Lembaga Hak Asasi Manusia Nasional adalah badan atau organisasi yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia untuk menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan Hak Asasi Manusia (HAM) bagi warga negara Indonesia. Salah satu tujuan dibentuknya lembaga HAM di Indonesia adalah untuk meningkatkan perlindungan dan penegakan HAM guna terwujudnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya sehingga mampu berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
Lahirnya lembaga-lembaga HAM di Indonesia tentu tidak dapat dipisahkan dari amanat konstitusi pasca amandemen.[1] Konstitusi secara serius memberikan perlindungan terhadap pengaturan dan menentukan fungsi-fungsi lembaga negara,[2] sehingga meminimalisir terjadinya pelanggaran atas HAM dalam berbangsa dan bernegara.
Pembentukan Komnas HAM di Indonesia merupakan implementasi sila ke-2 (dua) Pancasila "Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab".[5] Selain itu pula sebagai wujud untuk mencapai tujuan dari Konstitusi negara Indonesia yaitu melindungi HAM warga negara.[6] Impleentasi konstitusi dengan menghormati HAM yang dimiliki orang lain dan menghormati hak untuk memperoleh perlindungan hukum.[7] Implementasi atas kewenangan yang dimiliki oleh Komnas HAM salah satunya adalah melakukan pengkajian dan penelitian berbagai peraturan perundangundangan.[8] Melalui kewenangan tersebut Komnas HAM dapat memberikan rekomendasi terkait pembentukan, perubahan, dan pencabutan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan HAM. Kewenangan lain yang dimiliki Komnas HAM yaitu menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
Secara yuridis awal pembentukan Komnas HAM berlandaskan pada Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.[3] Kemudian pada tahun 1999 landasan hukum Komnas HAM secara hirarki diperkuat menjadi Undang-undang, yakni Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Hak Asasi Manusia. Pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Komnas HAM berlandaskan pada hukum positif. Sehingga guna mencapai tujuan dari Komnas HAM selalu berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan HAM. Adapun peraturan perundang-undangan yang dijadikan tuntunan atau pedoman dari Komnas HAM dalam menjalankan tugas dan wewenang yang dimiliki diantaranya:
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;
Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM;
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis;
Keputusan Presiden Negara Republik Indonesia Nomor 50 tahun 1993 tentang Komnas HAM;
Peraturan Presiden Negara Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 tentang Komisi Nasional Anti kekerasan terhadap Perempuan.
Selain mengunakan hukum positif Indonesia dasar hukum yang dipergunakan oleh Komnas HAM juga berpedoman pada hukum internasional, istilah yang dipergunakan Komnas HAM pada hukum internasional yaitu instrumen Internasional. Beberapa instrumen internasional yang dipergunakan diantaranya:
Fungsi dari Komnas HAM merupakan upaya pemerintah guna meningkatkan pelaksanaan HAM di Indonesia berdasarkan asas Pancasila. Sedangkan Tujuan Komnas HAM yaitu mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Serta meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
Tujuan dari Komnas HAM sendiri merupakan amanat dari Pasal 75 Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia, serta pada Pasal 4 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Guna mencapai tujuan dari Komnas HAM, maka Komnas HAM memiliki kewenangan atau melakukan beberapa kegiatan diantaranya:
menyebarluaskan wawasan nasional dan internasional terkait HAM baik kepada masyarakat Indonesia maupun kepada masyarakat Internasional
mengkaji berbagai instrumen PBB tentang HAM
memantau dan menyelidiki pelaksanaan hak asasi manusia serta memberikan pendapat, pertimbangan dan saran kepada Pemerintah terkait pelaksanaan HAM
.mengadakan kerjasama baik secara regional atau internasional dalam rangka mengajukan dan melindungi HAM.
Hadirnya Komnas HAM sangat diperlukan dalam masyarakat guna melindungi hak-hak konstitusional warga negara, sepanjang catatan Komnas HAM pada tahun 2020 periode Januari hingga Agustus terdapat 1.792 aduan yang diterima Komnas HAM terkait dugaan pelanggaran HAM. Rincian jumlah aduan kepada Komnas HAM dapat dilihat pada tabel berikut:
Data Penerimaan Aduan Terkait Pelanggaran HAM yang di terima Komnas HAM RI[9]
Lembaga Perlindungan Anak atau yang disingkat dengan LPA merupakan lembaga non Pemerintah yang merupakan mitra dari Pemerintah dalam melaksanakan kegiatan perlindungan anak. Sifat dari LPA adalah Independen.
Permasalahan anak di Indonesia semakin kompleksnya serta jumlahnya semakin bertambah, Sehingga keberadaan LPA menjadi strategis dan harus didukung oleh semua pihak. Sehingga setiap LPA dituntut untuk dapat meningkatkan koordinasi dan bekerja sama dalam penanganan kasus anak yang memperlukan perlindungan khusus. Keberadaan LPA di daerah sebagai lembaga independen yang mengutamakan kepentingan anak selalu berupaya untuk melakukan usaha memberikan perlindungan anak, dan advokasi terhadap hak anak. Peran Pemerintah melalui Kementerian Sosial dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak memberikan dukungan dan perhatian guna peningkatan kapasitas LPA, upaya yang dilakukan dengan melaksanakan Capacity Building Petugas/Pekerja Sosial LPA yang berada di daerah.
Pembentukan LPA sendiri sebagai salah satu upaya pemerintah yang bersinergi dengan masyarakat dalam melaksanakan tugas dan peran untuk pemenuhan hak-hak anak dalam rangka perlindungan anak. Tugas melindungi anak Indonesia bukan hanya menjadi tugas pemerintah, akan tetapi masyarakat juga memiliki kewajiban yang sama.[10] Sehingga diperlukannya sinergisitas pemerintah dengan masyarakat yang bergerak pada persoalan anak dan melindungi anak Indonesia, termasuk pula lembaga swadaya masyarakat.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau yang disingkat dengan KPAI merupakan organisisi yang dibentuk oleh negara yang bersifat independen serta dengan tujuan untuk meningkatkan efektivitas pengawasan penyelenggaraan pemenuhan Hak Anak.
Pembentukan KPAI merupakan amanat atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-undang perlindungan anak sendiri telah dilakukan perubahan dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014. Ketentuan dalam Pasal 74 ayat (1) menyatakan "Dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan penyelenggaraan pemenuhan Hak Anak, dengan Undang-Undang ini dibentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang bersifat independen". Secara kelembagaan KPAI merupakan lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2016 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia.
Pembentukan KPAI dengan tujuan untuk meningkatkan efektivitas pengawasan penyelenggaraan pemenuhan hak anak, lembaga ini memiliki tugas diantaranya melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan hak anak, memberikan masukan terkait perumusan kebijakan yang disusun tentang penyelenggaraan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi terkait perlindungan anak, menerima dan melakukan penelaahan atas pengaduan Masyarakat, melakukan mediasi atas sengketa pelanggaran hak anak, melakukan kerja sama dengan lembaga yang dibentuk masyarakat di bidang perlindungan anak, dan memberikan laporan kepada pihak berwajib tentang adanya dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang.[11]
Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA)
Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) merupakan organisasi yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 81/HUK/1997 tentang Pembentukan Lembaga Perlindungan Anak. Komnas PA dibentuk pada tanggal 26 Oktober 1998 di Jakarta yang memiliki tugas untuk upaya perlindungan terhadap anak sebagai sebuah gerakan bersama, demi terjaminnya kualitas perlindungan dan kesejahteraan anak maka keluarga dan masyarakat dijadikan basis utama.
Wujud perlindungan anak dari segala kekerasan, penelantaran, perlakuan salah, diskriminasi dan eksploitasi sehingga dibentuklah Komnas PA yang bersifat Independen dan memegang teguh prinsip non-diskriminasi, memberikan kepentingan terbaik bagi anak, perkembangan anak serta menghormati pandangan anak, serta melindungi kelangsungan hidup anak. Pembentukan Komnas PA merupakan wujud sebagai upaya pencegah kemungkinan pelanggaran hak anak yang dilakukan oleh Negara, Perseorangan, atau Badan usaha.
Visi dari Komnas PA adalah untuk terwujudnya kondisi perlindungan anak yang optimum dalam mewujudkan anak yang handalDiarsipkan 2021-07-18 di Wayback Machine., berkualitas dan berwawasan menuju masyarakat yang sejahtera dan mandiri.[12]
Beralih Bentuk menjadi Komnas Perlindungan Anak Indonesia (LPAI)
Komnas PA sejak tahun 2016 telah beralih bentuk menjadi Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI). Secara kelembagaan LPAI memiliki dasar hukum pada Keputusan Menteri Hukum dan HAM dengan nomor AHU-0058972.AH.01.07.Tahun 2016.[13] LPAI hingga saat ini bukanlah badan yang ada di bawah negara. LPAI statusnya masih sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).[14]
LPAI sendiri yaiti organisasi pegiat perlindungan anak yang kelembagaannya terdaftar pada Kementerian Hukum dan HAM serta kepengurusannya diresmikan dengan Surat Keputusan Kementerian Sosial. Sebagai lembaga independen yang aktif menjalankan kegiatan pemenuhan hak dan kepentingan terbaik untuk anak sejak tahun 1997, LPAI secara konsisten aktif memperjuangkan dan memajukan hak-hak anak di Indonesia.
Pelaksanaan roda organisasi LPAI memiliki visi yaitu "terwujudnya tatanan kehidupan dan penghidupan masyarakat yang mampu melindungi dan memenuhi hak-hak anak".[13] Sedangkan misi yang dimiliki oleh LPAI adalah "Meningkatkan kesadaran semua pihak terhadap hak-hak anak dan pelaksanaannya".[13]
Secara kepengurusan LPAI berada dibawah naungan dari Kementerian Sosial. Hal ini dapat dilihat pada pengukuhan pengurus LPAI periode 2016-2021. Keputusan tersebut berdasarkan pada Keputusan Mentri Sosial Republik Indonesia Nomor 274 Tahun 2016.
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan)
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan adalah lembaga negara yang dibentuk melalui Keputusan Presiden Nomor 181 Tahun 1998 yang saat ini telah dirubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.
Komnas Perempuan merupakan salah satu lembaga HAM Nasional di Indonesia, Komnas perempuan dianggap sesuai dengan kriteria-kriteria umum yang dikembangkan dalam The Paris Principles.[15] Peran aktif aktif Komnas Perempuan merupakan upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan, baik di tingkat lokal, nasional, kawasan, maupun internasional.
Lahirnya Komnas perempuan merupakan tutuntan dari masyarakat sipil khususnya kaum perempuan kepada pemerintah.[15] Tuntutan tersebut dilatar belakangi adanya tragedi kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan etnis Tionghoa yang terjadi pada kerusuhan Mei 1998 di berbagai kota besar di Indonesia. Hadirnya Komnas perempuan merupakan mewujudkan tanggung jawab negara dalam menanggapi dan menangani persoalan kekerasan terhadap perempuan.
Tujuan dari pembentukan Komnas Perempuan sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 2 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 yaitu (a). mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan penegakan hak-hak asasi manusia perempuan di Indonesia. (b). meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia perempuan.[15][16]
Beberapa peran penting yang dimiliki oleh Komnas perempuan diantaranya melakukan pemantau dan pelapor tentang pelanggaran HAM berbasis gender dan kondisi pemenuhan hak perempuan korban, Sebagai pusat pengetahuan tentang hak asasi perempuan, sebagai pemicu perubahan serta perumusan kebijakan, sebagai negosiator dan mediator antara pemerintah dengan korban asasi perempuan, serta sebagai fasilitator pengembangan dan penguatan jaringan di tingkat lokal, nasional, regional dan internasional untuk kepentingan pencegahan, peningkatan kapasitas penanganan dan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.[15]
Sedangkan misi dari Komnas perempuan terdapat 5 (lima) poin untuk mewujudkan visi Komnas perempuan. Misi tersebut yaitu:
Mendorong lahirnya kerangka kebijakan negara dan daya dukung organisasi masyarakat sipil dalam mengembangkan model sistem pemulihan yang komprehensif & inklusif bagi perempuan korban kekerasan;
Membangun standard setting pencegahan kekerasan terhadap perempuan yang akan digunakan oleh masyarakat, negara, dan korporasi;
Memperkuat infrastruktur gerakan lintas batas untuk peningkatan kapasitas sumber daya gerakan dan penyikapan bersama, untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan;
Meningkatkan dukungan negara dan masyarakat terhadap penguatan kepemimpinan perempuan di segala bidang, termasuk perlindungan bagi Perempuan Pembela HAM;
Memperkuat daya tanggap, daya pengaruh dan tata kelola Komnas Perempuan, sebagai bentuk akuntabilitas mekanisme HAM khususnya penghapusan kekerasan terhadap perempuan, dalam upaya mendorong perlindungan dan pemajuan HAM perempuan.[15]
Lebih lanjut korelasi dan maksud dari 7 (tujuh) prinsip tersebut yaitu:
Kemanusiaan – Setiap orang wajib dihargai sebagai manusia utuh yang memiliki harkat dan martabat yang sama.
Kesetaraan dan keadilan jender – Kaum laki-laki dan perempuan pada hakekatnya adalah setara dan segala tatanan sosial, termasuk sistem dan budaya organisasi, yang sedang diupayakan terbangun seharusnyalah menjamin tidak terjadi diskriminasi dan penindasan berdasarkan asumsi tentang ketimpangan peranantara laki-laki dan perempuan.
Keberagaman – Perbedaan atas dasar suku, ras, agama, kepercayaan dan budaya merupakan suatu hal yang perlu dihormati, bahkan dibanggakan. Keberagaman merupakan kekuatan dari suatu komunitas atau organisasi jika dikelola dengan baik.
Solidaritas – Kebersamaan antara pihak-pihak yang memiliki visi dan misi yang sama baik sebagai korban ataupun aktivis, antara tingkat lokal, nasional dan internasional, serta antara organisasi dari latar belakang yang berbeda-beda, merupakan sesuatu yang perlu senantiasa diciptakan, dipelihara dan dikembangkan karena tak ada satu pun pihak dapat berhasil mencapai tujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur secara sendiri-sendiri.
Kemandirian – Kemandirian akan terwujud apabila kebebasan dan kondisi yang kondusif bagi lembaga untuk bertindak sesuai dengan kebutuhan. Kepentingan penegakan HAM bagi kaum perempuan tanpa tekanan dan kewajiban yang dapat menjauhkan lembaga dari visi dan misinya.
Akuntabilitas – Transparansi dan pertanggung jawaban kepada negara dan masyarakat merupakan kewajiban dari setiap institusipublik yang perlu dijalankan melalui regulasi dan sistem yang jelas.
Anti kekerasan dan anti diskriminasi – Pelaksanaan berorganisasi, bernegosiasi dan bekerja, tidak akan terjadi tindakan-tindakan yang mengandung unsur kekerasan ataupun diskriminasi terhadap pihak manapun.
Berdasarkan catatan kekerasan terhadap perempuan jumlah kasus yang terjadi di Indonesia mengalami fluktuasi akan tetai cenderung meningkat dalam kurun waktu 10 tahun. jumlah terendah terjadi pada tahun 2011 dengan jumlah 119.107, sedangkan jumlah tertinggi pada tahun 2019 dengan jumlah 431.471. secara keseluruhan jumlah kekerasan terhadap perempuan dalam kurun waktu 10 tahun dapat dilihat pada tabel berikut:
Jumlah Kekerasan Terhadap Perempuan di Indonesia[17]
Keseluruhan catatan kasus yang terjadi di Indonesia dimana terdapat kasus yang mendapatkan layanan secara komprehensif dari Komnas perempuan. Berikut jenis layaynan yang diberikan serta data statistik jumlah kasus dan presentasekorban kekerasan terhadap perempuan di Indonesia yang mendapatkan layanan secara komprehensif.
Jumlah kasus dan Persentase korban kekerasan terhadap perempuan yang mendapat layanan komprehensif[18]
Jenis Pelayanan yang Diberikan
Jumlah
Persentase
2017
2018
2019
2017
2018
2019
Pengaduan
3 443
6 652
5 444
27,43
41,03
39,39
Kesehatan
1 823
3 163
3 232
14,53
19,51
23,38
Bantuan Hukum
884
2 265
2 234
7,04
13,97
16,16
Penegakan Hukum
1 154
1 177
773
9,2
7,26
5,59
Rehabilitasi Sosial
792
1 330
1 646
6,31
8,2
11,91
Reintegrasi Sosial
178
334
254
1,42
2,06
1,84
Pemulangan
98
133
117
0,78
0,82
0,85
Pendampingan Tokoh Agama
95
177
121
0,76
1,09
0,88
Lembaga-Lembaga Negara yang Memiliki Tugas dan Fungsi Memberikan Perlindungan HAM
Lembaga negara yang memiliki kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan salah satunya adalah Mahkamah Konstitusi (MK). Kedudukan dari MK sendiri sebagai salah satu lembaga negara pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.[19] Salah satu kewenangan yang dimiliki MK adalah melakukan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Istilah pengujian undang-undang tersebut lebih dikenal dengan constitutional review.[20] Undang-Undang yang akan diuji dianggap telah merugikan hak konstitusional pemonohon constitutional review.[21] Kewenangan lain yang dimiliki oleh MK adalah Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Secara makna dari Mahkamah Konstitusi adalah lembaga negara yang berwenang untuk melakkan hak pengujian undamg-undang terhadap Undang-Undang Dasar serta forum peradilan yang khusus untuk memutuskan pendapat lembaga DPR bahwa Presiden/Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat atau telah melanggar hal-hal lain tertentu yang disebutkan dalam Undang-Undang Dasar sehingga dapat diberhentikan.[22]
Sedangkan secara fungsi dari MK sendiri yaitu sebagai pengawal demokrasi, fungsi lain yaitu sebagai penafsir akhir konstitusi, serta fungsi pelindung idiologi negara, dan fungsi sebagai lembaga pengawal konstitusi negara. Fungsi MK yang dalam kaitanya perlindungan HAM yaitu yaitu sebagai pelindung hak konstitusional warga negara, artinya MK memiliki fungsi sebagai penjamin terpenuhinya hak konstitusional warga negara.[23] Kaitanya dengan perlindungan HAM tentunya MK memiliki peran yang sangat setrategis dalam melakukan perlindungan HAM, mengingat secara yuridis hak-hak warga negara diatur dalam undang-undang.
Ombudsman merupakan lebaga negara yang memiliki kewenangan mengawasi Penyelenggaraan Pelayanan Publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara Negara dan pemerintahan, termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Miliki Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum milik Negara serta Badan Swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja Negara dan/atau anggran pendapatan dan belanja daerah.[24] Sifat dari lembaga Ombudsman sendiri sebagai lembaga negara yang mandiri dan tidak memiliki hubungan organik dengan Lembaga Negara dan instansi pemerintahan lainnya. Asas yang digunakan oleh lembaga Ombudsman yaitu kepatutan, keadilan, non-diskriminasi, Tidak memihak, akuntabilitas, keseimbangan, keterbukaan, dan kerahasiaan.[24]
Tujuan dibentuknya lembaga Ombudsman untuk mewujudkan negara hukum demokratis, mendorong penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang bersih, meningkatkan mutu pelayanan negara kepada warga negara, membantu memberantas praktek maladministrasi dan meningkatkan budaya hukum nasional yang berintikan pada nilai keadilan. Dasar hukum yang digunakan lembaga Ombudsman adalah Undang-Undang Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, kemudian diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Lahirnya lembaga Ombudsmen merupakan tuntutan lahirnya reformasi di Indonesia. Cita-cita untuk melakukan perubahan kondisi sesuai dengan tuntutan masyarakat menuju terwujudnya kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih demokratis melalui penyelenggaraan negara yang baik (good governance) dan bersih (clean government) serta bebas dari Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN). Guna mewujudkan cita-cita reformasi maka diperlukanlah pemerintahan yang responsif dan bertanggungjawab, penegak hukum yang independen dan berintegritas, serta lembaga perwakilan dan lembaga pengawas yang kuat dalam menjalankan pengawasan dan membawa aspirasi masyarakat. Salah satu upaya yang signifikan guna mendukung terselenggaranya pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa sebagai langkah konkrit dalam mewujudkannya, pemerintah dalam hal ini Presiden, membentuk Komisi Ombudsman Nasional.
Komisi Yudisial Republik Indonesia merupakan lembaga negara Indonesia yang bersifat mandiri yang memiliki wewenang untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Pembentukan lembaga KY merupakan amanat dari Konstitusi Negara Indonesia yang terdapat dalam Pasal 24B.
Salah satu kewenangan Komisi Yudisial (KY) berdasarkan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial adalah "menjaga dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga prilaku hakim".[25] Wewenang lain yang dimiliki oleh lembaga KY diantaranya mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan, menetapkan Kode etik dan/atau pedoman perilaku hakim bersama dengan Mahkamah Agung, dan Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau pedoman perilaku hakim.
Tujuan dibentuknya lembaga Komisi Yudisial diantaranya untuk mendapatkan calon Hakim Agung, Hakim Ad Hoc di MA dan hakim di seluruh badan peradilan sesuai kebutuhan dan standar kelayakan. Mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim. Peningkatan kepatuhan hakim terhadap Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Terwujudnya kepercayaan publik terhadap hakim. Serta meningkatkan kapasitas kelembagaan Komisi Yudisial yang bersih dan bebas KKN.[26] Selain itu Komisi Yudisial berperan sebagai lembaga pengawas eksternal terhadap perilaku hakim berdasarkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Tujuan utama dari fungsi pengawasan eksternal terhadap hakim agar seluruh hakim dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagai pelaku kekuasaan kehakiman senantiasa didasarkan dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rasa keadilan masyarakat dan berpedoman pada Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim.[27]
Komisi Yudisial memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam menyampaikan laporan, meningkatkan efektifitas pemantauan persidangan, dan sosialisasi kelembagaan dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Maka KY dapat mengangkat penghubung di daerah sesuai dengan kebutuhan. Hingga saat ini terdapat 12 Penghbung KY yang tersebar di Indonesia diantaranya adalah Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku.[28]
Berdasarkan Pasal 17 ayat (3) yang menyatak bahwa "masyarakat berhak memberikan informasi atau pendapat terhadap calon Hakim Agung". Kemudian KY memiliki tugas untuk melakukan penelitian terhadap informasi dan pendapat yang disampaikan masyarakat. Terapat pula dalam Pasal Pasal 22 ayat (1) huruf a yang pada pokonya menyatakan bahwa KY bisa menerima laporan masyarakat tentang prilaku hakim.[29] Kedudukan KY dalam perlindungan HAM terletak pada penampung hak berpendapat masyarakat dalam konteks yudisial.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) merupakan lembaga negara yang bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan bantuan kepada saksi dan korban.[30] Ruang lingkup perlindungan yang diberikan oleh LPSK pada semua tahap proses peradilan pidana, agar saksi dan/atau korban merasa aman ketika memberikan keterangan.[30] Dasar hukum pembentukan LPSK berpijak pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, sebagaimana yang telah mengalami perubahan pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014. Sedangkan mekanisme pemberian perlindungan saksi dan korban lebih lanjut diatur pada Peraturan LPSK Nomor 6 Tahun 2010 tentang tata cara pemberian perlindungan saksi dan korban.[31]
Hak-hak sanksi dan korban yang harus dilindungi dan dijamin oleh LPSK diantaranya:[32]
Hak memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta jaminan kebebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikan
Hak ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan yang akan diberikan
Hak untuk memberikan keterangan tanpa tekanan dan paksaan
Hak untuk memperoleh penggantian biayatransportasi sesuai dengan kebutuhan dan rasional
Hak untuk mendapat penasehat hukum
Hak memperoleh bantuan biaya hidup.
Lembaga-Lembaga HAM Swasta di Indonesia
Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) merupakan lembaga swasta yang bersifat sosial dengan tujuan memberkan pelayanan hukum secara cuma-cuma kepada masyarakat yang sedang membutuhkan bantuan hukum, masyarakat yang di maksud adalah mereka yang tidak mampu serta buta hukum dan tertindas.[33]
Tujuan utama dari LBH adalah Memberikan pendampingan hukum kepada warga tidak mampu, memberikan nasihat hukum kepada masyarakat, serta memberikan pengetahuan mengenai hak yang harus diperoleh masyarakat.
Hadirnya LBH di tengah masyarakat sangat dirasakan manfaatya dalam memperjuangkan hak asasinya, mengingat sifat dari LBH yaitu non profit sehingga masyarakat mampu mendapatkan layanan secara gratis. Dengan demikian adanya LBH akan membuat penerapan HAM di Indonesia dapat dilakukan di semua golongan.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) merupakan lembaga non pemerintah dalam bentuk yayasan yang termasuk sebagai lembaga perlindungan HAM di Indonesia, Tujuan dibentuknya YLBHI merupakan sebagai pendukung kinerja LBH yang tersebar di 17 Provinsi. Pendiri dari YLBHI sendiri yaitu Dr. Adnan Buyung Nasution pada tanggal 26 Oktober 1970.[34]
Hadirnya YLBHI untuk memberikan bantuan hukum serta memperjuangkan hak rakyat miskin, buta hukum dan korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Faktor yang mendorong lahirnya YLBHI adalah kondisi masarakat yang erat kaitanya dengan kemiskinan, sehingga membantu rakyat guna mengakses keadilan. Visi dari YLBHI yaitu bersama-sama dengan komponen-koponen masyarakat dan Bangsa Indonesia yang lain berhasrat kuat dan akan berupaya sekuat tenaga agar di masa depan dapat:
Terwujudnya suatu suatu sistem masyarakat hukum yang terbina di atas tatanan hubungan sosial yang adil dan beradab/berperikemanusiaan secara demokratis (A just, humane and democratic socio-legal system);
Terwujudnya suatu sistem hukum dan administrasi yang mampu menyediakan tata-cara (prosudur-prosudur) dan lembaga-lembaga melalui mana setiap pihak dapat memperoleh dan menikmati keadilan hukum (A fair and transparent institutionalized legal-administrative system);
Terwujudnya suatu sistem ekonomi, politik dan budaya yang membuka akses bagi setiap pihak untuk turut menentukan setiap keputusan yang berkenaan dengan kepentingan mereka dan memastikan bahwa keseluruhan sistem itu tetap menghormati dan menjunjung tinggi HAM (An open political-economic system with a culture that fully respects human rights).[35][36]
Sedangkan yang menjadi misi agar visi tersebut di atas dapat terwujud, YLBHI akan melaksanakan seperangkat kegiatan misi berikut ini:
Menanamkan, menumbuhkan dan menyebar-luaskan nilai-nilai negara hukum yang berkeadilan, demokratis serta menjungjung tinggi HAM kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia tanpa kecuali;
Menanamkan, menumbuhkan sikap kemandirian serta memberdayakan potensi lapisan masyarakat yang lemah dan miskin sedemikian rupa sehingga mereka mampu merumuskan, menyatakan, memperjuangkan serta mempertahankan hak-hak dan kepentingan mereka baik secara individual maupun secara kolektif;
Mengembangkan sistem, lembaga-lembaga serta instrumen-instrumen pendukung untuk meningkatkan efektifitas upaya-upaya pemenuhan hak-hak lapisan masyarakat yang lemah dan miskin;
Memelopori, mendorong, mendampingi dan mendukung program pembentukan hukum, penegakan keadilan hukum dan pembaharuan hukum nasional sesuai dengan Konstitusi yang berlaku dan Deklarasi Umum Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights).
Memajukan dan mengembangkan program-program yang mengandung dimensi keadilan dalam bidang politik, sosial-ekonomi, budaya dan jender, utamanya bagi lapisan masyarakat yang lemah dan miskin.[35][36]
Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH)
Salah satu bentuk perlindungan terhadap HAM adalah memberikan bantuan hukum, Perguruan Tinggi dapat memberikan layanan bantuan hukum melalui Lembaga Bantuan Hukum atau Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) yang didirikannya.[37] BKBH sendiri merupakan sebuah lembaga yang di naungi Perguruan Tinggi khususnya yang memiliki program studi hukum atau serumpun dengan progamm studi tersebut.
Salah satu bentuk tujuan dari BKBH diantaranya sebagai wadah bagi akademisi hukum untuk melakukan pengabdian masyarakat di bidang hukum dengan jalan membangun supremasi hukum, membantu dan memberikan pemahaman, serta memberikan kontrol sosial terhadap perilaku aparat penegak hukum.[38] Tujuan dan latar belakang berdirinya lembaga ini sebetulnya hampir sama dengan LBH swasta namun yang membedakan yaitu lembaga ini dibawah naungan dari pihak Perguruan Tinggi.
Sifat layanan yang diberikan oleh BKBH sama halnya dengan LBH yaitu secara cuma-cuma bagi masyarakat yang membutuhkan, khususnya masyarakat yang tidak mampu. Umumnya BKBH memiliki bidang penanganan tersendiri, diantara bidang layanan yaitu bidang konsultasi hukum, bidang kajian dan penelitian, bidang layanan hukum, dan bidang advokasi. Hadirnya BKBH bagi masyarakat sangatlah membantu guna pemenuhan HAM bagi masyarakat khususnya masyarakat tidak mampu.
^Asplund, Knut D; Marzuki, Suparman (2008). Riyadi, Eko, ed. Hukum Hak Asasi Manusia(PDF). Yogyakarta: Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII). hlm. 280. ISBN978-979-18057-8-0.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)