Lasem merupakan salah satu kota terpenting di Kabupaten Rembang. Lasem memiliki banyak perkampungan Tionghoa serta mempunyai potensi batik. Karena akses transportasi antara Lasem menuju Rembang belum dimanfaatkan secara maksimal, maka Samarang–Joana Stoomtram Maatschappij (SJS) mulai membangun jalur kereta api baru menuju Lasem. Jalurnya dibuka pada tanggal 1 Mei 1900.[1]
Berdasarkan Perpres No. 79 Tahun 2019, jalur kereta api ini rencananya akan diaktifkan kembali guna mendukung pemerataan dan percepatan pembangunan di sekitar Kawasan Banglor (Rembang dan Blora).[2] Selain itu, rencana reaktivasi jalur ini juga tercantum dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional tahun 2018.[3]
Lasem–Bojonegoro
Pegunungan Kendeng merupakan salah satu pegunungan yang paling potensial untuk diincar mineral-mineralnya. Di dalam pegunungan ini terkandung banyak mineral seperti batu gamping, kuarsa, dan tanah liat.[4] Kebutuhan akan mineral-mineral tersebut sangatlah mempengaruhi seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Kuarsa diincar karena banyak dimanfaatkan dalam pengembangan ilmu fisika, kimia, dan elektronika.[5] Batu gamping dimanfaatkan untuk produksi semen, sementara tanah liat dimanfaatkan dalam industri kerajinan.
Untuk mendukung distribusi dan ekspor hasil tambang, dibangunlah suatu jalur kereta api. Perpanjangan jalur memungkinkan kereta api dapat mengangkut hasil tambang. Pada tanggal 1 Juni 1914, jalur Lasem–Pamotan selesai dibangun, dilanjut jalur Pamotan–Jatirogo pada tanggal 20 Februari 1919.[1]
Perpanjangan menuju Bojonegoro dilakukan oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) sebagai bagian dari proyek pengangkutan pasir kuarsa dengan kereta api. Pada tanggal 1 Mei 1919, jalur tersebut telah selesai.[6]
Berdasarkan Perpres No. 79 Tahun 2019, jalur kereta api ini rencananya akan diaktifkan kembali guna mendukung pemerataan dan percepatan pembangunan di sekitar Kawasan Banglor (Rembang dan Blora).[2] Selain itu, rencana reaktivasi jalur ini juga tercantum dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional tahun 2018.[3]
Masa antara tahun 1945-1949 adalah puncak perjuangan rakyat Indonesia dari tonggak-tonggak kebangkitan nasional 1908, Sumpah Pemuda 1928, sampai Proklamasi 1945. Identitas bangsa yang ditegakkan pada masa itu benar-benar memiliki ciri tersendiri sebagai modal bagi pengikisan segala bentuk penjajahan.
Bagi TNI tanggal 19 Desember 1948 merupakan peristiwa amat penting sejak kelahirannya tertanggal 5 Oktober 1945. Karena diatas bahunya terdapat beban untuk menyelamatkan negara. Berbagai macam peristiwa yang mengancam keamanan nasional harus dihadapi mulai dari Agresi Militer Belanda I tahun 1947, Pemberontakan PKI, dan Agresi Militer Belanda II tahun 1948.
Dengan melanggar kesepakatan yang dituangkan dalam Perjanjian Renville dan membatalkan secara sepihak semua persetujuan yang telah ditandatangani, pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda mulai melancarkan agresi militer kedua masuk ke wilayah Republik Indonesia. Sebenarnya bagi rakyat Tuban agresi itu telah dilancarkan tanggal 18 Desember 1948 sekitar pukul 19.00 dengan mendaratnya sebuah sekoci yang mengangkut pasukan khusus di timur Pantai Glondong diikuti dengan mendaratnya 3 buah kapal besar dan 7 kapal kecil. Kesibukan pendaratan ini berlangsung semalam suntuk tanpa henti.
Mendapatkan berita itu, pada pagi hari tanggal 22 Desember 1948 mereka yang tergabung dalam Tentara Genie Pelajar (TGP) ditugaskan untuk menghancurkan semua jembatan di sekitar Bojonegoro untuk menghambat gerak laju musuh. Tak terkecuali jembatan kereta api Kaliketek yang berada di sungai Bengawan Solo yang menjadi penghubung utama dari daerah Tuban bagian selatan ke Bojonegoro maupun sebaliknya. Waktu yang diberikan kepada pasukan itu paling lambat pukul 21.00 harus sudah dihancurkan. Sepasukan TGP itu kemudian dibagi menjadi dua kelompok yang sebagian bertugas di selatan sungai Bengawan Solo dan sebagian lagi di utara sungai Bengawan Solo.
Waktu terus berlanjut, hingga melewati pukul 21.00 namun anggota-anggota TGP ini belum juga berhasil meledakkan jembatan. Hingga sekitar pukul 23.00 seorang atasan melakukan pengecekan ke jembatan Kaliketek. Namun prajurit-prajurit TGP belum juga menyelesaikan tugasnya. Pada dini hari tanggal 23 Desember 1948 sekira pukul 02.00 jembatan Kaliketek berhasil dihancurkan bersama dengan beberapa lokomotif yang diterjunkan ke dasar sungai.
Untuk mengenang peristiwa ini, didirikanlah tugu peringatan TGP di tengah pertigaan seberang pos polisi lalu lintas Halte yang dulunya adalah bekas area emplasemen Halte Bojonegoro Kota.
Usai perang, Jembatan Kaliketek ini segera diperbaiki dan dibangun kembali. Selain untuk kereta api, jembatan ini juga sangat berguna untuk masyarakat umum karena belum
ada jembatan khusus untuk jalan raya di masa itu. Bukti autentik yang paling mencolok dari peristiwa peledakan jembatan ini adalah adanya rangka baru di bagian tengah jembatan yang tampak lebih tinggi dari rangka yang lama.
Penutupan
Pasca-kemerdekaan, jalur ini tetap dioperasikan sebagai angkutan pasir kuarsa dan semen dari Jatirogo hingga akhir tahun 1980-an. Jalur ini dinonaktifkan pada tahun 1992 untuk lintas Rembang–Jatirogo. Sedangkan lintas Jatirogo–Bojonegoro aktif sampai tahun 1999 dan ditutup sepenuhnya pada tahun 2001. Keduanya dinonaktifkan karena dianggap kalah bersaing dengan mobil pribadi dan angkutan umum.Tidak ada reaktivasi untuk jalur ini.
^ abSamarang–Joana Stoomtram. Verslag der Samarang–Joana Stoomtram Maatschappij. SJS.
^ abLampiran Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 79 Tahun 2019 Tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi Kawasan Kendal – Semarang – Salatiga – Demak – Grobogan, Kawasan Purworejo – Wonosobo – Magelang – Temanggung, Dan Kawasan Brebes – Tegal – Pemalang
^Sejarah Brigade Ronggolawe., Panitia Penyusunan; IKAPI, Anggota (1985). Pengabdian Selama Perang Kemerdekaan Bersama Brigade Ronggolawe (edisi ke-Cet. 1). Aries Lima. hlm. 240-244 dan 256.
^Subdirektorat Jalan Rel dan Jembatan (2004). Buku Jarak Antarstasiun dan Perhentian. Bandung: PT Kereta Api (Persero).Parameter |link= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Perusahaan Umum Kereta Api (1992). Ikhtisar Lintas Jawa.