Allah berkata kepada binatang dan manusia bahwa Ia memberikan kepada manusia segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji sebagai makanan, serta kepada segala binatang di bumi dan segala burung di udara dan segala yang merayap di bumi, yang bernyawa, diberikan segala tumbuh-tumbuhan hijau menjadi makanannya. – Jadi disiratkan di sini bahwa pada waktu penciptaan, semua binatang dan manusia adalah vegetarian. Hanya kemudian, setelah air bah, manusia diizinkan untuk makan daging. Ada anggapan bahwa pengarang golongan "Priestly" tampaknya memandang ke masa lampau yang ideal di mana manusia hidup dalam damai di antara mereka sendiri dan dengan dunia binatang, dan hal ini dapat dicapai kembali melalui kehidupan pengorbanan dalam harmoni bersama Allah.[31]
"sungguh amat baik" (ṭōḇ mə-’ōḏ)
Setelah selesai, "Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik." (Kejadian 1:31). Ini menyiratkan bahwa apa yang ada sebelum Penciptaan ("tohu wa-bohu," "kegelapan," "tehom") tidaklah "amat baik".Israel Knohl menyampaikan hipotesis bahwa sumber "Priestly" memuat dikotomi ini untuk menjelaskan masalah kejahatan.[32]
Hari ketujuh
Kejadian 2:2–4
2:2 Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu,
berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu.
2:3 Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya,
karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu.
2:4(a) Demikianlah riwayat langit dan bumi pada waktu diciptakan.
Catatan hari ketujuh
Penciptaan diikuti oleh istirahat atau perhentian. Pada sastra Timur Dekat kuno, istirahat ilahi diperoleh dalam kuil pemujaan sebagai hasil munculnya tatanan (order) di atas kekacauan (chaos). Istirahat dapat dipandang sebagai suatu "pelepasan" (disengagement), setelah pekerjaan penciptaan sudah selesai, tetapi juga suatu "pengikatan" (engagement), karena Allah sekarang hadir dalam bait-Nya untuk memelihara suatu alam semesta yang kokoh dan tertata.[33]
Kejadian 2:4-25
Penciptaan laki-laki
Kejadian 2:4–7
2:4(b) Ketika TUHAN Allah menjadikan bumi dan langit, --
2:5 belum ada semak apapun di bumi, belum timbul tumbuh-tumbuhan apapun di padang, sebab TUHAN Allah belum menurunkan hujan ke bumi, dan belum ada orang untuk mengusahakan tanah itu;
2:6 tetapi ada kabut naik ke atas dari bumi dan membasahi seluruh permukaan bumi itu--
2:7 ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.
Catatan penciptaan laki-laki
"membentuk" (yatsar)
Dalam Kejadian 1 kata khas untuk tindakan Allah adalah bara, "menciptakan", termasuk dalam hal penciptaan manusia (ayat 26-27), tetapi dalam Kejadian 2 kata yang dipakai dalam kaitan dengan manusia pertama adalah "membentuk" (yatsar), yaitu kata yang digunakan dalam konteks seorang pembuat periuk yang membuat periuk dari tanah liat.[34]
"nafas hidup" (niš-maṯ khay-yîm)
Allah menghembuskan nafas-Nya, "nafas hidup" (niš-maṯ khay-yîm), ke dalam "tanah liat" (adamah) itu sehingga menjadi "makhluk yang hidup" (nefesh hayah). "Nefesh" adalah suatu kata yang berarti "kehidupan", "vitalitas", "kepribadian yang hidup". Manusia (adam) sama-sama menjadi nefesh dengan semua makhluk, tetapi teks ini mencatat bahwa pemberian kehidupan ini hanya dilakukan Allah untuk manusia.[35]
Penciptaan taman Eden
Kejadian 2:8–17
2:8 Selanjutnya TUHAN Allah membuat taman di Eden, di sebelah timur;
disitulah ditempatkan-Nya manusia yang dibentuk-Nya itu.
2:9 Lalu TUHAN Allah menumbuhkan berbagai-bagai pohon dari bumi,
yang menarik dan yang baik untuk dimakan buahnya;
dan pohon kehidupan di tengah-tengah taman itu,
serta pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.
2:10 Ada suatu sungai mengalir dari Eden untuk membasahi taman itu,
dan dari situ sungai itu terbagi menjadi empat cabang.
2:11 Yang pertama, namanya Pison,
yakni yang mengalir mengelilingi seluruh tanah Hawila, tempat emas ada.
2:12 Dan emas dari negeri itu baik; di sana ada damar bedolah dan batu krisopras.
2:13 Nama sungai yang kedua ialah Gihon,
yakni yang mengalir mengelilingi seluruh tanah Kush.
yakni yang mengalir di sebelah timur Asyur. Dan sungai yang keempat ialah Efrat.
2:15 TUHAN Allah mengambil manusia itu
dan menempatkannya dalam taman Eden
untuk mengusahakan dan memelihara taman itu.
2:16 Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia:
"Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas,
2:17 tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya,
sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati."
Catatan penciptaan taman Eden
"Eden", di mana Allah menempatkan Taman Eden, diturunkan dari akar kata yang berarti "kesuburan". Manusia pertama ditempatkan untuk bekerja di taman ajaib Allah yang subur.[36]
"Pohon kehidupan" merupakan motif yang juga ada pada mitos Mesopotamia. Dalam Epos Gilgames sang pahlawan diberi sebuah tumbuhan yang bernama "orang menjadi muda pada usia tua", tetapi seekor ular mencuri tumbuhan itu daripadanya.[37]
Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia."
2:19 Lalu TUHAN Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara.
Dibawa-Nyalah semuanya kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana ia menamainya;
dan seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap makhluk yang hidup,
demikianlah nanti nama makhluk itu.
2:20 Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan,
tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia.
2:21 Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak;
ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk daripadanya,
lalu menutup tempat itu dengan daging.
2:22 Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu,
dibangun-Nyalah seorang perempuan,
lalu dibawa-Nya kepada manusia itu.
2:23 Lalu berkatalah manusia itu:
"Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku.
Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki."
2:24 Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya
dan bersatu dengan isterinya,
sehingga keduanya menjadi satu daging.
2:25 Mereka keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu,
tetapi mereka tidak merasa malu.
Catatan penciptaan perempuan
Perempuan pertama itu dinamai ishah (= "perempuan, wanita") dengan penjelasan bahwa ia diambil dari ish (= "laki-laki"). Tradisi eksegetika yang bertahan lama menafsirkan bahwa penggunaan rusuk dari sisi seorang laki-laki menekankan bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai derajat yang sama, karena perempuan diciptakan dari bahan yang sama dengan laki-laki, dan diberi kehidupan dengan cara yang sama dengan laki-laki.[38] Sesungguhnya kata yang diterjemahkan sebagai "rusuk" dapat pula diterjemahkan sebagai "sisi", "kamar" atau "tiang penyangga".[39]
Di kemudian hari, setelah kisah taman Eden berakhir, perempuan itu mendapat nama "Hawa" (Hawwah), yang dalam bahasa Ibrani berarti "hidup", dari akar kata yang juga berarti "ular".[40]
Komposisi
Sumber
Tradisi menyatakan bahwa Kitab Kejadian disusun oleh Musa. Namun, ada sejumlah sarjana Alkitab yang menganggap bahwa kitab ini bersama dengan empat kitab selanjutnya (yang menjadi Taurat menurut orang Yahudi atau "Pentateukh" menurut para sarjana Alkitab), merupakan "karya gabungan, hasil dari banyak tangan dalam periode yang panjang"[41] Salah satu hipotesis adalah bahwa naskah utama Pentateukh pada mulanya disusun pada akhir abad ke-7 atau abad ke-6 SM (oleh sumber Yahwis/Jahwist), dan ini kemudian dikembangkan dengan tambahan berbagai kisah dan hukum (sumber Imam/Priestly) menjadi bentuk sekarang.[42] Ada yang melihat bahwa sumber ini muncul dalam urutan yang terbalik untuk pasal 1 dan 2: Kejadian 1:1–2:3 adalah dari sumber Priestly sedangkan Kejadian 2:4–25 adalah dari sumber Yahwist.
Ada pula yang melihat bahwa bagian pertama dan kedua tersebut sebenarnya berasal dari dua lempengan prasasti berbeda, berdasarkan pemisahan oleh kalimat/frasa yang mengandung kata "Toledot", yang kemudian digabungkan oleh Musa, di mana bagian kedua merupakan catatan pribadi manusia pertama Adam yang berlanjut sampai ke Kejadian 5:1.[43][44]
Struktur
Kisah penciptaan yang terdiri dari dua bagian itu termuat dalam dua pasal pertama Kitab Kejadian.[45] (Tidak ada pembagian pasal maupun ayat pada naskah bahasa Ibrani asli, lihat "Pasal dan ayat dalam Alkitab".) Bagian pertama (1:1 sampai 2:4a) menggunakan struktur berulang dari "kerja" (fiat) ilahi dan penggenapannya, kemudian pernyataan "Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari ke-[x]" untuk enam hari penciptaan.
Pada tiga hari yang pertama setiap harinya ada tindakan pemisahan:
hari pertama: pemisahan gelap dan terang
hari kedua: pemisahan "air yang di atas" dan "air yang di bawah"
hari ketiga: pemisahan laut dan daratan.
Pada tiga hari berikutnya pemisahan ini diisi:
hari keempat: mengisi kegelapan dan terang dengan matahari, bulan dan bintang-bintang.
hari kelima: mengisi laut dan udara dengan ikan-ikan dan burung-burung.
hari keenam: mengisi daratan dengan binatang darat dan manusia.[46]
Kedua kisah penciptaan ini bersifat komplementer atau saling melengkapi bukan tumpang tindih, di mana bagian pertama lebih berpusat pada rencana penciptaan semesta, sedangkan yang kedua berpusat pada manusia sebagai pemelihara lingkungan dan agen moral.[45] Ada paralel yang signifikan di antara kedua kisah itu, tetapi juga ada perbedaan signifikan. Bagian pertama mengikuti skema tujuh hari, sedangkan bagian kedua bersifat cerita yang mengalir dari pembentukan manusia, taman Eden, dan penciptaan perempuan pertama serta institusi pernikahan.
Perbandingan mitologi (comparative mythology memberikan perspektif sejarah dan lintas budaya bagi mitologi Yahudi. Ada anggapan bahwa sumber-sumber di balik kisah Penciptaan menurut Kitab Kejadian meminjam tema-tema dari mitologi Mesopotamia, tetapi diadaptasi ke dalam kepercayaan satu Allah,[47] membentuk suatu kisah penciptaan monoteistik, berlawanan dengan mitos-mitos penciptaan politeistik pada budaya-budaya di sekitar Israel kuno.[48]
Makna yang dapat diturunkan dari kisah penciptaan menurut Kitab Kejadian ini tergantung dari pengertian pembaca mengenai genre, atau penggolongan "jenis" kesusastraan: "ada perbedaan besar apakah pasal-pasal pertama Kitab Kejadian dibaca sebagai kosmologi ilmiah, mitos penciptaan, atau catatan sejarah".[50] Jika genre teks ini disalahartikan, maka akan terjadi kesalahpahaman mengenai tujuan pengarang dan budaya penulisan.[51]
^Damien F. Mackey. The First Book of Moses and the 'toledot' of Genesis
^Wiseman, P.J. Clues to Creation in Genesis (Marshalls paperbacks) D. J. Wiseman (Editor). HarperCollins Distribution Services. 1977. ISBN 978-0-551-05567-4
Hamilton, Victor P (1990). The Book of Genesis: Chapters 1-17. New International Commentary on the Old Testament (NICOT). Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing Company. hlm. 540. ISBN0-8028-2521-4.
Hastings, James (2003). Encyclopedia of Religion and Ethics, Part 10. Kessinger Publishing. ISBN978-0-7661-3682-3.
Hutton, Jeremy (2007). Isaiah 51:9-11 and the Rhetorical Appropriation and Subversion of Hostile Theologies. Journal of Biblical Literature. 126. Society of Biblical Literature. JSTOR27638435.
King, Leonard (2010). Enuma Elish: The Seven Tablets of Creation; The Babylonian and Assyrian Legends Concerning the Creation of the World and of Mankind. Cosimo Inc.
Kooij, Arie van der (2010). "The story of Paradise in the light of Mesopotamian culture and literature". Dalam Dell, Katherine J; Davies, Graham; Koh, Yee Von. Genesis, Isaiah, and Psalms. Brill. ISBN9004182314.
Levenson, Jon D. (2004). "Genesis: introduction and annotations". Dalam Berlin, Adele; Brettler, Marc Zvi. The Jewish study Bible. Oxford University Press. ISBN9780195297515.
McMullin, Ernin (2010). "Creation ex nihilo: early history". Dalam David B. Burrell, Carlo Cogliati, Janet M. Soskice. Creation and the God of Abraham. Cambridge: Cambridge University Press. ISBN9781139490788.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: editors list (link)
Soskice, Janet M. (2010). "Creatio ex nihilo: its Jewish and Christian foundations". Dalam Burrell, David B.; Cogliati, Carlo; Soskice, Janet M.; Stoeger, William R. Creation and the God of Abraham. Cambridge University Press. ISBN9781139490788.
Thompson, J. A. (1980). Jeremiah. New International Commentary on the Old Testament (edisi ke-2nd). Wm. B. Eerdmans Publishing Company. hlm. 831. ISBN0-8028-2530-3.
Wylen, Stephen M. (2005). "Chapter 6 Midrash". The seventy faces of Torah: the Jewish way of reading the Sacred Scriptures. Paulist Press. hlm. 256. ISBN0-8091-4179-5.
Chapter 1Chapter 2 (Hebrew-English text, translated according to the JPS 1917 Edition)
Chapter 1Chapter 2Chapter 3 (Hebrew-English text, with Rashi's commentary. The translation is the authoritative Judaica Press version, edited by Rabbi A.J. Rosenberg.)