Jenis yang diciptakan

Di dalam kreasionisme (pandangan keagamaan didasari penafsiran literal Kitab Kejadian dan teks-teks alkitabiah lainnya), jenis-jenis yang diciptakan dianggap sebagai bentuk kehidupan yang asli sebagaimana awalnya diciptakan oleh Tuhan . Hal ini disebut dalam literatur kreasionis sebagai jenis, jenis asli, jenis Kejadian, dan baramin (baramin adalah neologisme yang diciptakan dengan menggabungkan dua kata dalam bahasa Ibrani bara (בָּרָא bará, "diciptakan") dan min (min, "jenis"). [note 1]

Paham ini pertama kali disebutkan oleh para kreasionis Bumi Muda dan penganut tafsir literal alkitab untuk mendukung apa yang mereka percayai akan adanya kebenaran literal dari narasi penciptaan menurut Kitab Kejadian dan narasi air bah Nuh. Menurut mereka, nenek moyang dari semua makhluk darat di Bumi ini ditempatkan di Bahtera Nuh. Kaum kreasionis Bumi tua yang juga menggunakan konsep tersebut, menolak fakta adanya leluhur bersama universal namun tidak menerima interpretasi literal dari banjir global atau penciptaan yang terjadi selama enam hari dalam sepuluh ribu tahun terakhir. Kedua kelompok ini mempercayai adanya beberapa perubahan mikroevolusioner pada tingkat yang lebih rendah yang terjadi dalam jenis yang diciptakan menurut Alkitab.

Kreasionis meyakini bahwa tidak semua makhluk di Bumi selalu terkait secara genealogis. Mereka juga meyakini bahwa makhluk hidup telah diciptakan oleh Tuhan dalam jumlah yang terbatas dalam bentuk yang berlainan dengan batas genetik tertentu untuk mencegah adanya kawin silang. Sudut pandang ini menyebutkan bahwa jenis atau baramin yang diciptakan secara genealogis terpisah dan tidak dapat melakukan kawin silang dan tidak punya hubungan evolusioner (misalnya, evolusi makro tingkat tinggi) satu sama lain.[2]

Definisi

Konsep "jenis" ini sendiri berasal dari penafsiran literal dari kitab Kejadian 1:12-24:

Tanah itu menumbuhkan tunas-tunas muda, segala jenis tumbuh-tumbuhan yang berbiji dan segala jenis pohon-pohonan yang menghasilkan buah yang berbiji ...

Maka Allah menciptakan binatang-binatang laut yang besar dan segala jenis makhluk hidup yang bergerak, yang berkeriapan dalam air, dan segala jenis burung yang bersayap ...

Allah menjadikan segala jenis binatang liar dan segala jenis ternak dan segala jenis binatang melata di muka bumi ...

Ada beberapa pendapat ahli mengenai makna sebenarnya dari "jenis" yang tertulis dalam Alkitab. Kreasionis Brian Nelson berpendapat, "Meskipun mungkin saja Alkitab mengizinkan varietas baru muncul sejak hari-hari pertama penciptaan, Alkitab menyangkal bahwa spesies baru dapat muncul." Namun, Russell Mixter, penganut kreasionisme lainnya, menolak pendapat tersebut dan berkata bahwa "Seorangpun tidak boleh bersikeras bahwa "jenis" berarti spesies. Kata "jenis" seperti yang digunakan dalam Alkitab dapat berlaku untuk hewan apa pun yang dapat dibedakan dengan cara apa pun dari hewan lain, atau dapat diterapkan pada sekelompok besar spesies yang dapat dibedakan dari kelompok spesies lain ... ada banyak ruang untuk perbedaan pendapat tentang apa itu "jenis" yang telah disebut dalam kitab Kejadian." [3]

Frank Lewis Marsh dalam bukunya Fundamental Biology (1941) menciptakan istilah baru "baramin". Ia kemudian memperluas konsep baramin ini dalam bukunya yang berjudul Evolution, Creation, and Science (c. 1944). Di buku tersebut ia menyatakan bahwa kemampuan untuk berhibridisasi dan menciptakan keturunan yang layak adalah syarat untuk menjadi anggota baramin. Hanya saja kemudian ia mengatakan bahwa syarat tersebut tidak terlalu penting, mengingat adanya bukti terpotongnya hibridisasi melalui peristiwa spesiasi lalat buah Drosophila.

Marsh juga mencetuskan "sistematika diskontinuitas", ide yang dicetuskannya menjelaskan adanya suatu batasan antar makhluk yang tidak dapat dilintasi. Bila ada usaha untuk melintasi batasan tersebut, maka konsekuensinya adalah adanya diskontinuitas dalam sejarah kehidupan dan membatasi nenek moyang yang sama.[4]

Baraminologi

Pada 1990, Kurt Wise memperkenalkan ilmu baru yang disebut baraminologi. Ilmu ini sebagai adaptasi dari ide-ide Marsh dan Walter ReMine yang lebih cocok dengan kreasionisme Bumi muda. Wise menyarankan penggunaan Alkitab dalam mencari sumber data yang sistematis. Baraminologi dan konsep terkaitnya telah dikritik oleh para ilmuwan dan kreasionis karena tidak memiliki struktur yang formal. Pada tahun 2003 Wise dan kreasionis lainnya kemudian mengusulkan konsep baramin yang lebih disempurnakan dengan harapan dapat mengembangkan model biologi kreasionis yang lebih luas.[5] Alan Gishlick, yang meneliti karya baraminologis pada tahun 2006, menemukan bahwa teori ini sangat teliti dan konsisten secara internal, tetapi telah menyimpulkan bahwa metode tersebut tidak berhasil.[4]

Walter ReMine membuat empat klasifikasi dari baramin ini, yakni: holobaramin, monobaramin, apobaramin, dan polibaramin.

Holobaramin berarti semua hal dari satu jenis yang sama. Ini adalah semua kelompok organisme yang berasal dari nenek moyang yang sama. Kelompok ini sesuai dengan holofil Mayr (1963) atau monofili Hennig (1950).

Monobaramin berarti beberapa hal dari jenis yang sama. Kelompok ini bisa menjadi kumpulan organisme yang berisi satu holobaramine utuh atau sebagian darinya. Apobaramin berarti kelompok dari beberapa jenis holobaramin. Kelompok holobaramin mungkin memiliki morfologi, ekologi, dan fungsi yang serupa, tetapi, menurut definisi, bukan keturunan yang sama. Polibaramin berarti pengelompokan dua atau lebih individu yang merupakan bagian dari setidaknya dua holobaramin. Ini mungkin kombinasi dari holobaramin, monobaramin, apobaramin, dan individu yang menurut definisi tidak memiliki nenek moyang yang sama.[6] Kelompok-kelompok ini sesuai dengan konsep holofili, monofili, parafili, dan polifili yang telah digunakan sebelumnya dalam kladistika.[4]

Metode

Baraminologi menggunakan banyak metode yang sama yang digunakan dalam sistematika evolusioner, termasuk kladistika and Analisis Pola (ANOPA). Namun, alih-alih melakukan identifikasi kontinuitas antar kelompok organisme berdasarkan kesamaannya, baraminologi menggunakan metode ini untuk mencari celah morfologi dan genetik antar kelompok. Ahli baraminologi juga telah mengembangkan sebuah perangkat lunak sistematis mereka sendiri, yang dikenal sebagai BDIST, untuk mengukur jarak umur antar kelompok.[4]

Kritik

Kreasionis Bumi muda tidak secara umum dapat menerima metode baraminologi ini. Kreasionis lain telah mengkritik metode ini karena ditemukan adanya masalah yang sama dengan kladistika dalam biologi evolusioner.[7] Metode ini juga ditentang karena terkadang menghasilkan kesimpulan yang bertentangan dengan Alkitab.

Baraminologi juga dikritik karena kurangnya penelitian yang ketat dan dapat dipercaya. Pada satu kesempatan ditemukan adanya eksklusi sampel setelah penelitian dinyatakan selesai. Hal ini diduga dilakukan untuk membuat hasil penelitian ini lebih sesuai dengan temuan yang diinginkan.[8] Dengan menyangkal keturunan umum yang sama, ia cenderung menghasilkan hasil yang tidak konsisten, yang akibatnya juga bertentangan dengan bukti yang ditemukan oleh ilmu biologi.[2] Jenis yang diciptakan telah dibandingkan dengan usaha lain dalam "penelitian alternatif" untuk menghasilkan "bukti" pseudosains artifisial yang mendukung kesimpulan yang sudah terbentuk sebelumnya. Upaya ini mirip dengan advokasi yang pernah dilakukan oleh industri tembakau.[9] Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional Amerika Serikat dan banyak organisasi ilmiah dan pendidikan lainnya mengkategorikan ilmu penciptaan sebagai ilmu semu.[10][11][12]

Baraminologi melakukan berbagai teknik yang sebelumnya telah digunakan untuk mendemonstrasikan teori evolusi, hal ini membuat konklusi dari barminologi itu sendiri menjadi pertanyaan.[13][14][15]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ The Hebrew words were combined in a grammatically incorrect way by Frank Lewis Marsh: the verb form bará actually means "he [e.g. God] created", and the correct Hebrew for "[a] created kind" would be min baru.[1]
  1. ^ Donald Prothero. Evolution: What the Fossils Say and Why It Matters – via Google Books. 
  2. ^ a b Young, Matt; Edis, Taner, ed. (2004). "Common Descent—It's all or nothing". Why Intelligent Design Fails—A Scientific Critique of New Creationism. Rutgers University Press. hlm. 32–47, 34. ISBN 9780813534336. 
  3. ^ Payne, J. Barton (1958). "The Concept of "Kinds" In Scripture". Journal of the American Science Affiliation. American Scientific Affiliation. 10 (December 1958): 17–20. Diakses tanggal 2007-11-26. 
  4. ^ a b c d Gishlick, Alan (2006). "Baraminology". Reports of the National Center for Science Education. National Center for Science Education. 26 (4): 17–21. 
  5. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Wood 2003
  6. ^ Frair, Wayne (2000). "Baraminology – Classification of Created Organisms". Creation Research Society Quarterly Journal. 37 (2): 82–91. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2003-06-18. 
  7. ^ Menton; Habermahl; DeWitt (2010). "Baraminological Analysis Places Homo habilis, Homo rudolfensis, and Australopithecus sediba in the Human Holobaramin: Discussion" (PDF). Answers Research Journal. 3: 153–158. 
  8. ^ "A Review of Friar, W. (2000): Baraminology – Classification of Created Organism". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-04-22. 
  9. ^ Pigliucci, Massimo; Boudry, Maarten, ed. (2013). Philosophy of Pseudoscience—Reconsidering the Demarcation Problem. The University of Chicago Press. hlm. 348. ISBN 9780226051826. 
  10. ^ The National Academies (1999). Science and Creationism: A View from the National Academy of Sciences, Second Edition. National Academy Press. doi:10.17226/6024. ISBN 978-0-309-06406-4. PMID 25101403. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 December 2008. Diakses tanggal December 7, 2008. creation science is in fact not science and should not be presented as such in science classes. 
  11. ^ "Statements from Scientific and Scholarly Organizations". National Center for Science Education. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-03-28. Diakses tanggal April 1, 2008. 
  12. ^ Williams, J. D. (2007). "Creationist Teaching in School Science: A UK Perspective". Evolution: Education and Outreach. 1 (1): 87–88. doi:10.1007/s12052-007-0006-7. 
  13. ^ Phil Senter (2010). "Using creation science to demonstrate evolution: application of a creationist method for visualizing gaps in the fossil record to a phylogenetic study of coelurosaurian dinosaurs". Journal of Evolutionary Biology. European Society for Evolutionary Biology. 23 (8): 1732–1743. doi:10.1111/j.1420-9101.2010.02039.x. PMID 20561133. 
  14. ^ Phil Senter (2010). "Using creation science to demonstrate evolution 2: morphological continuity within Dinosauria". Journal of Evolutionary Biology. European Society for Evolutionary Biology. 24 (10): 2197–2216. doi:10.1111/j.1420-9101.2011.02349.x. PMID 21726330. 
  15. ^ Todd Charles Wood (2010). "Using creation science to demonstrate evolution? Senter's strategy revisited". Journal of Evolutionary Biology. European Society for Evolutionary Biology. 24 (4): 914–918. doi:10.1111/j.1420-9101.2010.02208.x. PMID 21401768. 

Pranala luar